Thursday, March 18, 2010

Kasih Tuhan mengambil nama Yesus Kristus

Tuhan adalah Kasih. Begitu sederhananya kalimat ini, namun betapa dalam maknanya, tak terselami oleh kita manusia. Perbuatan kasih Tuhan yang paling sempurna adalah dengan mengutus Putera Tunggal-Nya, Yesus Kristus, untuk menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16) Dan inilah yang setiap kali kita rayakan pada hari Natal. Kita bersyukur atas kasih Tuhan yang tak terbatas ini. Sebab sudah sejak semula, Allah tidak ingin terpisah dengan kita manusia. Maka meskipun kita telah memisahkan diri dengan Allah karena dosa, Allah tak henti-hentinya mengusahakan agar kita dapat kembali kepada-Nya. Sejarah manusia mencatat banyaknya para nabi yang diutus oleh Tuhan untuk menyadarkan manusia dari dosa, agar manusia kembali kepada Allah dan mengasihi Allah. Namun hasilnya? Tidaklah menggembirakan. Manusia tetap jatuh bangun di dalam dosa, memilih mencintai diri sendiri dan ciptaan yang lain, lebih daripada mengasihi Tuhan.
Sepertinya inilah yang ada di pikiran Tuhan, “Ah, manusia tidak mengasihi-Ku karena mereka tidak melihat Aku. Aku akan membuat Diri-Ku terlihat oleh mereka, supaya mereka dapat mengasihi Aku.” Dan dengan ke Maha-Kuasaan-Nya terjadilah kehendakNya. Allah mengutus Yesus Putera-Nya, yang sehakekat dengan-Nya untuk menjadi manusia. Sejak saat itu Allah yang tak kelihatan menjadi kelihatan; Yang Maha segalanya menyerahkan Diri-Nya dalam segala keterbatasan. Ia yang tak terbatas oleh waktu, menjadi terbatas oleh waktu. Ia yang tak terbatas oleh ruang, menjadi terbatas oleh ruang: Ia mengambil tubuh yang terkecil, sebagai seorang bayi mungil tak berdaya, yang lahir dalam kemiskinan di kandang hewan. Ya, dalam penjelmaan-Nya, Kasih Allah mengambil bentuk dan nama, yaitu, Yesus Kristus.
Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata….. Juruselamat kita Yesus Kristus…” (Ti 2:11-13). Tuhan kita hadir di sini di tengah kita, Ia menjadi manusia di antara kita, karena kasih-Nya yang tak terbatas. “Seorang bayi telah lahir, seorang Putera telah diberikan kepada kita…., namanya adalah Yesus, Tuhan, Raja Damai, …. Bersukacitalah! Bersukacitalah hai umat manusia! Mari semua, sembahlah Tuhan. Datang, sambutlah, dengarkanlah dan bersukacitalah! Sebab Kristus Putera Allah, Sang Sabda Allah Bapa, telah menjelma menjadi manusia untuk menyampaikan pesan ini: “Tuhan mengasihimu!”
Di tengah kegembiraan Natal mari kita mengucapkan doa ini: “O Tuhan, Allah Bapa, Allah Putera dan Roh Kudus, betapa mulianya nama-Mu! Engkaulah Kasih yang tak terhingga, siapakah yang tak terjangkau oleh kasih-Mu? Engkau adalah lautan kasih yang tak terbatas dan tak terselami. Engkau merendahkan Diri-Mu demi menjangkau kami, walaupun sesungguhnya Engkau tidak membutuhkan kami. Apapun yang ada pada kami, dan apapun yang kami lakukan tidak akan menambah apapun yang sudah ada pada Diri-Mu. Namun Engkau mau melakukan apa saja untuk merangkul kami. Bahkan Engkau memilih untuk lahir dalam kepapa-an, hidup dalam kemiskinan, untuk turut merasakan pergumulan hidup sebagai manusia. Engkau yang Maha Besar dan Kaya, menghampakan Diri menjadi miskin dan papa. Di dalam Diri-Mu ya Tuhan Yesus, Allah yang Maha Besar dan ilahi bersatu dengan kemanusiaan yang fana. Semuanya itu Engkau lakukan demi kasih-Mu kepada kami. Agar melalui Engkau kami bisa sampai kepada Bapa, kembali bersatu dengan-Nya di dalam Engkau. Hanya Engkaulah Tuhan Yesus, yang dapat menjembatani jarak yang tak terhingga antara kami dengan Allah. Hanya Engkaulah Tuhan Yesus, yang dapat menghantar kami untuk kembali kepada Allah Bapa. Terima kasih Tuhan Yesus, Engkau mau dan telah lahir ke dunia. Terima kasih Tuhan Yesus, karena kelahiran-Mu membuka jalan bagi keselamatan kami.
Selamat datang, ya Tuhan Yesus. Mari masuk dan tinggallah di hatiku. Telah kulihat kasih-Mu, ya Tuhan; kumohon, terimalah juga kasih-ku yang kuhaturkan kepada-Mu….”
Tuhan menjelma menjadi manusia untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita manusia. Apakah tanggapan kita akan kasih Allah ini?

Mengapa aborsi itu dosa

“Tolong, jangan tusuk saya!”

Saya pernah menonton suatu program TV yang menunjukkan proses aborsi pada bayi usia 6 bulan. Dokter dengan sarung tangan memegang gunting dan pisau untuk ‘membuka’ perut ibu. Beberapa menit kemudian, bagian perut sudah tersayat, dan dalam sekejap, saya melihat suatu adegan yang membuat jantung saya hampir berhenti berdetak: keluarlah sebuah tangan kecil dari perut itu memegangi ujung gunting itu, seolah berteriak, “Tolong, jangan menusuk saya!” Namun mungkin para dokter itu sudah terbiasa melakukan “pekerjaan” itu. Tak lama kemudian hancurlah sudah tubuh manusia kecil dan tak berdaya itu. Bayi kecil itu mati terpotong-potong. Tidak sebagai manusia, namun hanya sebagai ‘benda’ yang dibuang karena dianggap mengganggu dan tidak diharapkan….

Pro Choice vs Pro-life

Di Amerika dewasa ini, terdapat isu yang cukup hangat, yang tak jarang mengundang perdebatan, yaitu mengenai aborsi. Umumnya mereka yang setuju aborsi menyebut diri sebagai ‘pro- choice‘ -karena mengacu kepada hak ibu untuk ‘memilih’ nasib dirinya dan bayi yang dikandungnya; sedangkan yang tidak setuju menyebut diri ‘pro-life‘. Gereja Katolik sendiri selalu ada dalam posisi “pro-life” karena Gereja Katolik selalu mendukung kehidupan manusia, tak peduli seberapa muda usianya, termasuk mereka yang masih di dalam kandungan.
Sebenarnya secara objektif terminologi yang dipakai sudah rancu, karena ‘pro-choice‘ sebenarnya bukan ‘choice‘, sebab pilihan yang diambil dalam hal ini hanya satu, yaitu membunuh bayi yang masih dalam usia kandungan. Sang bayi yang kecil dan lemah itu tidak membuat pilihan, sebab ia ditentukan untuk mati. Tragisnya, yang menentukan kematiannya adalah ibunya sendiri yang mengandungnya.

Kapan kehidupan manusia terbentuk?

Gereja Katolik ‘pro- life‘ karena Tuhan mengajarkan kepada kita untuk menghargai kehidupan, yang diperoleh manusia sejak masa konsepsi (pembuahan) antara sel sperma dan sel telur. Kehidupan manusia terbentuk pada saat konsepsi, karena bahkan dalam ilmu pengetahuan-pun diketahui, “Sebuah zygote adalah sebuah keseluruhan manusia yang unik.”[1] Pada saat konsepsi inilah sebuah kesatuan sel manusia yang baru terbentuk, yang lain jika dibandingkan dengan sel telur ibunya, ataupun sel sperma ayahnya. Pada saat konsepsi ini, terbentuk sel baru yang terdiri dari 46 kromosom (seperti halnya  sel manusia dewasa) dengan kemampuan untuk mengganti bagi dirinya sendiri sel-sel yang mati.[2] Analisa science menyimpulkan bahwa fertilisasi bukan suatu “proses” tetapi sebuah kejadian yang mengambil waktu kurang dari satu detik. Selanjutnya, dalam 24 jam pertama, persatuan sel telur dan sperma bertindak sebagai sebuah organisme manusia, dan bukan sebagai sel manusia semata-mata. Selengkapnya, untuk melihat pandangan para scientists tentang kapan hidup manusia dimulai, silakan membaca di link ini, silakan klik.
Masalahnya, orang-orang yang “pro-choice” tidak menganggap bahwa yang ada di dalam kandungan itu adalah manusia, atau setidaknya mereka menghindari kenyataan tersebut dengan berbagai alasan. Padahal science sangat jelas mengatakan terbentuknya sosok manusia adalah pada saat konsepsi (pembuahan sel telur oleh sel sperma). Pada saat itulah Tuhan ‘menghembuskan’ jiwa kepada manusia baru ciptaan-Nya, yang kelak bertumbuh dalam rahim ibunya, dapat lahir dan berkembang sebagai manusia dewasa. Adalah suatu ironi untuk membayangkan bahwa kita manusia berasal dari ‘fetus’ yang bukan manusia. Logika sendiri sesungguhnya mengatakan, bahwa apa yang akan bertumbuh menjadi manusia layak disebut sebagai manusia.

Dasar Kitab Suci

1. Kitab suci juga mengajarkan bahwa manusia sudah terbentuk sebagai manusia sejak dalam kandungan ibu:
Yes 44:2: “Beginilah firman TUHAN yang menjadikan engkau, yang membentuk engkau sejak dari kandungan dan yang menolong engkau…”
Allah sendiri mengatakan telah membentuk kita sejak dari kandungan, artinya, sejak dalam kandungan kita sudah menjadi manusia yang telah dipilih-Nya.
Ayb 31: 15: “Bukankah Ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat orang itu juga? Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim?”
Ayub menyadari bahwa ia dan juga orang-orang lain telah diciptakan/ dibentuk oleh Allah sejak dalam kandungan.
Yes 49, 1,5: “….TUHAN telah memanggil aku sejak dari kandungan telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku…. Maka sekarang firman TUHAN, yang membentuk aku sejak dari kandungan untuk menjadi hamba-Nya, untuk mengembalikan Yakub kepada-Nya…”
Nabi Yesaya mengajarkan bahwa Allah telah memanggilnya sejak ia masih di dalam kandungan (sesuatu yang tidak mungkin jika ketika di dalam kandungan ia bukan manusia).
2. Kitab Suci mengajarkan bahwa setiap kehidupan di dalam rahim ibu adalah ciptaan yang unik, yang sudah dikenal oleh Tuhan:
Yer 1:5: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”
Mazmur 139: 13, 15-16: “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku…. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.”
Gal 1:15-16: “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia”
Luk 1:41-42: “Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus lalu berseru, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.”
Di dalam kisah ini, Yohanes Pembaptis yang masih berada dalam kandungan Elisabet dapat melonjak gembira pada saat mendengar salam Maria. Lalu Elisabet-pun mengucapkan salam kepada Maria dan kepada Yesus yang ada dalam kandungan Bunda Maria sebagai ‘buah rahim’-nya. Tentulah ini menunjukkan bahwa kehidupan janin di dalam kandungan sudah menunjukkan kehidupan seorang manusia, yang sudah dapat turut melonjak karena suka cita, dan layak untuk ‘diberkati’ sebagai manusia. Janin di dalam kadungan bukan hanya sekedar sepotong daging/ fetus tanpa identitas. Sejak di dalam kandungan, Allah telah membentuk kita secara khusus, memperlengkapi kita dengan berbagai sifat dan karakter tertentu agar nantinya dapat melakukan tugas-tugas perutusan kita di dunia.
3. Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk memperhatikan dan mengasihi saudara-saudari kita yang terkecil dan terlemah, sebab dengan demikian kita melakukannya untuk Kristus sendiri.
Mat 25:45: “… sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.”
Aborsi yang pada akhirnya membunuh janin, entah di dalam atau di luar kandungan, adalah tindakan pembunuhan yang bertentangan dengan perintah Yesus untuk memperhatikan dan mengasihi saudari-saudari kita yang terkecil dan terlemah.

4. Kitab Suci menuliskan bahwa kita tidak boleh membunuh, atau jika mau dikatakan dengan kalimat positif, kita harus mengasihi sesama kita.

Kel 20: 13; Ul 5:17; Mat 5:21-22; 19:18: “Jangan membunuh.”
Mat 22:36-40; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom 13:9, Gal 5:14: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
1 Yoh 3:15Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya.”
Jika di dunia ini mulai banyak kampanye untuk melindungi binatang-binatang, (terutama binatang langka), maka adalah suatu ironi, jika manusia  malahan melakukan aborsi yang membunuh sesama manusia, yang derajatnya lebih tinggi dari binatang. Apalagi jika aborsi dilegalkan/ diperbolehkan secara hukum. Maka menjadi suatu ironi yang mengenaskan: ikan lumba-lumba dilindungi mati-matian, tetapi bayi-bayi manusia dimatikan dan tidak dilindungi.
Suatu permenungan: seandainya kita adalah janin itu, tentu kitapun tak ingin ditusuk dan dipotong-potong sampai mati. Maka, jika kita tidak ingin diperlakukan demikian, janganlah kita melakukannya terhadap bayi itu. Atau, kalau kita mengatakan bahwa kita mengimani Kristus Tuhan yang hadir di dalam mahluk ciptaan-Nya yang terkecil itu, maka sudah selayaknya kita tidak menyiksanya apalagi membunuhnya! Kita malah harus sedapat mungkin memeliharanya dan memperlakukannya dengan kasih.

5. Kitab Suci menuliskan, bahwa jika kita tidak peduli akan nasib saudara-saudari kita yang lemah ini, kita sama dengan Kain, yang pura-pura tidak tahu nasib saudaranya sendiri.

Kel 4: 9 Firman Tuhan kepada Kain, “Di mana Habel adikmu itu?” Ia (Kain) menjawab, “Aku tidak tahu.” Padahal tidak mungkin ia tidak tahu sebab Kain sendirilah yang memukul Habel adiknya hingga ia mati (lih. Kel 4:8).

Adalah suatu fakta yang memprihatinkan, yang menyangkut Presiden Barrack Obama yang terkenal oleh kebijakannya memperbolehkan aborsi. Pada suatu kesempatan dalam wawancara tanggal 16 Agustus 2008 (pada saat itu ia masih menjadi senator Illinois), ia ditanya oleh Pastor Rick Warren, “Jadi kapan menurut anda seorang bayi memperoleh hak azasinya?” Ini adalah pertanyaan yang menyangkut iman dan bagaimana iman itu bekerja dalam hati nurani dan kebijaksanaan sang (calon) Presiden. Namun sayangnya jawaban Obama adalah, “Answering that question with specificity, you know, is above my pay grade.” (Menjawab pertanyaan itu dengan detailnya, kamu tahu, itu melampaui batas gaji/ penghasilan saya). Suatu jawaban yang kelihatan sangat enteng untuk pertanyaan yang sangat serius. Ini sungguh mirip dengan jawaban Kain, “Aku tidak tahu.” Padahal, tentu bukannya tidak tahu, tetapi lebih tepatnya tidak mau tahu. Sebab fakta science dan bahkan akal sehat sesungguhnya telah begitu jelas menunjukkan kapan manusia terbentuk sebagai manusia.
Alkitab menunjukkan dan bahkan ilmu pengetahuan membuktikan bahwa kehidupan manusia berawal dari masa konsepsi. Satu sel ini kemudian berkembang menjadi janin yang sungguh sudah berbentuk manusia, walaupun masih di dalam kandungan. DNA dan keseluruhan 46 kromosom terbentuk saat konsepsi. Jantung janin telah berdetak di hari ke-18, keseluruhan struktur syaraf terbentuk di hari ke- 20. Di hari ke 42, semua tulang sudah lengkap, gerak refleks sudah ada. Otak dan semua sistem tubuh terbentuk di minggu ke-8. Semua sistem tubuh berfungsi dalam 12 minggu. Hanya orang yang menutup diri terhadap semua fakta ini dapat berkata, “aku tidak tahu” kapan kehidupan manusia dimulai, dan apakah janin itu seorang manusia atau bukan.

Pengajaran Bapa Gereja

1. Didache: Pengajaran dari kedua belas Rasul (80- 110)[3]
Mungkin tak banyak orang mengetahui bahwa larangan aborsi sudah berlaku sejak abad ke-1. Dalam Didache, yang merupakan katekese moral, aborsi dan mungkin juga kontrasepsi (yang dikatakan dalam istilah “magic” atau “drug“)[4]

2. Konsili Elvira (305) dan Konsili  Ancyra (314) mengecam aborsi, silakan melihat teks lengkapnya di link ini, silakan klik.

3. Beberapa Bapa Gereja yang mengajarkan larangan aborsi:
The Apocalypse of Peter (ca. 135)
Tertullian (c.160-240)
Athenagoras (d. 177)
Minucius (3rd Century AD)
Basil (c.329-379)
Ambrose (c.340-397)
Jerome (347-420)
John Chrysostom (347-407)
Augustine of Hippo (354-430)
St. Caesarius, Bishop of Arles (470-543)
Theodorus Priscianus (c.4th-5th century AD)
Justinian (527-565)
Gregory the Great (540-604)
Disciple of Cassiodorus (after 540 AD)
Apocalypse of Paul
The Apostolic Constitutions
The Letter of Barnabas
Hippolytus
Teks lengkapnya dari masing-masing Bapa Gereja tersebut, silakan klik di link ini.

Pengajaran Magisterium Gereja Katolik

Maka, Magisterium Gereja Katolik dengan teguh menjunjung tinggi kehidupan manusia dan menentang aborsi, karena memang demikianlah yang sudah diajarkan oleh para rasul dan diimani Gereja sepanjang sejarah.
1. Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes 27, “Selain itu apa saja yang berlawanan dengan kehidupan sendiri, misalnya bentuk pembunuhan yang mana pun juga, penumpasan suku, pengguguran (aborsi), eutanasia atau bunuh diri yang disengaja; apa pun yang melanggar keutuhan pribadi manusia, …. apa pun yang melukai martabat manusia, seperti kondisi-kondisi hidup yang tidak layak manusiawi, pemenjaraan yang sewenang-wenang, pembuangan orang-orang, perbudakan, pelacuran, perdagangan wanita dan anak-anak muda; begitu pula kondisi-kondisi kerja yang memalukan, sehingga kaum buruh diperalat semata-mata untuk menarik keuntungan…. itu semua dan hal-hal lain yang serupa memang perbuatan yang keji. Dan sementara mencoreng peradaban manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih mencemarkan mereka yang melakukannya, dari pada mereka yang menanggung ketidak-adilan, lagi pula sangat berlawanan dengan kemuliaan Sang Pencipta.”
2. Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya, Humanae Vitae 13 mengutip Paus Yohanes XXIII mengatakan, “Hidup manusia adalah sesuatu yang sakral, dari sejak permulaannya, ia secara langsung melibatkan tindakan penciptaan oleh Allah.” Maka manusia tidak mempunyai dominasi yang tak terbatas terhadap tubuhnya secara umum; manusia tidak mempunyai dominasi penuh atas kemampuannya berkembang biak justru karena pemberian kemampuan berkembang biak itu ditentukan oleh Allah untuk memberi kehidupan baru, di mana Tuhan adalah sumber dan asalnya.
Dalam surat ensiklik yang sana Paus Paulus VI juga menyebutkan kedua aspek perkawinan yaitu persatuan (union) dan penciptaan kehidupan baru (pro-creation). Maka “usaha interupsi/ pemutusan terhadap proses generatif yang sudah berjalan, dan terutama, aborsi yang dengan sengaja diinginkan, meskipun untuk alasan terapi, adalah mutlak tidak termasuk dalam cara-cara yang diizinkan untuk pengaturan kelahiran.”[5].
3. Congregation for the Doctrine of the Faith, Declaration on Procured Abortion: (18 November 1974), nos 12-13, AAS (1974), 738:
“…from the time that the ovum is fertilized, a life is begun which is neither that of the father nor the mother; it is rather the life of a new human being with his own growth. It would never be made human if it were not human already. This has always been clear, and … modern genetic science offers clear confirmation. It has demonstrated that from the first instant there is established the programme of what this living being will be: a person, this individual person with his characteristic aspects already well determined. Right from fertilization the adventure of a human life begins, and each of its capacities requires time-a rather lengthy time-to find its place and to be in a position to act.”
Karena hidup manusia dimulai saat konsepsi/ fertilisasi, maka manusia harus dihormati dan diperlakukan sebagai manusia sejak masa konsepsi dan karenanya, sejak saat konsepsi, hak-haknya sebagai manusia harus diakui, terutama haknya untuk hidup.[6]
4. Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, Evangelium Vitae menekankan bahwa Injil Kehidupan (the Gospel of Life) yang diterima Gereja dari Tuhan Yesus sebenarnya telah menggema di hati semua orang. Setiap orang yang terbuka terhadap kebenaran dan kebaikan akan mengenali hukum kodrat yang tertulis di dalam hatinya (lih. 2:14-15) tentang kesakralan kehidupan manusia dari sejak awal mula sampai akhirnya; dan dengan demikian dapat mengakui adanya hak dari setiap orang untuk dapat hidup. Sesungguhnya atas dasar pengakuan akan hak untuk hidup inilah setiap komunitas manusia dan komunitas politik didirikan.[7]
Paus Yohanes Paulus II kemudian menyebutkan adanya hubungan yang dekat antara kontrasepsi dan aborsi. Kontrasepsi menentang kebenaran sejati tentang hubungan suami istri, sedangkan aborsi menghancurkan kehidupan manusia. Kontrasepsi menentang kebajikan kemurnian di dalam perkawinan, sedangkan aborsi menentang kebajikan keadilan dan merupakan pelanggaran perintah “Jangan membunuh”[8]. Maka keduanya sebenarnya berasal dari pohon yang sama, berakar dari mental hedonistik yang tidak mau menanggung akibat dalam hal seksualitas, berpusat pada kebebasan yang egois, yang menganggap ‘pro-creation‘ sesuatu beban untuk pencapaian cita-cita/ personal fulfillment.
Paus Yohanes Paulus II menyebutkan mentalitas sedemikian mendorong bertumbuhnya “culture of death” di dalam masyarakat, yang pada dasarnya menentang kehidupan.[9] Dalam mentalitas ini, bayi/ anak-anak maupun orang tua yang sakit-sakitan dianggap sebagai ‘beban’ sehingga muncullah budaya aborsi dan euthanasia. Suatu yang sangat menyedihkan! Padahal seharusnya, manusia memilih kehidupan seperti yang diperintahkan Allah, “Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi Tuhan Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut kepada-Nya….” (Ul 30:19-20).
Akhirnya, berikut ini adalah pengajaran definitif dari Paus Yohanes Paulus II yang menolak aborsi[10]:

“Therefore, by the authority which Christ conferred upon Peter and his Successors, in communion with the Bishops-who on various occasions have condemned abortion and who in the aforementioned consultation, albeit dispersed throughout the world, have shown unanimous agreement concerning this doctrine-I declare that direct abortion, that is, abortion willed as an end or as a means, always constitutes a grave moral disorder, since it is the deliberate killing of an innocent human being. This doctrine is based upon the natural law and upon the written Word of God, is transmitted by the Church’s Tradition and taught by the ordinary and universal Magisterium.”

Efek-efek negatif dari aborsi

Tidak mengherankan, karena aborsi adalah perbuatan yang menentang hukum alam dan hukum Tuhan, maka tindakan ini membawa akibat- akibat negatif, terutama kepada ibu dan ayah bayi, maupun juga kepada para pelaku aborsi dan masyarakat umum, terutama generasi muda, yang tidak lagi melihat kesakralan makna perkawinan.
Ibu yang mengandung bayi, terutama menanggung akibat negatif, baik bagi fisik maupun psikologis, yaitu kemungkinan komplikasi fisik, resiko infeksi, perdarahan, atau bahkan kematian. Selanjutnya, penelitian dalam Journal of the National Cancer Institute di Amerika juga menunjukkan wanita yang melakukan aborsi meningkatkan resiko 50% terkena kanker payudara. Sebab aborsi membuat terputusnya proses perkembangan natural payudara, sehingga jutaan selnya kemudian mempunyai resiko tinggi mengalami keganasan. Selanjutnyapun kehamilan berikutnya mempunyai peningkatan resiko gagal 45%, atau komplikasi lainnya seperti prematur, steril, kerusakan cervix. Selanjutnya tentang hal ini dapat anda lihat di link ini, silakan klik.
Di atas semua itu adalah tekanan kejiwaan yang biasanya dialami oleh wanita- wanita yang mengalami aborsi. Tekanan kejiwaan ini membuat mereka depresi, mengalami kesedihan yang berkepanjangan, menjadi pemarah, dikejar perasaan bersalah, membenci diri sendiri, bahkan sampai mempunyai kecenderungan bunuh diri. Menurut studi yang diadakan oleh David Reardon yang memimpin the Elliot Institute for Social Sciences Research di Springfield Illinois (di negara Obama menjadi senator): 98% wanita yang melakukan aborsi menyesali tindakannya, 28% wanita sesudah melakukan aborsi mencoba bunuh diri, 20% wanita post-aborsi mengalami nervous breakdown, 10% dirawat oleh psikiatris.
Ini belum menghitung adanya akibat negatif dalam masyarakat, terutama generasi muda. Legalisasi aborsi semakin memerosotkan moral generasi muda, yang dapat mempunyai kecenderungan untuk mengagungkan kesenangan seksual, ataupun memikirkan kepentingan diri sendiri, tanpa memperhitungkan tanggung jawab. Suatu mentalitas yang sangat bertentangan dengan ajaran Kristiani.

Bagi yang telah melakukan aborsi

Paus Yohanes Paulus II dengan kebapakan mengatakan bahwa Gereja menyadari bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita melakukan aborsi. Gereja mengajak para wanita yang telah melakukan aborsi untuk menghadapi segala yang telah terjadi dengan jujur. Perbuatan aborsi tetap merupakan perbuatan yang sangat salah dan dosa, namun juga janganlah berputus asa dan kehilangan harapan. Datanglah kepada Tuhan dalam pertobatan yang sungguh dalam Sakramen Pengakuan Dosa. Percayakanlah kepada Allah Bapa jiwa anak yang telah diaborsi, dan mulai sekarang junjunglah kehidupan, entah dengan komitmen mengasuh anak-anak yang lain, atau bahkan menjadi promotor bagi banyak orang agar mempunyai pandangan yang baru dalam melihat makna kehidupan manusia.[11]. Anjuran ini juga berlaku bagi para dokter, petugas medis atau siapapun yang pernah terlibat dalam tindakan aborsi, entah dengan menganjurkannya ataupun dengan melakukan/ membantu proses aborsi itu sendiri. Semoga semakin banyak orang dapat melihat kejahatan aborsi, sehingga tidak lagi mau melakukannya.

Kesimpulan

Pengajaran Alkitab dan Gereja Katolik menyatakan, “Kehidupan manusia adalah sakral karena sejak dari awalnya melibatkan tindakan penciptaan Allah”[12]. Kehidupan, seperti halnya kematian adalah sesuatu yang menjadi hak Allah[13], dan manusia tidak berkuasa untuk ‘mempermainkannya’. Perbuatan aborsi menentang hukum alam dan hukum Allah, maka tak heran, perbuatan ini mengakibatkan hal yang sangat negatif kepada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Aborsi adalah tindakan pembunuhan manusia, walaupun ada sebagian orang yang menutup mata terhadap kenyataan ini. Gereja Katolik tidak pernah urung dalam menyatakan sikapnya yang “pro-life“/ mendukung kehidupan, sebab, Gereja menghormati Allah Pencipta yang memberikan kehidupan itu. Tindakan melindungi kehidupan ini merupakan bukti nyata dari iman kita kepada Kristus, yang adalah Sang Hidup (Yoh 14:6) dan pemberi hidup itu sendiri.

Mari, di tengah-tengah budaya yang menyerukan “kematian”/ culture of death, kita sebagai umat Katolik dengan berani menyuarakan “kehidupan”/ culture of life. Mari kita melihat di dalam setiap anak yang lahir, di dalam setiap orang yang hidup maupun yang meninggal, gambaran kemuliaan Tuhan Pencipta yang telah menciptakan manusia sesuai dengan gambaran-Nya. Dengan demikian, kita dapat menghormati setiap orang, dan memperlakukan setiap manusia sebagaimana mestinya demi kasih dan hormat kita kepada Tuhan yang menciptakannya.
Mari bersama kita mewartakan Injil Kehidupan, yang menyatakan kepenuhan kebenaran tentang manusia dan tentang kehidupan manusia. Semoga kita dapat memiliki hati nurani yang jernih, sehingga kita dapat mendengar seruan Tuhan untuk memperhatikan dan mengasihi sesama kita yang terkecil, yakni mereka yang sedang terbentuk di dalam rahim para ibu. Sebab Yesus bersabda, “Apa yang kau lakukan terhadap saudaramu yang paling kecil ini, engkau lakukan untuk Aku…” (lih. Mat 25:45).

Catatan kaki:
  1. Landrum B. Shettles, M.D. and David Rorvik, “Human Life Begins at Conception,” in Rites of Life (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1983) cited in Abortion: Opposing Viewpoints (St. Paul, MN: Greenhaven Press, 1986), p.16 []
  2. Lihat Bob Larson, Larson’s Book of Family Issues (Wheaton, IL: Tyndale House, 1986), p. 297 []
  3. Lihat J. Tixeront, A Handbook of Patrology []
  4. Lihat John Hardon, S.J., “The Catholic Tradition on the of Contraception” on line http://www.therealpresence.org/archives/Abortion_Euthanasia/Abortion_Euthanasia_004.htm Ia menulis: Istilah ini ‘mageia‘ dan ‘pharmaka‘ dimengerti berkaitan dengan ritus-ritus magis dan/ atau minuman/ obat untuk kontrasepsi dan sebagai dosa besar, yang umum dilakukan oleh orang-orang pagan:“Thou shalt not commit sodomy, thou shalt not commit fornication; thou shalt not steal; thou shalt not use magic; thou shalt not use drug; thou shalt not procure abortion, nor commit infanticide. ((Didache, II, 1-2 []
  5. Paus Paulus VI, Humanae Vitae 14, mengutip Roman Catechism of the Council of Trent, Part II, ch. 8, Paus Pius XI, ensiklik Casti Connubii: AAS 22 (1930), pp. 562-64; …. Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, 51: AAS 58, 1966, p. 1072 []
  6. lihat Congregation for the Doctrine of the Faith, Instruction on Respect for Human Life in its Origin and on the Dignity of Procreation Donum Vitae: (22 February 1987), I, No. 1, AAS 80 (1988), 79 []
  7. Lihat Yohanes Paulus II, Evangelium Vitae, 2 []
  8. Lihat Evangelium Vitae, 13 []
  9. Lihat Evangelium Vitae 24, 26, 28 []
  10. Evangelium Vitae 62 []
  11. Lihat Evangelium Vitae 99 []
  12. Evangelium Vitae 53 []
  13. lihat Evangelium Vitae, 39, lihat Ayub 12:10 []

Saksi Yehuwa tidak percaya Trinitas

Ada beberapa brosur dari Saksi Yehuwa di dalam bahasa Inggris telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Salah satu dari brosur yang telah diterjemahkan adalah tentang penolakan mereka terhadap Trinitas, di mana mereka mencoba untuk menunjukkan bahwa Trinitas hanyalah karangan orang Kristen belaka yang tidak mempunyai dasar yang kuat dari Alkitab, Bapa Gereja, maupun dari para teolog. Untuk mencapai tujuan mereka, maka mereka mencoba mengambil berbagai sumber, baik dari ensiklopedia Katolik, ensiklopedia Alkitab, para Bapa Gereja, para teolog Katolik maupun non-Katolik. Namun, yang membuat saya kecewa dan sedih dengan metode mereka adalah karena mereka sengaja mengutip sebagian kecil – satu atau dua kalimat – dari sumber-sumber di atas untuk mendukung doktrin mereka tanpa melihat konteks dari dokumen yang ada. Dengan demikian, seolah-olah sumber-sumber tersebut menyatakan bahwa doktrin Trinitas tidak mempunyai dasar yang kuat atau seolah-olah para teolog yang mereka kutip mendukung ajaran bahwa Trinitas adalah ajaran yang tidak mendasar. Namun kalau kita melihat kutipan secara keseluruhan, maka hal ini tidaklah benar.
Kalau mereka benar-benar membaca sumber-sumber tersebut dengan teliti, maka mereka akan menyadari bahwa sumber-sumber tersebut percaya bahwa pengajaran tentang Trinitas, adalah suatu doktrin yang benar. Kalau mereka membaca dengan teliti akan sumber-sumber tersebut dan tetap memberikan kesimpulan yang mendukung doktrin mereka (tidak percaya akan Trinitas), maka ini adalah suatu perbuatan yang tidak jujur. Ketidakjujuran ini terlihat dari pengutipan sumber-sumber yang tidak disertai dengan standar pengutipan, tanpa halaman, sehingga akan sangat sulit bagi pembaca yang ingin mengecek kebenaran tersebut.
Artikel ini akan mencoba menelusuri sumber-sumber yang digunakan dalam brosur Saksi Yehuwa dan melihat konteks secara keseluruhan dari sumber-sumber yang diberikan, sehingga terlihat secara jelas bahwa beberapa sumber yang dikutip percaya akan doktrin Trinitas. Alur dari artikel ini akan mengikuti alur dari brosur Saksi Yehuwa. Secara bertahap artikel ini akan menjawab keberatan-keberatan mereka mengenai ajaran Trintas. Mari sekarang kita menganalisanya satu-persatu.
Untuk mempermudah pembahasan, maka saya akan membedakan warna tulisannya: kutipan dari brosur Saksi Yehuwa saya beri warna biru, dan kutipan selengkapnya saya beri warna hitam atau merah untuk memberikan penekanan.

I. Di Luar Jangkauan Akal Manusia

Brosur dari Saksi Yehuwa di bagian ini mencoba untuk memberikan suatu persepsi bahwa ada begitu banyak kebingungan di dalam kalangan gereja tentang Trinitas, yang kemudian disimpulkan bahwa Trinitas tidak dapat dimengerti, karena di luar jangkauan akal manusia. Mereka mencoba untuk mengutip beberapa sumber tanpa melihat konteks keseluruhan dari sumber yang dikutip. Namun, kalau kita mau membaca masing-masing kutipan secara keseluruhan, dalam keterbatan pemikiran manusia, para teolog mencoba untuk mengerti kehidupan pribadi Allah, yaitu Allah yang satu dalam tiga Pribadi. Dan pembahasan para teolog berdasarkan wahyu Allah sendiri, yaitu Kitab Suci dan filosofi. Wahyu Allah ini tidaklah bertentangan dengan akal budi, yang terbukti bagaimana para teolog memberikan penjelasan Trinitas dengan menggunakan filosofi. Mari kita melihat satu-persatu dari kutipan-kutipan yang diambil oleh Saksi Yehuwa:
1) Dikatakan “KEBINGUNGAN ini tersebar luas. The Encyclopedia Americana mengatakan bahwa Tritunggal dianggap “di luar jangkauan akal manusia.
a) Kalimat lengkapnya adalah sebagai berikut “Hal ini [doktrin Trinitas] dipercaya, walaupun doktrin tersebut adalah di luar jangkauan akal manusia, seperti banyak formula-formula di dalam ilmu fisik, bukanlah berlawanan dengan akal dan dapat dimengerti (walaupun mungkin tidak dapat dipahami) dengan akal manusia” (Encyclopedia Americana, Trinity, hal.116).
Kalau orang membaca sekilas kutipan dari mereka, yang hanya mengutip penggalan kalimat “di luar jangkauan akal manusia“, maka seolah-olah Trinitas menjadi tidak mungkin dipahami sama sekali dan oleh karena itu adalah salah. Namun, bukan itu yang dikatakan oleh Encyclopedia Americana. Dalam ensiklopedia ini dikatakan bahwa walaupun mungkin Trinitas sulit dipahami dengan akal manusia, sama seperti teori-teori dalam ilmu fisik, namun Trinitas bukanlah bertentangan dengan akal manusia. Untuk itu, silakan membaca artikel tentang Trinitas di sini (silakan klik).
Bahwa memang doktrin Trinitas sulit dimengerti adalah sesuatu yang dapat diterima, karena dalam merangkan tentang Trinitas, kita mencoba mengungkapkan kehidupan Pribadi Allah. Siapakah manusia yang dapat mengerti secara persis kehidupan Pribadi Allah? Tanpa wahyu Ilahi, terutama dalam Perjanjian Baru, akan sulit untuk mencapai pengetahuan bahwa Allah adalah satu Substansi (substance) dalam tiga Pribadi (person). Namun, bukan berarti Trinitas sama sekali tidak dapat dimengerti oleh pemikiran manusia, apalagi dengan sumber wahyu Ilahi. Silakan membaca artikel tersebut untuk melihat pembahasan lebih detail tentang Trinitas.
2) Dikatakan “Banyak orang yang menerima Tritunggal menganggapnya demikian. Monsignor Eugene Clark berkata: “Allah itu satu, dan Allah itu tiga. Karena tidak ada ciptaan yang seperti ini, kita tidak dapat mengertinya, tetapi menerimanya saja.
a) Saya tidak dapat menemukan sumber dari kutipan ini. Namun, mari kita melihat apa yang dikatakan oleh Monsignor Eugene Clark, kalau benar dia benar-benar mengatakan kalimat tersebut. Allah itu satu dalam substansi dan Allah itu tiga dalam pribadi. Dalam artikel Trinitas di sini (silakan klik), dituliskan:
Mari kita lihat pada diri kita sendiri. ‘Substansi’ (kadang diterjemahkan sebagai hakekat/ kodrat) dari diri kita adalah ‘manusia’. Kodrat sebagai manusia ini adalah sama untuk semua orang. Tetapi jika kita menyebut ‘pribadi’ maka kita tidak dapat menyamakan orang yang satu dengan yang lain, karena setiap pribadi itu adalah unik. Dalam bahasa sehari-hari, pribadi kita masing-masing diwakili oleh kata ‘aku’ (atau ‘I’ dalam bahasa Inggris), di mana ‘aku’ yang satu berbeda dengan ‘aku’ yang lain. Sedangkan, substansi/ hakekat kita diwakili dengan kata ‘manusia’ (atau ‘human’). Analogi yang paling mirip (walaupun tentu tak sepenuhnya menjelaskan misteri Allah ini) adalah kesatuan antara jiwa dan tubuh dalam diri kita. Tanpa jiwa, kita bukan manusia, tanpa tubuh, kita juga bukan manusia. Kesatuan antara jiwa dan tubuh kita membentuk hakekat kita sebagai manusia, dan dengan sifat-sifat tertentu membentuk kita sebagai pribadi.
Dengan prinsip yang sama, maka di dalam Trinitas, substansi/hakekat yang ada adalah satu, yaitu Tuhan, sedangkan di dalam kesatuan tersebut terdapat tiga Pribadi: ada tiga ‘Aku’, yaitu Bapa. Putera dan Roh Kudus. Tiga pribadi manusia tidak dapat menyamai makna Trinitas, karena hakekat ketiga manusia itu tidak persis sama sempurna, sedangkan pada ketiga Pribadi Allah yang Maha Sempurna, hakekat-Nya adalah sempurna, sehingga ketiganya membentuk kesatuan yang sempurna. Yang membedakan Pribadi yang satu dengan yang lainnya hanyalah terletak dalam hal hubungan timbal balik antara ketiganya.
b) Dengan pembedaaan antara substansi (whatness) dan pribadi (who), maka kita dapat menerima bahwa Allah itu satu (substansi) namun tiga (Pribadi). Sesuatu dikatakan bertentangan kalau “sesuatu adalah “ya” dan “tidak” dalam waktu yang sama dan dengan cara yang sama“. Karena satu dan tiga dalam Trinitas bukanlah hal yang sama – karena merujuk pada Substansi dan Pribadi – maka pernyataan tersebut tidaklah salah.
c) Perkataan “kita tidak dapat mengertinya“, bukan berarti bahwa Trinitas bertentangan dengan akal budi, sama seperti kadang kala kita tidak mengerti teori-teori fisika. Namun bukan berarti bahwa kalau kita tidak mengerti maka hal tersebut salah. Kalau demikian prinsipnya, maka kebenaran menjadi sesuatu yang relatif, karena dasarnya adalah menjadi sesuatu yang relatif, yaitu berdasarkan pengertian kita masing-masing. Kalau dikatakan “tetapi menerimanya saja”, bukan berarti bahwa kita menerima doktrin Trinitas secara membabi buta. Kita menerima doktrin Trinitas, karena memang tidak bertentangan dengan akal budi. Yang lebih penting lagi, karena hal tersebut diwahyukan oleh Tuhan sendiri. Karena Tuhan tidak mungkin berbohong, maka Tuhan senantiasa menyampaikan kebenaran. Dengan demikian, adalah sesuatu yang bijak kalau kita menerima kebenaran wahyu Ilahi.
3) Dikatakan “Kardinal John O’Connor berkata: “Kami tahu ini suatu misteri yang sangat dalam, yang sama sekali tidak kita mengerti.”
Kembali, kutipan mereka tidak disertai dengan sumber yang memadai sehingga sulit untuk mencari kebenarannya. Apakah benar Kardinal John O’Connor mengatakan demikian? Apakah dengan perkataaannya, maka dia tidak perlu lagi berkotbah tentang Trinitas, karena Trinitas adalah misteri yang sangat dalam dan sama sekali tidak kita mengerti? Saya mengundang pembaca untuk membandingkannya sendiri:
a) Dalam kotbahnya “Pastoral Reflections on the Holy Sacrifice of the Mass” (silakan klik), dia mengatakan “The reality is that everything the Church teaches rises or falls on the basis of both who Jesus is and who he said he is. If he is not the Son of the Living God; if he is not the Second Person of the Blessed Trinity, equal to the Father and to the Holy Spirit; if he did not become man; if he did not suffer and die for us; if he did not rise from the dead, then everything the Church teaches, everything we believe, is vain and empty, “a tale told by an idiot,” as Shakespeare’s Macbeth calls life itself, “filled with sound and fury, signifying nothing.
b) Dalam kotbahnya “Trinity Sunday” (silakan klik), dia memberikan sub-judul “Sebuah homili tentang misteri iman dimana banyak orang telah meninggal karena mempertahankannya” Apakah orang yang sama (Kardinal John O’Connor) dapat mengatakan “Trinitas adalah misteri yang sangat dalam dan sama sekali tidak kita mengerti? tanpa penjelasan lebih lanjut?
Di kotbah tersebut, dia mengatakan “So it is with all of the things in this world. We choose the movies we go to. We choose our friends. This is understandable because we are human beings. But we are created for eternal life. So to think that the life of God does not matter, to think that all that matters is what this world has to teach us, all that matters is what we can measure, what we can see, what we can hear, would be a denial of our own being. We are social beings. We are made to live in harmony with others. Nations are made to live in harmony with others. Why? Because we are told we are made in the image and likeness of God. But God is a Trinity, with the three persons, Father, Son and Holy Spirit, living in perfect harmony, unable to be separated from one another but distinct from one another. Do I understand that? Not for a tenth of a second. But at least I have a sense of what Christ taught, and it was of infinite importance to him because he suffered and died for it. Consequently, it has to be important to me. It has to be important to us as Catholics.
Lebih lanjut, Kardinal mengatakan “We can not pick and choose. We can not say about the teaching on the Trinity, the Father, the Son and the Holy Spirit, “Who understands it? What is its importance? Is it going to bring me my lunch today? Is it going to affect my daily life?” We can not simply pick and choose, most especially we are talking about the bedrock of our faith.
Ini berarti, Kardinal sendiri mengatakan bahwa walaupun sulit untuk mengerti Trinitas, namun tidak berarti bahwa sama sekali tidak dapat dimengerti oleh akal budi manusia, dan terutama karena Trinitas adalah dasar iman Katolik, maka umat Katolik harus belajar untuk mengerti misteri ini dengan baik.
4) Dikatakan “Dan Paus Yohanes Paulus II berkata mengenai “misteri yang tidak dapat dimengerti tentang Allah Tritunggal.”
a) Kembali, mereka tidak memberikan sumber yang memadai. Kalau saya mencari dengan alat pencarian, Paus Yohanes Paulus II, di dalam dokumen Gereja mengutip kata “Trinitas” sebanyak 113 kali. Dan di dalam homilinya, beliau mengutip kata “Trinitas” sebanyak 263 kali.
b) Dalam Apostolik Letter “Tertio Millennio Adveniente” paragraf 1, dia mengatakan “1. AS THE THIRD MILLENNIUM of the new era draws near, our thoughts turn spontaneously to the words of the Apostle Paul: “When the fullness of time had come, God sent forth his Son, born of woman” (Gal 4:4). The fullness of time coincides with the mystery of the Incarnation of the Word, of the Son who is of one being with the Father, and with the mystery of the Redemption of the world. In this passage, St. Paul emphasizes that the on of God was born of woman, born under the Law, and came into the world in order to redeem all who were under the Law, so that they might receive adoption as sons and daughters. And he adds: “Because you are sons, God has sent the Spirit of his Son into our hearts, crying ‘Abba! Father!’” His conclusion is truly comforting: “So through God you are no longer a slave but a son, and if a son then an heir” (Gal 4:6-7).
Paul’s presentation of the mystery of the Incarnation contains the revelation of the mystery of the Trinity and the continuation of the Son’s mission in the mission of the Holy Spirit. The Incarnation of the Son of God, his conception and birth, is the prerequisite for the sending of the Holy Spirit. This text of St. Paul thus allows the fullness of the mystery of the Redemptive Incarnation to shine forth.
c) Pada tanggal 30 Desember 1988 dalam kotbahnya “FEAST OF THE HOLY FAMILY, The family on mission is a reflection of the mission
of the Holy Trinity” dia mengatakan:
We are in the Christmas season. In this period we relive in faith the great divine mystery, the mystery of the Holy Trinity on mission. It was known, and is confirmed, that God is one and unique. We can also accept what Paul said when he spoke on the Areopagus, that God is that absolute, that spiritual being in whom we live, and move, and have our being. However, the profound reality of the Triune God: Father, Son and Holy Spirit, was not known before, and is still accepted by many with difficulty. It is precisely he, the Triune God, in whom we live, and move, and have our being. He, Trinity on mission, is not only an absolute being, supreme over all, but it is the Father in his infinite, inscrutable reality, who generates, generates from eternity without beginning his Word. With his Word he lives the ineffable mystery of Love, which is a Person, not merely an affection, not merely an interpersonal relationship; it is a Person Spirit, the spiration of Love.
d) Dan masih begitu banyak kutipan dan pengajaran tentang Trinitas dari Paus Yohanes Paulus II. Apakah dengan demikian kata Trinitas yang dikutipnya sebanyak hampir 300 kali dalam dokumen dan kotbahnya sama sekali tidak dimengerti dan tidak dapat diterangkan?
5) Dikatakan “A Dictionary of Religious Knowledge berkata: “Tepatnya apa doktrin itu, atau bagaimana hal itu harus dijelaskan, para penganut Tritunggal pun tidak mencapai kata sepakat di antara mereka sendiri.”
a) Kalau kita melihat dalam konteks, maka dalam kutipan tersebut dikatakan “Namun demikian, adalah sesuatu yang pasti, bahwa dari masa apostolik, mereka telah menyembah Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus, menyebut mereka [Trinitas] di dalam doa mereka, dan memasukkan mereka [Trinitas] dalam doksologi mereka.” …. Tepatnya apa doktrin itu, atau bagaimana hal itu harus dijelaskan, para penganut Tritunggal pun tidak mencapai kata sepakat di antara mereka sendiri.”…secara penuh. Alkitab mempresentasikan Tuhan kepada kita sebagai Bapa, Putera dan Roh Kudus. Alkitab mempresentasikan mereka [pribadi di dalam Trinitas] sebagai pribadi yang mempunyai derajat yang sama, yang layak untuk mendapatkan penghormatan, kasih, dan kesetiaan tertinggi dari kita. “Adalah tidak mungkin bagi akal manusia untuk mengerti kodrat Ilahi ” (A Dictionary of Religious Knowledge”, Lyman Abbott, 1875, p. 944, as quoted in, Should you believe the Trinity?, Watchtower publication)
b) Dalam buku yang sama juga disebutkan suatu kepastian bahwa jemaat awal telah menyembah Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dan juga Alkitab mempresentasikan Tiga Pribadi dengan derajat yang sama. Dengan demikian, adalah suatu kenyataan bahwa pada masa apostolik, mereka telah mengimani Trinitas. Dan adalah wajar, kalau pada masa-masa awal, sebelum Trinitas mendapatkan definisi yang resmi, maka ada orang-orang yang mencoba mendefinisikan secara tidak persis, sehingga timbul banyak kesalahpahaman. Namun, kalau ada kesalahpamahan, bukan berarti bahwa doktrin tersebut adalah tidak benar.
6) Dikatakan di dalam brosur tersebut “Maka, kita dapat mengerti mengapa New Catholic Encyclopedia berkata: “Hanya sedikit diantara guru-guru teologi Tritunggal di seminari-seminari Katolik Roma yang pada suatu waktu tidak dipojokkan oleh pertanyaan, ‘Tetapi bagaimana kita akan berkhotbah tentang Tritunggal?’ Dan jika pertanyaan itu merupakan gejala kebingungan di pihak para siswa, kemungkinan hal itu juga merupakan gejala kebingungan yang serupa di pihak guru-guru mereka.”
a) Kembali, sumber kutipan tidak disebutkan secara terperinci. Kalau dikatakan bahwa ada banyak murid yang bertanya tentang bagaimana cara berkotbah tentang Trinitas, maka hal tersebut bukanlah sesuatu yang salah. Pertama, karena memang doktrin ini mempunyai suatu kompleksitas tersendiri, namun bukanlah sesuatu yang tidak mungkin diterangkan. Sama seperti banyak murid yang bertanya kepada professornya bagaimana untuk menerangkan quantum mechanics. Apakah kalau sulit diterangkan, maka quantum mechanics tidak benar? Apakah kalau seseorang sulit menerangkan Trinitas, maka ajaran ini dianggap tidak benar? Apalagi kalau ajaran ini didukung oleh wahyu Allah dan juga para jemaat Kristen yang percaya akan ajaran ini dari generasi ke generasi. Tulisan Bapa Gereja dan konsili-konsili dari waktu ke waktu mengajarkan doktrin Trinitas secara terus menerus.
b) Kesimpulan yang menyatakan bahwa kebingungan para siswa menjadi juga kebingungan yang serupa di pihak guru-guru mereka adalah logika yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Terapkan ini pada pelajaran quantum mechanics, kalau para murid bingung, maka artinya professornya bingung. Kebingungan para murid tentang Trinitas, memang dikarenakan kedalaman misteri dari Trinitas atau Tritunggal Maha Kudus. Namun, bukan berarti kedalaman misteri ini bertentangan dengan akal budi dan sama sekali tidak dapat diterangkan dengan menggunakan bukti-bukti dari wahyu Allah dan filosofi.
c) Lebih lanjut dalam point yang sama, dikatakan “Kebenaran dari pernyataan di atas dapat dibuktikan dengan mengunjungi suatu perpustakaan dan memeriksa buku-buku yang mendukung Tritunggal. Tak terhitung banyaknya halaman yang ditulis dalam upaya untuk menjelaskannya. Namun, setelah bersusah payah memeriksa istilah-istilah teologi yang membingungkan dan penjelasannya, para peneliti masih tetap tidak puas.
Kalau saya menggunakan logika yang sama, maka saya dapat mengatakan karena di perpustakaan begitu banyak buku yang membahas tentang “cinta” dan dari koleksi jaman tertua sampai jaman modern, para pakar cinta mempunyai begitu banyak definisi dan banyak yang tidak setuju akan definisi cinta, maka banyak pakar yang memakai istilah-istilah filosofi yang membingungkan, yang pada akhirnya tidak memberikan kejelasan kepada semua orang. Oleh karena itu, dapat disimpulkan “cinta” itu tidak ada. Silakan menilai sendiri argumentasi ini.
Fakta bahwa cinta itu ada tidaklah dapat dipungkiri. Namun, bahwa sulit untuk mendefinisikan cinta, bukan berarti menghapuskan keberadaan cinta itu sendiri. Bahwa Trinitas adalah wahyu Allah tidaklah dapat dipungkiri, yang didukung dengan Alkitab, tulisan jemaat perdana, konsili-konsili. Bahwa sulit untuk menjelaskannya, tidak mengaburkan kebenaran ini, namun hanya menyadarkan kita bahwa Trinitas memang suatu misteri Allah, yang walaupun sulit dimengerti tetapi tidak bertentangan dengan akal budi.
7) Dikatakan “Mengenai ini, imam Yesuit Joseph Bracken mengatakan dalam bukunya What Are They Saying About the Trinity?: “Para imam yang dengan cukup banyak upaya telah mempelajari…Tritunggal selama tahun-tahun mereka di seminari tentu saja ragu-ragu untuk menyampaikannya kepada jemaah mereka dari mimbar, bahkan pada hari Minggu. Tritunggal… Untuk apa seseorang akan membuat umatnya bosan dengan sesuatu yang pada akhirnya pun tidak akan mereka mengerti dengan benar?”
a) Kalau kita melihat kutipan seluruhnya adalah “Para imam yang dengan cukup banyak upaya telah mempelajari penjelasan tomistik (diambil dari St. Thomas Aquinas, yang menggabungkan antara filosofi dan teologi) dari Trinitas selama tahun-tahun mereka di seminari ….dstnya.” Jadi, imam Yesuit tersebut tidak mengatakan bahwa penjelasan Trinitas tidak perlu untuk dipelajari yang menimbulkan kebingungan umat. Yang ingin disoroti oleh penulis ini adalah salah satu metode untuk menerangkan Trinitas dengan presisi, dengan menggunakan metode St. Thomas Aquinas, memang tidak mudah dimengerti. Hal ini dapat dimaklumi, karena semakin presisi suatu penjelasan, maka semakin dibutuhkan definisi-definisi yang tepat, seperti: hakekat (substance), pribadi (person), appropriation, dll. Bandingkan seseorang yang mencoba untuk menerangkan tentang quantum mechanics atau suatu teori kimia kepada orang awam. Kalau diinginkan menerangkan dengan dalam, maka dibutuhkan definisi-definisi dari disiplin ilmu tersebut (seperti rumus kimia dalam disiplin ilmu kimia), yang harus diakui tidak semua orang tahu.
b) Dilanjutkan “Ia juga berkata: “Tritunggal adalah soal kepercayaan formal, namun hal itu hanya sedikit atau tidak [berpengaruh] dalam kehidupan dan ibadat Kristen sehari-hari.” Meskipun demikian, ini adalah “doktrin utama” dari gereja-gereja!
Saya belum mengecek konteks dari kutipan ini. Namun, sebuah doktrin yang tidak mempunyai pengaruh kepada kehidupan dan ibadah adalah bukan sebuah doktrin. Kepercayaan akan suatu doktrin berpengaruh terhadap kehidupan, karena berdasarkan doktrin-doktrin yang dipercayai, maka seseorang berpegang pada nilai-nilai moral. Dan liturgi adalah merupakan bagaimana orang yang percaya akan doktrin tertentu mengekspresikannya dalam bentuk liturgi atau bagaimana umat tersebut merayakan apa yang dipercayainya. Kalau mau meneliti lebih jauh, kita dapat melihat pengaruh doktrin Trinitas terhadap penerapan kasih, terhadap perkawinan, terhadap hubungan suami-istri dan anak-anak. Dan kalau kita meneliti dalam liturgi, maka kita akan melihat bagaimana dalam setiap bagian di dalam Misa Kudus, kita melihat unsur-unsur Trinitas disebutkan secara tidak langsung maupun langsung. Justru karena Trinitas adalah doktrin utama Gereja, maka pengajaran ini mewarnai kehidupan moral, spiritual, doa, liturgi, dll.
8) Dikatakan “Teolog Katolik Hans Kung menyatakan dalam bukunya Christianity and the World Religions bahwa Tritunggal merupakan satu alasan mengapa gereja-gereja tidak berhasil membuat kemajuan yang berarti di kalangan orang bukan Kristen. Ia berkata: “Bahkan orang Muslim yang terpelajar, sama sekali tidak dapat mengerti, sebagaimana juga orang-orang Yahudi sebegitu jauh tidak dapat memahami, gagasan mengenai Tritunggal… Perbedaan yang dibuat oleh doktrin Tritunggal antara satu Allah dan tiga hypostase [zat] tidak memuaskan orang Muslim, yang bukannya merasa mendapat penjelasan, tetapi justru merasa bingung, oleh istilah-istilah teologi yang berasal dari bahasa Syria, Yunani, dan Latin.
a) Pengarang yang sama juga mengatakan “Namun, bagi gereja Kristen, permasalahan utama bergeser, sepanjang sejarah, kepada pribadi Yesus dan relasinya dengan Allah. Dan kontroversi antara Kekristenan dan Islam tetap terkonsentrasi seluruhnya pada masalah ini. Sampai sekarang, keberatan utama umat Kristen adalah bahwa Islam menolak dua hal utama, dogma kekristenan yang saling berhubungan, yaitu: Trinitas dan Inkarnasi“  (Kung, Hans, Christianity and the World Religions, p112)
b) Dari kutipan tersebut, Hans Kung menyadari bahwa memang ada perbedaan mendasar antara Kekristenan dan Islam, yaitu tentang doktrin: Trinitas dan Inkarnasi. Namun, perbedaan tersebut, bukan berarti dapat disimpulkan bahwa doktrin Trinitas dan Inkarnasi adalah tidak benar. Bukan berarti kalau seseorang tidak dapat menangkap doktrin Trinitas, maka pengajaran Trinitas-nya yang salah.
c) Fakta bahwa Gereja tidak pernah berubah dalam mewartakan doktrin Trinitas, walaupun ditentang oleh agama lain dan juga menghambat kemajuan yang berarti di kalangan bukan Kristen (sesuai dengan apa yang disebutkan di dalam brosur tersebut), maka dapat disimpulkan bahwa ajaran tersebut memang sedari awal dipercaya dan benar, sehingga Gereja tidak dapat merubahnya demi perkembangan Gereja dan bertambahnya jumlah umat. Kebenaran dari suatu doktrin bukanlah dilihat apakah suatu kebenaran dapat memuaskan banyak kalangan. Tidak menjadi masalah kalau banyak kalangan tidak puas atau tidak mengerti, karena kebenaran tetaplah suatu kebenaran. Yang memang menjadi tantangan adalah bagaimana untuk menerangkan kebenaran ini, sehingga orang dapat mengerti.
d) Kemudian disebutkan dalam buku yang sama “Mengapa seseorang ingin menambahkan sesuatu kepada gagasan mengenai keesaan dan keunikan Allah yang hanya dapat mengencerkan atau meniadakan keesaan dan keunikan itu?” Saya belum dapat mengkonfirmasi kebenaran kutipan ini. Namun, kalau seseorang ingin mempresentasikan apa yang benar-benar diajarkan oleh Gereja Katolik, maka seseorang harus mengambil dokumen resmi dari Gereja Katolik. Untuk mengambil tulisan dari Hans Kung dan kemudian memberikan pernyataan bahwa tulisannya adalah pernyataan resmi dari Gereja Katolik adalah suatu kekeliruan. Hans Kung sendiri telah dilarang untuk mengajar dalam kapasitasnya sebagai teolog Katolik di universitas Tubigen sejak tahun 1979. Dan terhadap bukunya “In Being a Christian“, Konferensi uskup German memberikan pernyataan “Therefore the Bishops, because of their duty of bearing witness and defending the true faith, must point out and declare that the book Being a Christian, in the points dealt with here for the sake of example, cannot be considered an adequate presentation of the Catholic faith.” (sumber: silakan klik)
Di atas adalah bagian pertama dari upaya untuk menjawab klaim dari Saksi Yehuwa yang mengklaim bahwa ajaran Trinitas adalah tidak benar. Dari kutipan-kutipan di atas, maka terlihat bahwa cara mereka mengutip suatu tulisan dilakukan dengan tidak jujur dan tidak memenuhi standar akademik, sehingga sulit bagi seseorang untuk mengecek kebenaran dari kutipan-kutipan tersebut. Dan cara ini dilakukan pada bagian-bagian yang lain dari tulisan tentang Trinitas.
Bagian satu ini akan dilanjutkan dengan bagian-bagian yang lain, yang akan mengupas dan menanggapi brosur yang diberikan oleh Saksi Yehuwa.

Belajar Berhikmat dan Berpengertian

maka Aku melakukan sesuai dengan permintaanmu itu, sesungguhnya Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian, sehingga sebelum engkau tidak ada seorangpun seperti engkau, dan sesudah engkau takkan bangkit seorangpun seperti engkau.
Dan Allah memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut, sehingga hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir
Ia lebih bijaksana dari pada semua orang, dari pada Etan, orang Ezrahi itu, dan dari pada Heman, Kalkol dan Darda, anak-anak Mahol; sebab itu ia mendapat nama di antara segala bangsa sekelilingnya.
Maka datanglah orang dari segala bangsa mendengarkan hikmat Salomo, dan ia menerima upeti dari semua raja-raja di bumi, yang telah mendengar tentang hikmatnya itu
Ketika ratu negeri Syeba mendengar kabar tentang Salomo, berhubung dengan nama TUHAN, maka datanglah ia hendak mengujinya dengan teka-teki. Ia datang ke Yerusalem dengan pasukan pengiring yang sangat besar, dengan unta-unta yang membawa rempah-rempah, sangat banyak emas dan batu permata yang mahal-mahal. Setelah ia sampai kepada Salomo, dikatakannyalah segala yang ada dalam hatinya kepadanya.
Dan Salomo menjawab segala pertanyaan ratu itu; bagi raja tidak ada yang tersembunyi, yang tidak dapat dijawabnya untuk ratu itu.
Ketika ratu negeri Syeba melihat segala hikmat Salomo dan rumah yang telah didirikannya, makanan di mejanya, cara duduk pegawai-pegawainya, cara pelayan-pelayannya melayani dan berpakaian, minumannya dan korban bakaran yang biasa dipersembahkannya di rumah TUHAN, maka tercenganglah ratu itu.
Dan ia berkata kepada raja: “Benar juga kabar yang kudengar di negeriku tentang engkau dan tentang hikmatmu,
tetapi aku tidak percaya perkataan-perkataan itu sampai aku datang dan melihatnya dengan mataku sendiri; sungguh setengahnyapun belum diberitahukan kepadaku; dalam hal hikmat dan kemakmuran, engkau melebihi kabar yang kudengar.
Berbahagialah para isterimu, berbahagialah para pegawaimu ini yang selalu melayani engkau dan menyaksikan hikmatmu!
Terpujilah TUHAN, Allahmu, yang telah berkenan kepadamu sedemikian, hingga Ia mendudukkan engkau di atas takhta kerajaan Israel! Karena TUHAN mengasihi orang Israel untuk selama-lamanya, maka Ia telah mengangkat engkau menjadi raja untuk melakukan keadilan dan kebenaran.”
Lalu diberikannyalah kepada raja seratus dua puluh talenta emas, dan sangat banyak rempah-rempah dan batu permata yang mahal-mahal; tidak pernah datang lagi begitu banyak rempah-rempah seperti yang diberikan ratu negeri Syeba kepada raja Salomo itu.
Lagipula kapal-kapal Hiram, yang mengangkut emas dari Ofir, membawa dari Ofir sangat banyak kayu cendana dan batu permata yang mahal-mahal.
Adapun emas, yang dibawa kepada Salomo dalam satu tahun ialah seberat enam ratus enam puluh enam talenta,
belum terhitung yang didapat dari saudagar-saudagar dan dari pedagang-pedagang dan dari semua raja Arab dan bupati-bupati di negeri itu.
Segala perkakas minuman raja Salomo dari emas dan segala barang di gedung “Hutan Libanon” itu dari emas murni; tidak ada barang perak, sebab orang menganggap perak tidak berharga pada zaman Salomo.
Sebab di laut raja mempunyai kapal-kapal Tarsis bergabung dengan kapal-kapal Hiram; dan sekali tiga tahun kapal-kapal Tarsis itu datang membawa emas dan perak serta gading; juga kera dan burung merak.
Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat.
Seluruh bumi berikhtiar menghadap Salomo untuk menyaksikan hikmat yang telah ditaruh Allah di dalam
APAKAH TERTARIK UNTUK BELAJAR HIKMAT DARI SALOMO ?
Silahkan belajar dari kitab Amsal karena
Ia menggubah tiga ribu amsal, dan nyanyiannya ada seribu lima.
Ia bersajak tentang pohon-pohonan, dari pohon aras yang di gunung Libanon sampai kepada hisop yang tumbuh pada dinding batu; ia berbicara juga tentang hewan dan tentang burung-burung dan tentang binatang melata dan tentang ikan-ikan
Disana kita bisa belajar untuk mengetahui didikan, kata kata bermakna, ajaran, teguran, perintah perintah, pertimbangan, pengetahuan, berakalbudi, dan masih banyak lagi.
Dan jika ingin mendapatkan hikmat berdoalah dan mintalah hikmat maka Tuhan juga akan memberikan hikmat itu. Amin

Tuesday, March 16, 2010

beban

Orang yang paling berbeban berat dan menyedihkan adalah mereka yang tidak bisa melihat beban orang lain selain beban mereka sendiri

Thursday, March 11, 2010

WAS JESUS REALLY FROM NAZARETH? באמת היה ישוע מנצרת

WAS JESUS REALLY FROM NAZARETH?

Jesus’ Hometown Discovered?

On December 21st, 2009, the Israel Antiquities Authority announced an archaeological discovery that may cause red faces for those who have doubted the New Testament’s historical accuracy. For the first time in history, archaeologists cite evidence of the 1st century town of Nazareth, the reputed hometown of Jesus.
Moreover, this discovery has the backing of scientists; Archaeologist Stephen Pfann, president of the University of The Holy Land, states: "It's the only witness that we have from that area that shows us what the walls and floors were like inside Nazareth in the first century."1
Although Nazareth exists today as a thriving Arab city of 65,000 in northern Israel, some scholars have believed it didn’t exist during Jesus’ lifetime. For example, the Encyclopedia Biblica in 1899 stated, “It is very doubtful whether the beautiful mountain village of Nazareth was really the dwelling-place of Jesus.”2
In 2006, American Atheist Press published a book by Rene Salm entitled, The Myth of Nazareth. The author summarized his argument before this recent discovery. He writes, “What must matter to all Christians, however, is the inescapable fact that the evangelists invented this basic element in the story of cosmic redemption. The proof is now at hand that ‘Jesus of Nazareth,’ a long-standing icon of Western civilization, is bogus.”3
In the face of this new discovery, Salm still defends the conclusions in his book. However, 1st century clay shards discovered in the Nazareth location seem to undermine his theory that Jesus’ hometown was mythical.
Archaeologists have also discovered other relics in recent times that confirm the existence of New Testament characters such as Pilate and Caiaphas (see, “Was Jesus a real person?” http://www.y-jesus.com/bornid_1.php).
Click here to continue reading “’Was Jesus Really from Nazareth ?”

What’s So Important About Nazareth?

So what’s the big deal about Nazareth, you might ask? According to a recent article by Frank Zindler on American Atheists’website, the question of whether or not the town existed during the first century is a huge deal.
In reviewing The Myth of Nazareth, Zindler explains the reason why to his largely atheistic audience. Zindler makes his point clear, writing:
“If it could be shown conclusively that 'Nazareth' did not exist at the time that Jesus and his family are supposed to have lived there… You get my intended point.” He further cites, “archaeological excavations of Jesus' home town make it absolutely certain—or at least as certain as any scientific argument can be—that the place now called Nazareth was not inhabited from around 730 BCE until sometime after 70 CE. This nasty fact is more than a mere inconvenience for those who seek historical facts in the Gospels.”4
Salm also argues its importance by writing, “If the tradition invented his hometown, then who can place faith in other aspects of the Jesus story, such as his virgin birth, miracles, crucifixion, or resurrection? Were these also invented? What, in other words, is left in the gospels of which the average Christian can be sure? What is left of his or her faith?”
Salm concludes his article in American Atheists’ article with these provocative words: Celebrate, freethinkers… Christianity as we know it may be finally coming to an end!” 5
In other words, if Nazareth didn’t exist in the 1st century, as the New Testament gospels state, then how do we know whether anything in the gospels is historically accurate? (see, “Are the gospels true?” http://www.y-jesus.com/jesusdoc_1.php)
But this coin has two sides to it. If indeed archaeologists have discovered 1st century Nazareth, what does that say about the reliability of the gospel accounts of Jesus? Christians see the discovery as an affirmation of their beliefs.
All of this points to an even bigger question: Who was the real Jesus of Nazareth? Certainly there are many opinions. Some say that he was simply a great moral teacher. Others believe he was a man who was made a legend by his followers. Historians tell us that he has changed the world more than any other person.
Christians believe that God actually visited us in the form of a man. A man unlike any other who has ever lived. But what did Jesus claim for himself, and what does the evidence tell us? To find out, see: http://www.y-jesus.com/jesuscomplex_1.php

Wednesday, March 10, 2010

Generasi Muda Harus Menjadi Garam

 “Selama ini potensi berlimpah ada dalam diri generasi muda tetapi dibiarkan saja, Tanpa mau berbagi kepada orang lain. Setiap individu diciptakan dengan kemampuan untuk memberikan rasa sedap bagi orang lain. Namun sayang sekali generasi muda selama ini mengabaikan peran tersebut. Mestinya generasi muda bisa menjadi garam. Hal tersebut dapat dipelajari lewat garam. Garam memiliki peran sosialnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Habelino Seradora Sawaki (H2S), Pendiri dan Ketua Umum I Pengurus Besar Gerakan Mahasiswa Papua Indonesia (PB GMPI).

Siapa orang tidak kenal garam, hanya masalahnya apa hubungan garam dengan generasi muda.

”Sugesti merupakan salah satu faktor terjadinya proses berlangsungnya interaksi sosial. Keberadaan generasi muda sebagai garam terus-menerus mengupayakan proses interaksi sosial. Garam bersifat aktif, terus berupaya, terus mengupayakan, maju terus. Dan intinya, memberikan bagi orang lain agar orang lain dan lingkungan menjadi punya taste,” ungkap Habelino Seradora Sawaki (H2S), yang juga mantan Presiden Mahasiswa Uncen ini.

Menurut Habelino Seradora Sawaki (H2S), sugesti seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain di luarnya. Secara mendasar makna sugesti dengan fungsi garam ada titik temunya. Dalam konteks peran generasi muda tampaknya sangat tepat. Garam memberikan rasa asinnya bagi masakan, sedangkan generasi muda memberikan kebaikan, kelebihan, berupa ide, gagasan atau perbuatan baik bagi orang lain.

”Generasi muda merupakan garam potensial. Sumber rasa garam gerenasi muda memiliki kandungan berlimbah bagi masyarakat. Jika belum sampai level masyarakat berikan rasa asin kepada teman dekat, sahabat, atau orang-orang sekitar. Rasa asin merupakan ciri khas masakan sedap. Apa artinya garam jika rasanya tawar,” ujar Habelino Seradora Sawaki (H2S) yang juga mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Uncen ini.

Dijelas oleh Habelino Seradora Sawaki (H2S), generasi muda pun memiliki peran strategis yaitu memberikan rasa sedap dalam masyarakat bukannya memberi rasa tawar. Maka sangat disayangkan gerenasi muda lebih banyak menahan rasa asin dalam dirinya. Mereka lebih banyak memberikan rasa asinnya bagi dirinya sendiri, bukan baik orang lain. Contoh, generasi muda pintar tetapi kepintaran itu dipakai untuk kepentingan dirinya sendiri. Tidak mau dibagikan kepada teman atau orang lain. Mereka tidak mau jika orang lain juga pintar bahkan lebih pintar dari dirinya.

Kalau mungkin jangan sampai orang lebih pintar bahkan sebisa mungkin orang lain bodoh bahkan lebih bodoh dari dirinya. Tentu pola pikir dan sikap demikian sangat bertentangan dengan hakekat peran garam yaitu memberikan rasa "taste" bagi orang lain. Memberi rasa diwujudkan bahwa bagaimana orang lain juga pintar. Karena generasi "garam" memiliki pola pikir setiap orang memiliki "rasa" hanya tidak dibagikan. Bagaimana orang lain bisa merasakan sedap jika garam tidak mau membagikan bagi orang lain.

”Setiap individu memerankan peran sosial yaitu memberikan rasa. Memberi rasa bagi masyarakat agar lebih sedap, lebih baik, lebih bermartabat. Banyak orang merasa khawatir jika rasa asin dalam dirinya habis ketika memberikan kepada orang lain. Pandangan demikian perlu dicerahkan bahwa rasa asin tidak akan habis meskipun dibagikan kepada banyak orang, dimana pun tempat dan kepada siapa pun,” ungkapnya.

Namun sebaliknya, jika rasa asin hanya disimpan saja maka garam menjadi tawar rasanya. Jika garam itu terasa tawar maka garam kehilangan fungsi sosialnya. Generasi muda harus memiliki tekad agar terus diberikan kesempatan untuk memberikan rasa asinnya kepada siapa pun. Selain tekad, juga keyakinan bahwa rasa asin ketika dibagikan maka saat itu pula ditambahkan rasa asin dari orang lain.

”Mantapkan dalam diri bahwa saya adalah garam. Garam berperan memberikan rasa "sedap" melalui apa pun kondisi diri. Dengan memberikan rasa artinya telah mensugesti orang lain agar orang lain lebih punya "taste". Rasa makin ditambahkan jika terus dibagikan, dialirkan kepada lingkungan sekitar. Maka bagikan rasa sedap sekarang juga demi kemartabatan masyarakat bangsa terlebih diri sendiri,” harap Habelino Seradora Sawaki (H2S).
Revolter Maikel

Monday, March 8, 2010

Thanks to God



Love


Noah's Ark ( Bahtera Nuh Di temukan di Turkey )

Powered By Blogger