Sunday, November 30, 2014

HUKUM DALAM PERSPEKTIF INTERAKSI DIGUMULI DALAM IMAN KRISTEN

Penulis: Prof. DR. J. E. Sahetapy, S. H.
Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan.
Menulis tentang hukum di Indonesia dewasa ini bukanlah suatu pekerjaan gampang. Itulah sebabnya tulisan ini sama sekali tidak mengandung sesuatu pretensi. Ia ditulis atas permintaan dalam suatu keadaan tergesa-gesa, meskipun benih pemikirannya sudah beberapa waktu yang lalu digumulinya. Mengingat keadaan yang mendesak, maka tulisan ini mengandung pokok-pokok pemikiran yang perlu dikupas lebih lanjut, baik faset historis kultural atau yang seperti saya pernah kemukakan dalam pidato pengukuhan saya, yaitu dari segi sobural (suatu akronim dari nilai-nilai sosial, aspek budaya, dan faktor struktural), dan tentu dari perspektif analisis theologis. Pengemukakan hal 'tergesa dan keadaan yang mendesak' bukanlah dalam rangka alasan pemaaf atau pembenar; sama sekali tidak. Usaha menulis ini bersifat apologetis dengan harapan dapat dikembangkan lebih lanjut.
Pekerjaan menulis bertalian dengan judul di atas sulit bilamana menggambarkan hukum dalam perspektif interaksi masa kini dalam masyarakat Indonesia. Ada banyak alasan untuk mengatakan seperti itu, tetapi dalam konteks penulisan kali ini hal itu tidaklah relevan untuk dibahas. Untuk itu dimintakan pengertian dan klemensi. Akan makin lebih sulit kalau hukum di Indonesia dewasa ini dalam perspektif hukum dalam geraknya di gumuli dalam iman Kristiani.
Mengapa harus digumuli dalam iman Kristiani? Tidak cukupkah kalau hukum dalam geraknya dikaji berdasarkan Weltanschauung Pancasila? Bertalian dengan pertanyaan yang kedua, meskipun belum banyak dikupas, pernah ada usaha ke arah itu. Tentang pertanyaan pertama sepanjang yang saya ketahui oleh orang Indonesia belum ada. Kalaupun ada, pembahasan itu menyangkut aspek legalistik positivistik daripada hukum dengan dibumbui pemikiran filosofis. Suatu penulisan bertalian dengan perspektif fungsionalisme digumuli dalam iman Kristiani oleh orang Indonesia belum pernah saya membacanya.
Mungkin ada yang berpendapat bahwa kuranglah adil, kuranglah benar, dan kurang dapat dipertanggungjawabkan kalau hukum dewasa ini di Indonesia dianalisis dari perspektif iman Kristiani. Dikaji dari iman Kristiani membawa konsekuensi tiadanya kesamaan pangkal tolak. Pangkal tolak, demikian argumentasi itu, haruslah sama mengingat ada berbagai faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, antara lain, pelbagai agama non-Kristiani. Selain itu perlu diketahui bahwa sumber segala sumber hukum adalah Pancasila dan negara Republik Indonesia bukanlah negara agama dan bukan pula negara sekuler. Argumentasi lain, demikian dalam 'trant' dialog Socrates, penulisan dalam pergumulan iman Kristiani memungkinkan mengingat sila yang pertama dari Pancasila.
Argumentasi pro dan kontra ataupun suatu dialog Socrates mengingatkan saya pada usaha menjebak Yesus supaya Yesus mengucapkan penghinaan politik terhadap Kekuasaan pemerintah Romawi. Matius 22:15-22 memberikan gambaran yang jelas dan oleh karena itu ucapan Sang Messias itu haruslah selalu diingat oleh mereka yang bukan saja mengakui, tetapi terutama yang menerima dan yang menghayati secara pribadi Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." (Matius 22:21). Hukum memang memberikan pelbagai dimensi untuk dikaji. Lazimnya orang membahasnya dari segi legalistik positivistik. Pengkajian yang demikian, demikian pula dari segi fungsionalisme, rasanya tidak terlalu sulit. Hambatan-hambatan kalau ada, acapkali menyangkut aspek-aspek teoritis dan filosofis. Kalaupun ada ancaman maka ancaman itu berupa macan kertas. Lain halnya kalau dikupas, apalagi kalau ditanggalkan busananya bertalian dengan hukum dalam geraknya. Di situ akan ditemui banyak musibah terselubung. Masalahnya tidak lagi menyangkut undang-undang itu 'an sich', melainkan mengungkapkan praktek penegak hukum yang mencampuradukkan antara wewenang lembaga dan penyalahgunaan kekuasaan sampai kepada perbuatan-perbuatan tercela. Dengan demikian orang lebih suka menggambarkan wajah hukum yang kelihatan, dan yang di balik itu, yang ada tetapi dikatakan tiada, yang terlihat tetapi tidak kelihatan, yang terasa sakit tetapi kelihatan sehat, orang menjadi 'wegah' untuk mengungkapkannya. Di situlah justru iman Kristiani akan tampak dalam sepak terjang para penegak hukum kalau dihayati Matius 5:48; "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." Itu berarti hukum tidak hanya menggambarkan seperangkat nilai yang bertalian dengan perintah dan atau larangan, hukum tidak hanya menggambarkan adanya kepatuhan dan ketertiban, hukum tidak hanya menggambarkan tinggi atau rendahnya budaya hukum itu sendiri, melainkan dalam perspektif hukum dalam geraknya, yang pertama-tama dan terutama para penegak hukum harus menggambarkan keberadaan dan penghayatan iman kepada Kristus Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Matius menulis demikian: "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga." (Matius 5:17-19).
Dalam konteks iman Kristiani Yesus Kristus adalah realisasi yang paling sempurna daripada hukum itu sendiri dan oleh karena itu pencerminan hukum dalam geraknya adalah pencerminan daripada perbuatan dan perilaku Yesus Kristus. Dengan perkataan lain: Yesus Kristus adalah Jalan dan Kebenaran dan Hidup (Yohanes 14:6). Siapa yang menjadi penegak hukum ia harus memiliki Terang (Yohanes 8:12) agar ia tidak berjalan dalam kegelapan dengan menyalahgunakan kekuasaan, pemerasan, melakukan korupsi dan sebagainya. Tetapi Terang itu harus bercahaya dalam hati atau insan kamilnya agar ia tetap dalam FirmanKu dan dengan demikian ia akan mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan dia dari segala bentuk penyelewengan dan perhambaan kepada kuasa-kuasa kegelapan. (Cf. Matius 8:31-32).
Tetapi Yesus juga memperingatkan: "Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya." (Matius 23:3). Itulah sebabnya Tuhan Yesus menghendaki agar kita tidak munafik, ibarat berpakaian hukum tetapi berhati penyamun, bermata pezina, bertangan pembunuh dan berwajah koruptor. Dalam bahasa awam: satunya kata dengan perbuatan, satunya mulut dengan tindakan.
Donald Guthrie dalam 'New Testament Theology' (Inter-Varsity, 1981, h. 679). Menulis: "Jesus summarized the law and the prophets in what has come to be known as the golden rule ('Whatever you wish that, men would do to you, do so to them', Mt. 7:12). This interpretation of the essence of the law robs it of its legalism without denigrating it. Luke 6:31 records the same precept, but does not mention the law and prophets."
Orang tidak perlu belajar hukum dan atau bergelar sarjana hukum untuk menimbang, merasakan, dan atau menghayati keadilan. Setiap orang yang setia kepada Firman Tuhan seharusnya tahu apa yang ia harus laksanakan kalau itu memang diwajibkan oleh hukum. Sayang, acapkali orang hanya tahu haknya dan tidak mau tahu kewajibannya. Oleh karena itu dapatlah dimengerti kalau orang awam acapkali menjadi bingung melihat dan atau membaca pelbagai peristiwa yang bertalian dengan masalah penegakan hukum dewasa ini. Orang awam membaca tentang adanya korupsi tetapi ternyata belum atau tidak ditindak. Bahkan kalaupun orang awam melihat permainan akrobatik yang menyelubungi permainan korupsi, ia mungkin bisa frustrasi. Orang awam membaca tentang keributan pers bertalian dengan mafia di pengadilan. Oleh karena ia orang awam, ia bertanya: apakah itu mungkin! Ia lupa kepada Pengkhotbah 3:16 dan tidak menyadari betapa jahatnya manusia yang tidak takut akan Tuhan (Pengkhotbah 8:11-13).
Orang awam melihat dan mungkin merasakan penyalahgunaan kekuasaan, tetapi sebagai rakyat kecil ia hanya bisa belajar bersabar dalam doa dan iman. Orang awam melihat begitu banyak rumah ibadah dibangun dibanding dengan masa lampau, tetapi dengan penuh keheranan bercampur kekuatiran ia melihat merajalelanya kejahatan. Orang awam menyaksikan berbondong-bondong kaum agama dari pelbagai agama menjalankan kewajiban agama dan ia bertanya: mengapa kejahatan tidak berkurang! Orang awam mendengar dan atau menyaksikan banyak pidato dan wejangan, tetapi dengan penuh kesedihan ia menyaksikan tiadanya satu kata dengan perbuatan dan satunya mulut dengan tindakan. Orang awam bertanya dan sebagai awam ia mulai mencari alasan dan berteori. Orang awam seperti ini masih harus belajar dari pengalaman Nikodemus (Yohanes 3:1-21). Yesus berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." Demikian pula: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh." (Yohanes 3:3,5-6). Orang yang menerima Yesus Kristus secara pribadi sebagai Tuhan dan Juru Selamat tidak akan kecewa, tidak akan bimbang, bingung ataupun frustrasi, melihat dan mendengar pelbagai kejahatan, penyelewengan, dan kemunafikan yang kini terjadi, baik dalam lembaga sekuler maupun dalam lembaga keagamaan. Lihatlah betapa Pengkhotbah 3:16 telah memperingatkan; demikian pula dalam Wahyu 18:4-5. Untuk diketahui, Pengkhotbah (Qohelet) telah meletakkan suatu pemikiran teologis yang sungguh sangat dalam yang bersifat apologetis.
Ketidakadilan, kesewenangan, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan kemunafikan, hanyalah tanda bahwa Kasih dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus sudah tiada atau telah luntur. Tetapi begitulah dasar manusia yang tidak takut kepada Tuhan dan oleh karena itu orang-orang kudus perlu tabah dalam iman (Wahyu 13:10). Banyak orang yang tidak percaya bekerja keras untuk memperoleh keselamatan. Mereka lupa bahwa tidak ada jalan lain yang menuju kepada Keselamatan hanya melalui Kristus Yesus (Yohanes 14:6). Tidaklah mengherankan kalau mereka yang memperoleh harta kejayaan secara haram melalui korupsi mencoba `menyuap' Tuhan. Sebagian dari penghasilan haram pada waktu hari raya keagamaan diberikan berupa amal atau disumbangkan kepada lembaga keagamaan dengan harapan tersembunyi agar Tuhan mengampuni dosa mereka. Mereka lupa bahwa Tuhan tidak bisa dibeli seperti mereka sudah biasa dibeli dalam penyalahgunaan wewenang mereka. Mereka lupa seperti Nikodemus bahwa pertobatan yang sejati hanyalah di dalam dan melalui Yesus Kristus (Lukas 5:32 dan Kisah para Rasul 3:19).

GERAKAN KHARISMATIK: GERAKAN TRANSENDENTALISASI?

Penulis: Daniel Lucas
"Di dalam pelayanan dan khotbah, saya cenderung tidak memakai otak saya, biar Roh Kudus yang bekerja sepenuhnya", "Kalau saya berdoa, akal saya ini saya buang, sebab kalau akal ini saya pakai, saya tidak akan berhasil untuk berdoa di dalam Roh..."
Pernahkah Anda mendengar seseorang - entah ia seorang awam atau seorang pengkhotbah - mengatakan kalimat yang nadanya persis atau mirip, dengan contoh kalimat di atas? Atau, Anda sendiri pernah mengatakannya baik kepada teman sesama anggota jemaat ataupun di persekutuan-persekutuan?
Syukur alhamdullilah, ternyata kebanyakan Anda, pembaca. Pelita Zaman, termasuk di dalam kelompok yang pernah mendengar (minimum, tentu saja, menurut praduga saya). Lalu, pertanyaannya adalah: apakah Anda setuju atau tidak setuju dengan kalimat tersebut? Bagaimana Anda mengkajinya? Inilah yang akan kita simak bersama-sama.
Tentu saja ada beberapa alternatif kemungkinan maksud kalimat tersebut. Pertama, mungkin ia sebetulnya hendak mengatakan bahwa ia tidak berani memforsir penggunaan rasionya untuk urusan rohani, ia tidak berani mengandalkan rasio sebab rasio itu picik, korup, dibutakan Iblis, terbatas, serta berada di bawah kuasa dosa. Bukankah Calvin sendiri menganggap bahwa rasio senantiasa dipengaruhi oleh 'radix cordis', yakni akar hati kita yang bobrok? Bahkan, bukankah Luther menyebutnya dengan lebih tajam lagi: rasio itu bagaikan 'si pelacur tua' ('tua' di sini bukan umurnya, tapi pengalamannya), yakni yang selalu setia kepada serangkaian pacar, demikian pula rasio yang sebentar-bentar setia kepada Allah, kemudian beralih setia kepada ilah zaman ini?
Kedua, mungkin orang yang mengucapkan kata-kata tersebut belum bisa (atau belum mau) membedakan antara fungsi fakulti rasio dengan fakulti emosi, atau antara fungsi rasio yang korup dengan rasio yang sudah dipalingkan kepada Kristus. Ia memakai rasionya, tetapi tidak mengaku bahwa ia sedang memakainya. Dapat kita bayangkan betapa pusingnya seorang pendeta apabila seluruh anggota jemaatnya plus majelisnya secara koor mengatakan bahwa mulai sekarang mereka akan melayani secara full dan aktif, tetapi dengan tidak memakai otak.
Ketiga, kemungkinan orang itu mendengar perkataan seperti itu, lalu ia merasakan kalimat itu sangat mengena bagi dirinya dalam konteks zaman ini. Ini berarti orang itu menerima semacam 'oral tradition' dalam satu paket pengaruh filsafat zaman yang sudah meresap secara perlahan-lahan tetapi meyakinkan. Kami katakan demikian untuk mengingatkan agar kita tidak lupa bahwa sesungguhnya filsafat adalah suatu ilmu yang pengaruhnya sangat halus, licin serta tersembunyi (perh. peringatan Paulus dalam Kolose 2:8). Maka yang kerapkali terjadi adalah bukan tentang apa yang kita pikirkan, melainkan dengan apa yang kita pikirkan.
Untuk meyakinkan anda, cobalah anda buka kembali buku-buku Sejarah Gereja dan Sejarah Teologia yang pasti ada bagian tertentunya yang berkisah tentang tokoh-tokoh seperti Tertullian, Pascal atau Kierkegaard. Mereka, tentu saja, merupakan pendahulu-pendahulu kita yang memberikan sumbangsih yang besar dalam dunia teologia. Tidak layak bagi saya mengeritik, apalagi mendiskreditkan mereka. Hanya satu saja catatan, bahwa merekalah mata rantai yang memisahkan atau menceraikan iman dan rasio. Ada dunianya iman, ada dunianya rasio. Tertullian bahkan mengatakan "I believe because it is absurd", saya percaya oleh karena hal itu tidak masuk akal. Inilah yang disebut Berkouwer sebagai "a blind submission to an 'exterior' revelation or an 'exterior' authority", suatu keyakinan sembarangan yang mengaitkan diri kepada objek penyataan atau otoritas yang ada 'di luar sana' (A Half Century of Theology, Eerdmans, 1979, h. 149). Oleh sebab itulah perkataan Tertullian ini - beserta dengan segenap keyakinannya yang mengacu begitu lekat dengan doktrin Roh Kudus - menarik perhatian kita. Dengan demikian, boleh dikata, Tertullianlah yang menjadi pelopor gerakan antirasionalitas atau gerakan transendentalisasi di dalam tubuh Kekristenan.

etiap manusia mempunyai kecenderungan untuk melakukan transendentalisasi, karena ia - sekalipun dalam status keberdosaannya - masih tetap menyimpan sisa-sisa gambar
Allah. Thielicke menyebutkan istilah 'innate conscience' untuk menggambarkan bahwa di dalam keberadaan manusia ia masih dapat sadar akan hukum-hukum Allah berdasarkan Roma 2:14-15 (The Evangelical Faith, vol. 1, Eerdmans, Grand Rapids, 1977, h. 144). Sehingga manusia secara otomatis mempunyai kebutuhan untuk berdekat kepada kuasa yang ada di luar dirinya sendiri. Secara sadar atau tidak, ia tahu bahwa dari dirinya yang fana ia sulit mengisi kebutuhan tersebut. Oleh sebab itu ia melakukan usaha-usaha 'selftranscendence'.
Maka definisi transendentalisasi yang saya maksudkan adalah usaha manusia yang ingin melepaskan diri dari ikatan atau keterbatasan naturnya.- Ia sadar bahwa ia manusia. lapun sadar bahwa di luar dirinya ada keberadaan lain yang lebih tinggi atau lebih sempurna. Tetapi realita hidup sekarang ini ternyata tidak seindah dan sesempurna bayangannya. Dari sinilah ia memikirkan harus ada jalan keluarnya.
Namun yang menjadi masalahnya adalah: manusia telah mempergunakan segenap potensi dan dorongan itu untuk membentuk pemikiran, kesimpulan serta pandang semesta -(world view) mereka masing-masing. Sehingga dari sana lahirlah berbagai kebenaran yang memutlakkan diri di dalam kerelatifan, rasio yang bersimaharaja, atau keyakinan yang berubah menjadi fanatisme.
Apabila proses ini berlangsung lama pada diri seseorang atau satu kelompok, ia akan membuahkan sejenis isme atau aliran yang mapan. Misalnya, pada mistisisme terdapat kecenderungan menolak pengetahuan tentang Allah melalui pikiran. Jika mengganggu, pikiran harus diskors. Pengetahuan tentang Allah harus melalui jalur pengalaman. Setelah itu barulah manusia bisa bersatu dengan 'Allah'. Ini adalah unsur yang paling hakiki dari aliran kepercayaan serta agama Timur (Hindu dan Budha). Warna keyakinan yang serupa inilah yang menonjol di dalam Gerakan Kharismatik, yakni mereka mengakui bahwa apa yang mereka lakukan itu tidak dapat dikomunikasikan, kecuali orang tersebut juga mempunyai pengalaman yang sama.

Apa yang menjadi reaksi anda yang pertama sekali ketika mendengar kata 'kharismatik? Apakah anda mempunyai kesan atau respons yang sama sekali negatif? Jikalau ya, maka kelanjutan daripada dialog kita akan menjadi kurang mesra. Kemungkinan ini disebabkan anda menolak tata ibadah, kebiasaan atau praktek karunia tertentu yang menonjol di dalam persekutuan-persekutuan Kharismatik. Tetapi harus diingat bahwa kata 'kharismatik' (huruf k kecil) mempunyai konotasi umum yang artinya 'berkarunia' (Yn. charisma, charismata). Jadi, Gereja, atau setiap orang Kristen khususnya, seyogyanya mempunyai ciri kharismatik, meskipun ia bukan salah seorang anggota persekutuan Kharismatik.
Maka, setiap orang Kristen harus memahami bahwa karunia-karunia Roh datangnya daripada Roh Kudus sendiri (I Kor. 12:4,7, 11). Roh Kudus memilih siapa yang dikehendakiNya untuk memperoleh karunia-karunia tertentu. Sebab itu, karunia yang kelihatannya paling lemah atau yang kurang diperlukan (menurut penilaian kita) juga penting, bahkan menurut Paulus, bisa menjadi paling dibutuhkan (I Kor. 12:22).
Dengan demikian setiap orang Kristen adalah unik di hadapan Tuhan dan manusia, karena kepada setiap orang Kristen diberikan paling sedikit satu macam karunia. Karunia anda dan karunia saya masing-masing unik. Sehingga, apabila kita tidak memiliki karunia-karunia tertentu yang dipunyai orang lain, kita tidak perlu iri apalagi sampai memaksa (Tuhan atau diri sendiri) supaya dapat. Kita boleh, tentu saja, mengharapkan atau memintanya kepada Tuhan (I Kor 12:31). Namun apabila kita tidak puas karena tidak didistribusikan lalu meniru-niru serta memalsukan karunia tertentu, kita berdosa besar di hadapan, Tuhan. Jikalau demikian, maka drama akhir zaman seperti yang digambarkan Matius 7:21-23 pasti akan terjadi, sebab pada titik inilah karunia-karunia tidak mampu melegalisir masuk tidaknya seseorang ke dalam kerajaan Sorga.
Sebaliknya, kitapun tidak boleh memaksa orang lain harus memiliki karunia yang sama seperti yang kita miliki, karena tidak mungkin semua orang memiliki karunia yang sama (I Kor. 12:28-30, pertanyaan retoris Paulus yang tidak perlu dijawab).
Nah, apabila semua prinsip umum di atas dapat kita setujui bersama, kita akan melihat satu titik lain lagi, yang merupakan titik krusial yang membedakan apakah seseorang bisa kita kategorikan sebagai Kharismatik yang kharismatik atau sebagai Kharismatik yang transendentalistis.
Paulus, hamba Tuhan yang full kharismatik itu, mengatakan demikian: "Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku" (I Kor. 14:15). Apa maksudnya?
Sederhana saja. Bagi Paulus di dalam beribadah dan menyembah Allah orang Kristen harus menjaga keseimbangan fungsi roh dan fungsi rasionya. Dengan lain perkataan, di dalam berdoa atau menyanyi atau menyembah Tuhan, rasio kita tidak boleh diskors. Penalaran harus lancar. Bahasa harus jelas dan dapat dimengerti (perhatikan I Korintus 14:9 di mana Paulus memakai kata 'eusemos' yang artinya 'intelligible', 'clear', 'easily understood', jelas dan dapat difahami). Sebab apabila setiap orang Kristen hanya berdoa dan menyanyi di dalam roh secara mistis saja, orang lain tidak akan tahu apa yang kita katakan (14:16) dan ia "tidak dibangun olehnya" (14:17; azas manfaatnya nol).
Jelas di sini Paulus sangat berhati-hati din teliti sekali: orang Kristen harus tidak menjadi transendentalistis. Kekristenan tidak sama dengan mistisisme. Kekristenan menolak TM (Transcendental Meditation). Kekristenan tidak boleh kecipratan panteisme dengan segala bentuknya. Kekristenan, sekali lagi, bukan kebatinan.
Biarlah mereka yang masih betah bergerak di dalam lingkaran pengalaman transendentalistis seperti itu senantiasa mengingat satu hal, bahwa Kekristenan tidak dibangun di atas dasar pengalaman manusia. Kekristenan kita dan iman kita mengacu pada penyataan Allah yang objektif serta yang memadai, yaitu Alkitab. Kami katakan demikian karena ada salah satu pendapat yang sangat berbahaya yang selalu diajarkan di mana-mana oleh para penganut Kharismatik Transendentalistis, yaitu bahwa pengalaman mereka harus juga merupakan pengalaman Gereja atau seluruh umat Kristen masa kini. Apakah betul? Mestikah setiap orang mengalami pertobatan seperti Paulus (Kisah 9) sehingga baru dianggap benar-benar sungguh dan efektif pertobatannya? Haruskah setiap orang Kristen berglosolalia?
Pengalaman seseorang (sekalipun yang terjadi seperti yang tercatat dalam Alkitab) harus dibedakan dengan doktrin dan prinsip Alkitab secara keseluruhan. Tidak ada pengalaman manusia yang dapat menjadi patokan untuk menggantikan firman Tuhan. Sebaliknya, setiap bentuk pengalaman serta fenomena tingkah laku manusia harus diteliti melalui prinsip dasar firman Tuhan yang tidak pernah berubah.
Donald Bridge secara tepat dan objektif mengemukakan hal yang sama:
Umat Kristen dari segala aliran hendaknya selalu berjaga-jaga terhadap kecenderungan untuk memaksa orang lain mempunyai pengalaman menurut pola pengalaman mereka sendiri, betapapun berharga dan berartinya pengalaman mereka itu. Inilah yang selama ini merupakan salah satu dosa (!) yang senantiasa mengancam orang-orang Kristen Injili pada zaman sekarang. Dogmatisme semacam ini ... sebenarnya menghina Allah karena tidak mau mengakui keanekaragaman sifat manusia, dan dapat mengakibatkan kepahitan dan perpecahan. Memang sudah sewajarnya orang-orang menolak kediktatoran rohani semacam itu. (Karunia-karunia Roh dan Jemaat, Kalam Hidup, h. 165).


GERAKAN ZAMAN BARU (NEW AGE MOVEMENT)

Penulis: Herlianto149
Dewasa ini, sejalan dengan kemajuan teknologi yang luar biasa memasuki era industri super dan informasi, banyak orang mengalami kekosongan batin. Hal ini menarik untuk disimak, sebab bila faham rasionalisme beranggapan bahwa kemajuan teknologi karena rasio, dianggap akan menjadikan manusia menjadi dewasa (comes of age) dan tidak lagi memerlukan agama, di akhir abad ke-20 ini kita melihat kehausan yang luar biasa dalam mencari kembali agama-agama, nilai-nilai spiritual, dan hal-hal yang adikodrati.
John Naisbitt dalam bukunya yang terkenal Megatrends 2000 mengemukakan dalam salah satu Babnya bahwa memasuki dasawarsa terakhir menjelang tahun 2000 ini, salah satu kecenderungan besar yang terjadi di dunia adalah terjadinya "Kebangkitan Agama dan Gerakan Zaman Baru". Gerakan Zaman Baru atau New Age Movement adalah suatu gerakan yang dalam banyak segi mengambil tema-tema Kristen, tetapi dengan pengertian yang berbeda. Berbeda dengan agama-agama pada umumnya, Gerakan Zaman Baru tidak merupakan agama dengan organisasi, imam-imam, serta ritusnya, tetapi merupakan suatu faham falsafah kehidupan yang meresapi segala aspek kehidupan manusia, dan tanpa disadari meluas ke seluruh dunia tanpa bisa dibendung lagi, bahkan pengaruhnya juga telah memasuki Kekristenan dalam berbagai-bagai bentuk.
Gerakan Zaman Baru bukan saja menyatakan diri dalam bentuk agama, tetapi menyatakan diri pula dalam berbagai-bagai manifestasi kekuatan-kekuatan sosial, politik, dan melalui berbagai-bagai payung ilmu pengetahuan, baik sosiologi, teologia, ilmu fisika, kedokteran, antropologi, sejarah, gerakan pengembangan pribadi, olahraga, maupun fiksi sains!

Gerakan Zaman Baru disadari atau tidak pada masa kini dengan mudah dapat dijumpai gejala-gejalanya dalam bentuk-bentuk yang berikut:
1. Tumbuh kebangkitan kembali faham panteisme (kebatinan) di seluruh dunia seperti Hinduisme, Buddhisme, Taoisme, Kebatinan dan Perdukunan, terutama yang dipopulerkan melalui penyebaran buku-buku yang sekarang dapat dijumpai dalam jumlah banyak di toko buku.
2. Ilmu pengetahuan yang dahulunya bersifat rasional dan menolak hal-hal yang bernafaskan keagamaan yang dianggapnya sebagai irasional, belakangan ini malah mengelu-elukan ajaran Timur. Ahli psikologi Carl Jung cukup banyak berorientasi kepada ajaran Zen Buddhisme, bahkan masa kini pun, psikologi modern sudah banyak memasukkan ajaran-ajaran Zen dan kebatinan timur dalam psikoterapi dan pandangannya, seperti dalam Transpersonal Psychology. Buku berjudul Tao of Physics yang ditulis oleh ilmuwan Fritjof Capra sekarang menjadi populer di kalangan para ilmuwan, ia memadukan faham panteisme dengan teori kuantum dalam fisika modern.
3. Faham Gerakan Zaman Baru menyebar melalui mass media. Banyak film-film masa kini yang berfalsafahkan panteisme seperti Star Wars, Poltergeist, Encounter of the Third Kind, termasuk juga cerita-cerita silat; film-film kartun TVRI seperti Ghost Busters, The Centurion, He Man, Skyhawk pada prinsipnya menggambarkan dua kekuatan semesta yang bersifat baik dan buruk yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk bertempur tanpa habis-habisnya, bahkan film serial TV Kungfu dan kartun Ninja Turtles dengan jelas mempromosikan falsafah Taoisme dan Buddhisme.
4. Banyak lagu-lagu pop dan rock bernafaskan pemujaan alam panteisme yang mulai dipopulerkan oleh kelompok rock The Beatles sejak mereka mengikuti guru kebatinan Maharishi Mahesh Yogi di India, dan selanjutnya dipopulerkan oleh banyak grup-grup musik rock lainnya.
5. Pengaruh panteisme meresapi masyarakat melalui senam-senam kesehatan dan meditasi yang dilakukan secara masal. Di Amerika Serikat Trancendental Meditation (TM) memasuki sekolah-sekolah, sedang di Indonesia, baik Tai Chi, Waitankung (dengan nama Senam Tera Indonesia), dan Silat-silat Tenaga Dalam banyak dipopulerkan media massa. Pengobatan kebatinan juga sudah Lama dipraktekkan di Indonesia, seperti misalnya akupunktur, pijat refleksi, penyembuhan dengan prana. Di Yogyakarta sudah didirikan Klinik Paranormal.
6. Pengaruh pemikiran panteisme juga secara halus memasuki dunia professional dan executive melalui seminar-seminar seperti antara lain Human Potential Movement, Teknik Relaksasi, Biofeedback, Biorythms, dan Holistic Health Movement. Di Indonesia gejala demikian terlihat dengan makin populernya gerakan paranormal dan seminar-seminar tenaga dalam dan kursus-kursus pengembangan pribadi.
7. Di Indonesia kepercayaan kebatinan sudah menempatkan dirinya di jajaran agama-agama besar, demikian juga dewasa ini praktek-praktek klenik seperti perdukunan dan okultisme bangkit kembali dan makin meluas di kalangan masyarakat modern. Penyembahan ke Gunung Kawi juga semakin populer (Intisari, Maret 1991).
8. Terjadi kebangunan kembali kepercayaan-kepercayaan akan pengaruh alam terhadap kehidupan manusia seperti dapat dilihat dengan populernya secara terbuka di kalangan arsitektur, kepercayaan Feng Shui/Hong Sui/Geomancy dalam menentukan tata letak gedung, rumah dan kuburan, dan kepercayaan perbintangan astrologi dan nujum (Gwa mia) yang banyak dijumpai di surat-surat kabar dan majalah dalam bentuk ruang horoskop.
9. Belakangan ini makin banyak dipopulerkan kehidupan alami dengan makan-makanan vegetaris, yaitu hanya makan tumbuh-tumbuhan demi menuju kesehatan yang holistis, yang sebenarnya bukan berasal dari pandangan kesehatan medis, tetapi lebih pada pandangan bahwa makhluk hidup termasuk hewan mempunyai sifat ilahi sama dengan manusia, dan juga dengan adanya anggapan penerusan roh dalam penjelmaan hidup yang mencakup segala macam makhluk hidup (reinkarnasi).
10. Satu hal yang makin banyak terjadi pada masa kini di Indonesia adalah sinkretisasi praktek beberapa gereja dengan ajaran zaman baru, yang terlihat dengan adanya gereja-gereja yang membuka kelas-kelas meditasi seperti Yoga, latihan-latihan senam dengan konsentrasi, maupun membuka kelas-kelas latihan waitankung/ tai chi/olah tenaga di lingkungan gerejanya. Di pihak lain di kalangan kharismatik (kebatinan Kristen) makin subur gerakan Inner Healing, dimensi keempat dan Teologia Sukses yang merupakan pencampuran Kekristenan dengan faham Gerakan Zaman Baru, telah pula memasuki Kekristenan tanpa disadari. Demikian juga faham universalisme sudah pula memasuki ajaran beberapa pendeta pula, yaitu adanya anggapan bahwa "semua agama itu sama dan menyembah Tuhan yang sama, yaitu yang SATU itu".
Di tengah-tengah pengaruh reasionalisme dan materialisme yang makin tidak manusiawi, kita melihat kebangunan Gerakan Zaman Baru yang menawarkan "pengubahan (transformasi) tatanan masyarakat, ekonomi dan politik" melalui pengalaman yang bersifat alami.
Faham agama yang mendasari pemikiran Gerakan Zaman Baru adalah agama-agama alam (panteisme) kuno dan terutama yang berakar kuat khususnya di India dan Cina, dan dapat dikatakan bahwa Gerakan Zaman Baru menghidupkan kembali ajaran reinkarnasi ke dalam jubah psikologi, ilmu pengetahuan dan teknologi humanistis dari Barat. Ini juga mencakup perkembangan dari apa yang dipopulerkan sebagai self actualization (aktualisasi diri) dari Abraham Maslow sampai pada praktek Transcendental Meditation dari Maharishi Mahesh Yogi.
Istilah New Age mulai secara terbuka menjadi istilah umum sejak tahun 1970-an setelah terbitnya di Amerika Serikat buku karangan Mark Satin berjudul New Age Politics dan beredarnya jurnal New Age Journal, kemudian disusul buku Bari Marilyn Ferguson berjudul Aquarian Conspiracy. Gerakan ini makin terkenal di tahun 1980-an karena dipopulerkan oleh bintang film Shirley MacLaine yang dalam bukunya Out of My Limb mengemukakan pertobatannya kepada ajaran New Age, dan menyaksikan pengalaman-pengalaman seperti Out of The Body Experience, Trance Channeling, dan pengembaraannya dalam dunia/alam yang tidak kelihatan. Dalam bukunya yang lain berjudul Dancing in the Light, ia masuk lebih dalam kepada pengalaman yoga, reinkarnasi, mantera-mantera Hindu, dan meditasi, serta menyebutkan bahwa "tiap-tiap manusia adalah tuhan", hanya manusia belum menyadarinya.
Pada prinsipnya Gerakan Zaman Baru/New Age mempercayai adanya kenyataan, bahwa:
Dunia mengalami terobosan baru, di mana "Yang tak terbatas/tak terhingga" itu membuka jalan kepada suatu Tata Dunia Baru yang penuh kemuliaan, perdamaian, kelimpahan, dan kesempurnaan. Kekayaan dan sukses adalah hak dan bukti sifat ilahi manusia!
Ciri-ciri pengikut Gerakan Zaman Baru ini bisa dilihat dari lambang-lambang yang mereka gunakan, seperti antara lain pelangi, piramida, segitiga, mata dalam segitiga, kuda bertanduk (unicorn), kuda berkepala manusia, lingkaran konsentris, berkas cahaya, swastika, yin-yang, kepala kambing di atas pentagram, dan juga angka 666.

Untuk mengerti dengan lebih jelas hakekat Gerakan Zaman Baru ini, kita dapat melihat dari beberapa pokok ajarannya yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
WAHYU
Gerakan Zaman Baru mempercayai adanya wahyu yang khusus dan torus menerus (semacam wangsit) dari kekuatan/misteri semesta (macro cosmos) itu kepada manusia (micro cosmos) melalui perantara-perantara (mediator) seperti nabi-nabi agama, medium, channeler dukun yang dalam kepercayaan Hindu disebut sebagai Avatar (ingat ajaran Sai Baba).
TUHAN
Pandangan mengenai Tuhan adalah bersifat panteisme, yang mempercayai bahwa semua adalah tuhan dan tuhan adalah semua. Yang disebut Tuhan tidak lain adalah suatu kekuatan (power/force), kesadaran atau energi kosmis yang tidak berpribadi (macro cosmos). Yang mereka sebut sebagai Tuhan (kekuatan semesta) pada dasarnya baik dan menjadi sumber kebaikan (monisme), tetapi sekaligus mempunyai sisi terang maupun gelap dalam dirinya. (Ingat konsep Yin dan Yang dalam Taoisme.)
MESIAS
Pandangan mengenai Mesias mirip pandangan tentang Kristus, hanya dalam Gerakan Zaman Baru dipercaya akan hadirnya seorang manusia Tokoh Dunia yang bersifat mistik dan okultisme yang akan menjadi tokoh pemersatu dunia dan penggerak dunia ke arah pembangunan suatu Tata Dunia Baru (New Age Order). Tokoh mesianis itu merupakan akhir dari kehadiran para avatar atau tokoh agama, yang akan muncul pada zaman keemasan di akhir zaman Aquarius.
SETAN
Di dalam New Age tidak ada kepercayaan tentang eksistensi setan. Yang disebut setan adalah aspek negatif dari keilahian, aspek negatif/kejahatan yaitu bila terjadi ketidakseimbangan atau ketidakharmonisan kosmis itu. Jadi, tidak diakui adanya setan yang berpribadi.
MANUSIA
Manusia adalah bagian kecil (micro cosmos) dari energi kosmis (macro cosmos) dan mempunyai sifat ilahi dalam dirinya, atau dapat dikatakan bahwa manusia adalah ilah juga, karena itu manusia pada dasarnya baik. Karena manusia adalah energi/roh yang merupakan bagian dari energi/roh semesta, sifat manusia juga tidak terbatas dan kekal, karena itu ada kepercayaan kuat akan reinkarnasi (menjelma kembali dalam bentuk makhluk lain sesudah mati) yang merupakan bukti penerusan energi/roh kekal itu. Hubungan manusia dengan tuhan dilakukan dengan meditasi yang berarti menyatukan din dengan sumber asalnya.
IMAN
Iman dalam pengertian agama yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya, dimengerti dalam Gerakan Zaman Baru sebagai potensi manusia/ kekuatan batin berupa energi dalam dirinya, jadi bersifat subjektif yang merupakan aspek kehendak manusia atau motivasi manusia itu sendiri. Prinsip kekuatan hidup (life force) atau energi vital itu merata ada pada semua cabang Gerakan Zaman Baru, seperti potensi Chi/ Ki (Tao/Zen), Prana dan Kun dalini (Hindu), Api Ilahi (Theosophy), kekuatan jiwa/mana (Polinesia), Bioplasme (Parapsikologi), Sinar Astral, Energi Vital, Bio Energi.
DOA
Bila dalam agama dikenal doa yang merupakan usaha menjalin hubungan/berdialog dengan Tuhan, maka dalam Gerakan Zaman Baru hanya dikenal meditasi/semedi atau perenungan/konsentrasi yang maksudnya adalah penyatuan diri dengan roh semesta. Jadi, bila doa Kristen merupakan usaha hubungan dengan Tuhan yang berpribadi, meditasi hanyalah usaha penyatuan diri dengan sumbernya atau meleburkan diri dengan sumber asalnya yaitu roh kosmis.
DOSA DAN KESELAMATAN
Tidak ada pengertian dosa dalam Gerakan Zaman Baru. Manusia pada dasarnya baik, sedang yang disebut kejahatan/ketidakbaikan hanyalah ketidakseimbangan roh/energi dalam dirinya, jadi tidak ada yang pada dirinya sendiri disebut baik atau jahat. Karena tidak ada dosa maka dengan sendirinya tidak perlu adanya usaha keselamatan, sehingga tugas manusia adalah mengusahakan agar keseimbangan energi/ roh itu dipulihkan kembali dengan kekuatan diri sendiri atau usaha penyeimbangan diri agar sesuai dengan keseimbangan kosmis.
AGAMA
Sebenarnya yang disebut agama itu adalah jalan menuju yang SATU itu, yaitu jalan menuju Roh Semesta. Semua agama adalah sama-sama menunjukkan jalan menuju tujuan yang sama yaitu kesatuan Kosmis. Pandangan mengenai agama di sini bersifat sinkretisme yaitu pencampuran faham agama-agama yang dikenal pula dengan istilah universalisme yang berarti bahwa semua agama menuju pada satu kesatuan.
HAL-HAL AKHIR
Pada umumnya pandangan Gerakan Zaman Baru berusaha ke arah Tata Dunia Baru dan persatuan dari kepelbagian budaya, agama dan negara. Mirip dengan pandangan Kedatangan Yesus kedua kali, Gerakan Zaman Baru juga menampilkan adanya tokoh mesianis yang akan membawa kondisi dunia ke arah yang baik. Tokoh mesianis ini dianggap merupakan.inkarnasi Kristus dalam diri seorang orang suci kebatinan/okultisme yang segera akan menciptakan dan menghidupkan sebuah agama baru yang didasarkan pada kebersamaan setiap roh/energi dalam diri manusia yang merupakan bagian dari roh semesta yang sama, sehingga terciptalah suatu tata ekonomi dunia baru di bawah pemerintahan dunia baru yang memungkinkan keselamatan dan kesejahteraan bagi semua umat manusia (universalisme). Zaman ini adalah zaman Aquarius yang akan digenapi pada Zaman Keemasan di akhir abad ini yang berisi damai, kesejahteraan, kelimpahan, dan kesempurnaan.
Memang Gerakan Zaman Baru ini menarik sekali karena mengajarkan tema-tema yang mirip dengan ajaran. Kristen, khususnya yang menyangkut Kerajaan'Kristus yang akan datang dan langit dan bumi baru, tetapi bila kita mempelajari lebih lanjut, akan terlihat bahwa ajaran demikian tidaklah sesuai dengan ajaran iman Kristen dalam Alkitab.

Hal yang paling memudahkan penyebaran Gerakan Zaman Baru adalah pandangannya mengenai kehidupan manusia, khususnya mengenai kesehatan manusia. Pengertian kesehatan "Holistik" didasarkan pada konsep kesehatan yang memandang.
Manusia sebagai suatu kesatuan tubuh, jiwa, dan roh, di mana ketiganya saling berkaitan dengan erat, dan kesehatan yang benar hanya dapat dihasilkan bila terjadi interaksi yang tepat dan keseimbangan antara ketiga aspek manusia itu.
Dilihat dari pengertian demikian sudah jelas dapat dibenarkan, karena dalam Alkitab sebagai sumber agama Kristen, pandangan demikian juga ada, di mana sejak diciptakan pun, Alkitab menyebutkan bahwa manusia merupakan kesatuan jasmani dan rohani yang dihasilkan oleh nafas Allah (Kejadian 2:7). Tetapi, bila kita melihat lebih dalam, akan nyata bahwa kesehatan holistis itu mempunyai dasar falsafah yang berbeda, khususnya mengenai pengertian hakekat roh itu, dan bahwa cara mencapai kesehatan itu dilandasi kepercayaan falsafah itu. Memang gerakan kesehatan holistik dengan mudah menjadi populer, karena ilmu pengetahuan modern yang terlalu rasionalistis dan materialistis benar-benar telah menjadikan manusia sebagai tubuh materi dan dilepaskan sama sekali ikatannya dari aspek batin/rohaninya. Pengobatan modern pada umumnya hanya berurusan secara berat sebelah pada aspek daging manusia dan kurang memperhatikan keterkaitannya dengan aspek batiniahnya.
Dalam menghadapi penyakit-penyakit secara umum, sudah jelas bahwa pengobatan modern sudah menunjukkan jasa jasanya yang luar biasa. Tetapi, kalau diperhatikan memang belakangan terjadi kecenderungan yang salah di mana kemampuan medis dianggap sebagai jawab satu-satunya atas pemecahan kesehatan. Akibatnya, ketika manusia menyaksikan bahwa tidak semua orang sakit bisa disembuhkan oleh ilmu pengetahuan modern, maka terbukalah pintu untuk mencari alternatif pengobatan yang lain, yang belakangan ini disediakan dengan berkelimpahan melalui gerakan kesehatan holistik ini.
Kesehatan holistik ini dipopulerkan melalui senam-senam kesehatan, fitness centers dan kelompok-kelompok kesehatan lainnya, tetapi juga dipopulerkan melalui praktek-praktek dokter-dokter tertentu. Ciri-ciri yang jelas yang dipraktekkan dalam pengobatan demikian adalah mencakup aspek vegetarian, diet, biofeedback. untuk mengontrol stress, akupunktur, pijat refleksi dan semacamnya. Demikian juga latihan pernafasan, gerak, olah tenaga, konsentrasi/meditasi, dan visualisasi merupakan praktek-praktek yang umum dalam pengobatan holistik dalam Gerakan Zaman Baru.
Pada prinsipnya, kesehatan holistik dimulai dari anggapan bahwa:
"Kekuatan terbesar dalam tubuh manusia adalah kemampuan alami dalam diri manusia itu untuk menyembuhkan dirinya sendiri, dan kekuatan itu tidak terlepas dari adanya keyakinan yang dapat mengubah pengharapan menjadi perubahan kejiwaan dan kesehatan".
Pandangan ini didasarkan kepercayaan New Age bahwa:
"Hanya ada satu realitas/kekuatan yang tak terhingga yang menyatakan dirinya dalam diri manusia sebagai energi rohani".
Sebetulnya pandangan mengenai "kekuatan energi" ini sudah ada pada agama-agama kuno dan perdukunan (shamanisme), magi dan semacamnya. Kekuatan roh semesta itu dipercaya tersalur dalam diri makhluk hidup, dalam gerakan yang teratur, dan dalam agama-agama kebatinan timur. Kekuatan roh semesta yang tidak berpribadi itu dianggap sebagai "tuhan". Orang Cina menyebut kekuatan dalam diri manusia `itu sebagai Chi, dan orang Jepang menyebutnya Ki, dikenal sebagai Kundalini atau Prana dalam Yoga, dan di Barat, nama itu diilmiahkan menjadi Bioenergi atau Energi Vital. Dalam ajaran-ajaran kebatinan disebut pula sebagai Sinar Ilahi, Sinar Astral, Kekuatan Batin, dan dalam perdukunan dikenal dengan nama Magi atau Mana.
Kekuatan roh semesta yang memanifestasikan dirinya dalam diri manusia itu mengikuti irama harmoni alam, yang dalam Taoisme dikenal sebagai perpaduan unsur Yin dan Yang. Jadi dalam pandangan kebatinan timur demikian, sakit tidak dipandang sebagai gejala kelainan fisik, tetapi sebagai ketidakseimbangan atau penyimpangan dari keteraturan kosmis, dan dengan bantuan energi batin itu, kesehatan dan keseimbangan tubuh, jiwa dan roh tercapai kembali.
Dalam ajaran penyembuhan dengan Prana, ada anggapan bahwa tubuh manusia diliputi sinar di sekelilingnya yang disebut Aura. Seseorang akan menderita sakit bila ada. bagian aura yang menipis atau menebal. Dengan mempergunakan kekuatan prana yang ditempelkan pada bagian yang sakit, maka kesembuhan tercapai, dan kesehatan holistik dipulihkan.
Memang banyak latihan-latihan dan penyembuhan menuju kesehatan holistik sering dilakukan tanpa menyebut hubungannya dengan ajaran kebatinan tertentu, sekalipun pada prakteknya sama, tetapi hal itu akan menjadi jelas bila sudah dipraktekkan dengan beberapa praktek kebatinan seperti meditasi/konsentrasi atau pengolahan tenaga/kekuatan batin, serta dengan adanya kepercayaan akan reinkarnasi atau panteisme.
Di samping kesehatan holistik yang dicapai melalui latihan meditasi, pernafasan maupun gerak, dan juga melalui kekuatan pikiran seperti Mind Power, Positive Thinking, dan Visualisasi, maka jalan kesehatan holistik melalui perdukunan (shamanisme) bisa dilihat dalam praktek-praktek seperti penyembuhan prana (trance channeling), bedah psikik (psychic surgery), dan praktek-praktek paranormal lainnya.
Dalam pandangan Taoisme, penyakit disebabkan oleh ketidakharmonisan irama Yin dan Yang dalam tubuh kita, dan yang kemudian mengakibatkan situasi tidak harmonis dengan irama Yin dan Yang yang ada dalam alam semesta. Yang disebut sehat adalah bila keharmonisan itu bila dipulihkan. Penyakit juga bisa timbul karena pengaruh Yin dan Yang alam yang tidak seimbang, seperti misalnya sinar matahari atau sinar bulan yang terlalu aktif. Dan usaha untuk mengharmoniskan diri itu dicapai dengan mengaktifkan kekuatan batin "chi" yang ada dalam diri manusia. Hal itu dicapai dengan cara latihan pernafasan, meditasi dan latihan gerak, bahkan sering ditambah dengan pembacaan mantera-mantera.
Memang harus diakui bahwa di dalam beberapa penyakit fungsi-fungsi bagian yang terganggu dan penyakit psikosomatis bisa diringankan kalau ada latihan yang teratur dan sikap batin yang lebih tenang, tetapi mengharapkan kesembuhan dari semua penyakit melalui cara-cara kesehatan holistik adalah suatu utopia.
Kemungkinan penyembuhan lainnya yang tidak bisa dijelaskan secara olah raga yang diakui bisa dicapai dengan latihan tersebut, yaitu, kemungkinan besar berlakunya kekuatan magis/roh kegelapan dalam proses penyembuhan itu. Dengan demikian, proses penyembuhan itu tidak termasuk proses penyembuhan yang bersifat medis, tetapi merupakan proses penyembuhan yang bersifat psikosomatis, bahkan magis (semacam perdukunan).
Cara-cara penyembuhan holistik dalam Gerakan Zaman Baru merupakan perpaduan antara cara medis, mistik, dan okultis, hal itu terlihat misalnya dengan sering digunakannya juga tapa, mantra dan meditasi, serta jimat jimat dalam proses penyembuhan demikian.

Gerakan Pengembangan Pribadi merupakan salah satu bentuk Gerakan Zaman Baru yang dikenal dalam berbagai-bagai nama seperti New Consciousness Movement, Human Potential Movement, Creative Imagination, Self Motivation, Self Actualization, Self Realization, Self Esteem, Transformation Movement, Mind Power, Positive Thinking, Possibility Thinking, Possibility Confession, Success Motivation, Personal Development, New Humanism, dan lain-lain.
Pada prinsipnya gerakan-gerakan pengembangan pribadi itu mengajak orang-orang untuk menyadari kemampuannya yang tidak terbatas/terhingga, untuk mencapai kehidupan yang damai, sukacita, cinta, dan kelimpahan di bumi ini, dan bahkan dikatakan bahwa "pencerahan rohani merupakan kunci sukses perusahaan". Dengan adanya janji janji demikian dapat dimaklumi kalau banyak perusahaan melatih karyawan-karyawannya ke arah praktek demikian, dan dunia profesional diisi dengan seminar-seminar yang mempopulerkan falsafah demikian.
Perkembangan dari gerakan-gerakan pengembangan pribadi ini tidak terlepas dari perkembangan psikologi modern/baru yang menonjolkan Self Actualization (aktualisasi diri), dan yang merupakan bagian dari self-centered philosophy atau ME Generation (generasi Aku), suatu cabang ilmu jiwa yang berpusatkan diri manusia yang belakangan ini populer dan banyak dianut orang.
Memang gerakan-gerakan pengembangan pribadi tidak secara eksplisit mengacu pada agama-agama kebatinan tertentu, juga tidak menggunakan istilah-istilah agama, pengajarannya juga tidak diberikan di kelenteng atau vihara, bahkan dikembangkan dengan baju ilmu pengetahuan modern seperti psikologi modern. Tetapi, sekalipun demikian, ternyata gerakan-gerakan ini mempunyai pandangan yang prinsipnya sama sekalipun diajarkan oleh badan-badan yang menamakan dirinya universitas, institut, pusat, atau dalam bentuk seminar-seminar motivasi.
Di Amerika gerakan ini dipopulerkan melalui seminar-seminar seperti yang diselenggarakan dengan nama Esalen Institute (Erhard Seminar Training), Lifespring, Forum dan sebagainya. Dalam bentuknya yang dikaitkan dengan Kekristenan, kita jumpai seminar-seminar dengan nama Positive Thinking (Norman Vincent Peale), Possibility Thinking (Robert Schuller), dan Positive Confession (Kenneth Hagin) di Amerika, dan di Korea dikenal Iman Dimensi Ke Empat (Jonggi Cho) yang dipopulerkan di dalam dan di luar Kekristenan.
Pengaruh seminar-seminar pengembangan pribadi dalam bentuknya yang lebih ringan, populer, dan praktis dapat dijumpai misalnya dalam bentuk seminar pengembangan pribadi yang diadakan oleh Dynamic Life (dari Singapore), John Robert Powers dan Dale Carnegie (keduanya berpusat di Amerika Serikat). Seminar-seminar mana telah dipopulerkan pula di Indonesia.
Pada dasarnya, gerakan-gerakan pengembangan pribadi mempercayai adanya kekuatan (power), pikiran (mind) atau potensi alam semesta atau yang disebut sebagai Universal Power, Universal Mind, atau Universal Self. Mereka percaya bahwa manusia memiliki sebagian dari kekuatan semesta yang disebut dengan nama antara lain: human potential, human power, human mind dan the power of the self. Manusia dianggap mempunyai potensi atau kekuatan demikian yang tidak terhingga. Jadi, tugas manusia adalah untuk menggali kekuatan atau potensi diri itu semaksimal mungkin (self actualization/self realization) untuk mencapai kemanusiaan yang penuh (New Humanity).
Pada umumnya bila dalam gerakan kebatinan jalan itu dicapai dengan meditasi, latihan pernafasan, atau gerak tubuh, maka dalam gerakan pengembangan pribadi dilakukan dengan kekuatan atau kemampuan pikiran dan mental (mind and mental power), jadi merupakan usaha rasionalisasi faham kebatinan. Tetapi, sering juga usaha-usaha pengembangan pribadi ini dicampur dengan praktek-praktek meditasi (teknik relaksasi) dan pengaturan pernafasan (breathing control).
Memang gerakan-gerakan pengembangan pribadi menarik untuk diikuti termasuk oleh orang Kristen, sebab sering tidak menunjukkan ciri agama kebatinan tertentu, dan sifatnya praktis dan menarik. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan diri sendiri tanpa bantuan orang lain. Jadi berarti bahwa manusia adalah subjek kemajuan dirinya sendiri (anthroposentris); manusia menjadi juruselamat bagi dirinya sendiri, dan manusia pada dasarnya sama dengan hakekat semesta, yaitu universal power mind itu.
Oleh karena tidak teras terang membawa misi agama kebatinan, dan sifatnya yang seolah-olah ilmiah dan netral, maka penyebarannya lebih mudah diterima umum termasuk orang-orang beragama dan orang-orang Kristen. Tetapi, kalau dilihat lebih mendalam, sifatnya sama yaitu mengalihkan pandangan iman Kristen seseorang dari Tuhan kepada dirinya sendiri, dari anugerah Allah kepada usaha manusia (humanisme), dan lebih dari itu bahkan melatih orang membebaskan dirinya dari otoritas luar, manusia dapat membebaskan dirinya sendiri dari kelemahan diri, dan manusia mempunyai potensi/kekuatan untuk menentukan masa depan dan tujuan hidupnya sendiri. Hakekat realita dosa dalam diri manusia diabaikan, dan hanya dianggap sebagai ketidakseimbangan pribadi atau belum digalinya potensi diri manusia saja.

Pengaruh Gerakan Zaman Baru memang sudah lama dikenal di kalangan Kristen, sekalipun hal itu tidak disadari sebagai bagian dari ajaran Zaman Baru. Khususnya dalam aliran-aliran yang tumbuh di sekitar Kekristenan seperti Theosophy dan Christian Science, kita sudah dapat mencium ajaran-ajaran zaman baru itu. Pada masa kini, bentuk yang mirip dengan Christian Science dipopulerkan dalam bentuk Inner Healing dan meluas pengaruhnya dalam apa yang disebut sebagai Perdukunan "Kristen" dan Teologia Sukses, yaitu dengan memasukkan ajaran-ajaran dan praktek-praktek zaman baru/new age tertentu ke dalam penginjilan Kristen (sinkretisme).
Theosophy secara bahasa berarti hikmat ilahi atau pengetahuan tentang Allah, dan semula dipelopori oleh seorang tokoh wanita bernama Ny. Helena Petrovna Blavatsky (1831-1891). Ajaran Teosofi mempunyai akar mistik India yaitu konsep Brahman Atman yang mengilhami Ny. Blavatsky ketika ia berguru selama tujuh tahun di Tibet di bawah para Mahatma dan mencetuskan ajaran mistik modern. Teosofi merupakan ajaran isoteris/mistik yang mencoba menguasai pengetahuan akan hikmat semesta itu melalui usaha-usaha seperti spiritisme, astrologi maupun pemikiran mistik. Mereka percaya bahwa hikmat ilahi itu bila diperoleh melalui intuisi, ilham maupun pencerahan. Ajaran Teosofi mempercayai ajaran tentang atman, karma dan reinkarnasi roh, dan para Mahatma adalah orang-orang yang telah mencapai kesempurnaan hikmat itu. Yesus dipercaya sebagai titisan seorang mahatma, dan roh titisan itu akhirnya menitis dalam diri Krishnamurti di abad modern ini.
Christian Science diajarkan oleh tokohnya seorang wanita bernama Mary Baker Eddy (1821-1910). Ajaran ini menarik karena.menggunakan istilah-istilah yang sudah populer yaitu Christian dan Science, sehingga memberi kesan modernisasi atau pengilmiahan Kekristenan.
Pada dasarnya diajarkan bahwa realitas satu-satunya adalah Allah atau roh, dan sekalipun di sini disebutkan nama Allah, maksudnya bukanlah Allah Alkitab, sebab yang dimaksud adalah allah monisme (theomonisme) yaitu hanya merupakan realitas roh semesta, dan segala sesuatu yang kita lihat, termasuk manusia, adalah penampakan atau ekspresi roh allah itu. Materi tidak merupakan realitas atau hanya merupakan realitas semu saja. Iblis, dosa, penyakit, dan maut tidak ada, dan hanya merupakan bush pikiran Baja. Tugas manusia adalah mengatasi dunia materi semu ini dan menyatukan diri dengan dunia roh sehingga menjadi seorang christian scientist. Yesus dianggap sebagai scientist pertama karena menurut mereka Yesus menganggap penyakit, dosa dan maut hanya semu saja. Penyembuhan dosa, penyakit, maupun maut dilakukan dengan mind cure yaitu penyembuhan dengan pikiran-pikiran tentang dosa, maut dan penyakit itu. Yang dimaksudkan dengan "kelepasan" yaitu lepas dari anggapan bahwa kita sakit atau berdosa. Seseorang telah mencapai kelepasan bila ia telah menyatukan rohnya dengan roh semesta/ilahi itu.
Ajaran demikian memang menarik karena menganggap bahwa manusia mempunyai hakekat roh ilahi dan manusia pada dasarnya baik, karena dosa, penyakit dan maut hanyalah hasil pikiran saja, dan dapat diatasi melalui kekuatan batin yang ada di dalam diri manusia itu sendiri.

Di kalangan Kekristenan tertentu dewasa ini dipopulerkan ajaran inner healing (penyembuhan batin) yang merupakan perpaduan (sinkretisme) Kekristenan dengan pengajaran gerakan zaman baru. Dalam inner healing ada asumsi bahwa penebusan Yesus masih belum melepaskan kita secara total, sebab kita masih mewarisi sisa dosadosa atau luka batin dan pikiran khususnya yang masih merupakan trauma masa kecil atau gangguan roh. Hal-hal tersebut harus dibersihkan seluruhnya dari diri umat, dan hanya dapat dilepaskan melalui pelayanan pelepasan (deliverance) baik berupa penyembuhan batin (inner healing) maupun penyembuhan ingatan (the healing of the memory).
Dalam ajaran ini kita melihat adanya pengaruh pandangan psikoanalisis Freud dan Jung yang memandang bahwa hidup manusia ditentukan oleh mekanisme interaksi badan jiwa pengalaman sejak masa kecil. Ini berbeda dengan psikoterapi di mens trauma merupakan tekanan-tekanan masa kecil yang tertanam di bawah sadar dan harus di adaptasi oleh pasien. Di dalam inner healing hal itu dikaitkan dengan campur tangan roh jahat, karena itu seseorang harus menerima pelayanan pelepasan. Dalam inner healing seseorang membayangkan masa lalu dan meminta Yesus untuk memperbaiki luka-luka batin yang terjadi pada masa lalu. Kadang-kadang Luka, batin itu harus dicari jejaknya sejak masa kecil, di dalam kandungan, atau bahkan dalam kehidupan sebelumnya. Di sini kita melihat adanya jejak jejak reinkarnasi Hinduisme yang bercampur baur dengan psikoterapi/psikoanalisis, dan juga Kekristenan. Betapa kaburnya pencampuran ajaran sinkretisme demikian.
Agnes Sanford, seorang Amerika, adalah orang yang pertama kali memasukkan ajaran inner healing dan visualisasi ke dalam gereja Kristen. Sanford adalah penganut ajaran Carl Jung, khususnya yang menyangkut active imagination (membayangkan secara aktif), di mana dianggap bahwa melalui latihan imaginasi/visualisasi dan penyembuhan ingatan, seseorang dapat masuk ke dalam realita "roh" atau "dunia dalam". Dunia dalam ini bagi Jung adalah dunia misteri spiritisme berdasarkan konsep Zen-Buddhisme, tetapi oleh Sanford dikaitkan dengan ajaran Kristen.
Kesamaan dengan pandangan Christian Science (yang menganggap bahwa penyakit adalah hasil pikiran yang bisa dihilangkan dengan kekuatan pikiran, mind cure, atau kekuatan jiwa, mental cure), adalah bahwa dalam ajaran kesembuhan ilahi dan inner healing, penyakit itu sering hanya dianggap sebagai realitas roh Baja yang bisa dilepaskan melalui pelepasan (deliverance), penyembuhan batin (inner healing) atau penyembuhan ingatan (memory healing), maupun dengan cara visualisasi. Luka-luka batin karena trauma masa kecil yang kita ingat dapat dihapus melalui pelepasan penyembuhan ingatan (healing of the memories).
Seorang penginjil inner healing mengatakan bahwa ibarat pita kaset yang dimasukkan dalam 'eraser' (penghapus magnetis), demikian juga dosa-dosa dan luka-luka batin dapat terhapus sempurna melalui teknik inner healing ini. Pandangan demikian tentu cukup serius untuk ditanggapi dalam terang Alkitab, sebab pandangan demikian merendahkan arti penebusan Kristus di atas kayu salib, dan menambahnya dengan cara-cara manusia yang dianggap sama pentingnya dengan salib itu.
Di samping merupakan salah satu metode yang dipopulerkan dalam Inner Healing dan Zaman Baru (New Age), teknik visualisasi juga merupakan ajaran yang dipopulerkan oleh Norman Vincent Peale, Robert Schuller, Jonggi Cho, dan Kenneth Hagin (Positive Confession). Visualisasi bagi Peale adalah langkah lanjutan dari Positive Thinking, dan visualisasi merupakan praktek iman dan Dimensi Keempatnya Cho. Jonggi Cho sendiri dalam bukunya Dimensi Keempat mengajarkan bahwa doa dengan membayangkan (visualisasi/imajinasi) dapat menghasilkan mujizat berupa kenyataan, seperti untuk tujuan mencari jodoh atau meminta sepeda, meja atau kursi, maupun segala sesuatu. Dalam bukunya Dimensi Keempat, Jonggi Cho mengemukAkan bahwa:
Kita harus melihat objek doa kita dengan jelas secara visual sehingga kita dapat merasakannya dengan emosi kita. Bila kita tidak melakukan "hukum iman" ini, kita mustahil akan menerima jawaban akan apa yang kita minta.
Dari ucapan di atas kita melihat bahwa "Doa Iman" bagi Cho khasiatnya terletak kepada kekuatan iman/batin yang ada dalam diri manusia yang berdoa. Hal ini mirip sekali dengan praktek magi dalam kepercayaan perdukunan. Sebab apa bedanya dengan yang disebut Iman dengan yang disebut Mana dalam praktek magi bila dianggap mempunyai kekuatan dalam dirinya sendiri?
Pengalaman Petrus di Samaria berhadapan dengan Simon si Sihir juga menunjukkan kenyataan serupa, betapa mujizat-mujizat yang mirip menjadikan pandangan populer sulit untuk membedakan antara produk kuasa besar yang dihasilkan Simon dengan produk kuasa Allah yang ditunjukkan oleh Petrus.
Barbara Stabiner, pemuka gerakan zaman baru dan seorang clairvoyant (mempunyai kemampuan melihat hal-hal yang akan datang), dalam bukunya berjudul The Unseen World (h. 52), mengajarkan teknik visualisasi yang sama, misalnya untuk mencari tempat parkir, ia mengatakan bahwa:
Bila kita mengendarai mobil mencari tempat parkir, kita harus memvisualisasikan tempat parkir yang bagaimana yang kita kehendaki, maka kita akan memperolehnya!
Mungkin ada kasus di mana visualisasi demikian bisa terjadi, sebab melalui perdukunan kita melihat kenyataan bahwa para dukun/shaman memang dalam kasus-kasus tertentu berhasil meminta bantuan roh-roh kegelapan untuk mencapai tujuan yang diminta melalui visualisasi (bandingkan cara dukun di Endor yang didatangi Saul dalam Kitab I Samuel 28 yang juga menggunakan visualisasi). Tetapi, ini jelas adalah suatu kepercayaan yang tidak Alkitabiah lebih-lebih kalau itu dijadikan metode iman Kristen.
Dari firman Tuhan kita melihat sendiri bahwa ajaran visualisasi bukan saja tidak berlandaskan pada Alkitab, tetapi bahkan bertentangan dengan berita Alkitab sendiri. Ajaran-ajaran para penginjil yang mengajarkan visualisasi meletakkan jawab doa kepada kemampuan visualisasi itu sendiri, sedang doa yang benar adalah doa yang menyerahkan segala sesuatu permintaan kita kepada Tuhan yang tidak kita lihat!

ekristenan sebagai agama adikodrati/supranatural mempunyai kemiripan yang dekat dengan agama asli/suku dan perdukunan; keduanya mengakui adanya roh adikodrati di balik alam nyata materi ini, hanya dalam Kekristenan dipercayai adanya Roh Allah yang berpribadi dan pencipta, dan roh Iblis/kegelapan yang lebih rendah, berpribadi tetapi merusak. Manusia yang percaya kepada Kristus adalah satu-satunya makhluk ciptaan yang di dalamnya dikaruniakan Roh Kudus Tuhan.
Dalam perdukunan diakui dua macam roh alam yaitu roh yang jahat dan roh yang baik, yang keduanya dapat menguasai dan dikuasai oleh manusia. Perdukunan merupakan bisnis kuasa menguasai kekuatan roh alam/roh harus itu. Dan berbeda dengan kebatinan/mistik dan pengembangan pribadi di mana roh alam semesta itu hanya dianggap kekuatan (power) saja, dalam perdukunan roh alam itu dianggap makhluk harus yang mempunyai kekuatan. Karena kemiripan itulah maka kita perlu berhati-hati dalam melihat praktek-praktek Kekristenan dan perdukunan yang mempunyai kemiripan, karena keduanya memang sama-sama berhubungan dengan dua rohani.
Dalam Alkitab dengan jelas soal-soal perdukunan dilarang (Keluaran 22:18-20Imamat 19:31-20:6,27Ulangan 18:9-13Yesaya 8:19-20) dan harus disingkirkan (I Samuel 28:3,9), bahkan Yesaya mengingatkan bahwa dosa perdukunan adalah dosa besar yang mendatangkan murka Allah (Yesaya 19:3-4). Tetapi, perlu disadari bahwa perdukunan tidak berada jauh dari kepercayaan kepada Tuhan, karena Saul tergoda pergi ke dukun di Endor setelah ia gagal berhubungan dengan Allah (I Samuel 28). Hal mana merupakan kesalahan Saul terbesar (I Tawarikh 10:13-14). Sejarah perdukunan berjalan terus, bahkan dalam Perjanjian Baru, praktek-praktek demikian masih sering terjadi sejalan dengan pemberitaan Injil. Di Samaria Petrus dan Yohanes berhadapan dengan Simon si Sihir (Kisah 8:4-25); Paulus di Siprus menghadapi Baryesus, tukang sihir dan nabi palsu (Kisah 13:4-12); di Filipi menghadapi perempuan tenung (Kisah 16:16-18), dan di Efesus menghadapi tukang jampi Yahudi (Kisah 19:13-20).
Dari pengalaman Petrus dan Paulus, kelihatannya ada kemiripan antara gejala mujizat karismatis dan mujizat perdukunan. Simon (Kisah 8) melihat mujizat yang ditunjukkan oleh Petrus sama dengan mujizatnya, hanya lebih berkuasa, karena itu ia percaya. Tetapi, karena motivasi hatinya belum lurus di hadapan Tuhan, ia disalahkan oleh Petrus dan Yohanes. Perempuan petenung (Kisah 16) bahkan menubuatkan pujian dan penyembahan sama seperti para pengikut Kristus, tetapi Paulus membentak roh petenung itu. Anak-anak Skewa (Kisah 19) juga melakukan pengusiran roh jahat dengan nama Tuhan Yesus, tetapi Roh Kudus tidak menyertai mereka. Baryesus tukang sihir juga disebut nabi palsu. Menjelang kedatangan Yesus kedua kali pendurhaka akan datang dengan tanda-tanda dan mujizat pula (II Tesalonika 2:1-12).
Dari fakta-fakta ini kita melihat bahwa sekalipun gejala tanda-tanda dan mujizat (signs and wonder) itu mirip, tetapi ternyata roh yang menyertainya berbeda dengan Roh yang menyertai para Rasul. Kalau begitu bagaimana kita dapat membedakan antara karya Roh Kudus dan karya roh alam itu?
Dalam Matius 7:15-23 Yesus mengingatkan kita akan adanya nabi-nabi palsu, sebab sekalipun mereka berseru dalam nama Tuhan dan melakukan nubuat demi nama Tuhan, mengusir setan demi nama Tuhan, dan mengadakan banyak mujizat demi nama Tuhan juga, mereka ditolak dan dienyahkan karena mereka tidak melakukan kehendak Bapa. Dan untuk menguji roh-roh mereka, Yesus menyuruh melihat buah-buahnya untuk mengenalnya. Yesus juga menubuatkan bahwa pada akhir zaman akan datang banyak nabi palsu yang memakai nama Yesus (Matius 24:3-14).
Bila kita melihat buah-buah para penyihir dan petenung yang disebutkan di atas jelas terlihat bahwa Simon menonjolkan nama sendiri dan mengkomersialkan mujizatnya demi memperkaya diri, demikian juga praktek hamba perempuan petenung juga mendatangkan keuntungan. Baryesus membengkokkan Injil, dan pendurhaka menyesatkan umat. Jalan dukun adalah melayani diri, tetapi jalan Tuhan adalah pengorbanan diri.
Dalam Perjanjian Lama nabi-nabi Tuhan sering menghadapi nabi-nabi palsu yang sama-sama mengatasnamakan Tuhan dan melakukan nubuatan dan mujizat, tetapi tidak disuruh Tuhan. Beberapa buah dari nabi palsu yang bisa kita lihat antara lain adalah sebagai berikut:
- Nubuat yang tergenapi tetapi nubuat itu menyesatkan manusia Bari ketaatan pada firman Tuhan (Ulangan 13:1-5)
- Nubuat yang tidak tergenapi (Ulangan 18:20-22)
- Nabi yang mengajarkan dusta (Yesaya 9:14)
- Nubuat dan ramalan rekaan hati mereka sendiri (Yeremia 5:31)
- Nubuat yang memberikan harapan sia-sia dan hiburan keselamatan, padahal seharusnya peringatan akan pertobatan (Yeremia 23:16-17)
- Bernubuat sesuka hati dan memberi pengharapan dan hiburan kosong "damai sejahtera", padahal seharusnya menghadapi hukuman Tuhan (Yehezkiel 13:1-16)
- Memberikan nubuat yang menghibur di tengah ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang seharusnya diperbaiki (Yehezkiel 22:23-31)
- Bernubuat karena uang dan nubuatnya merupakan hiburan kosong (Mikha 3:5-12)
- Nabi-nabi yang ceroboh dan pengkhianat (Zefanya 3:4)
- Bernubuat dusta (Zakharia 13:1-6).
Banyak nubuat masa kini lebih menjurus pada nubuatan pribadi untuk memuaskan keingintahuan manusiawi, seperti, soal jodoh, pekerjaan, untuk memperoleh kekayaan, soal nasib dan kematian, dan hiburan-hiburan lainnya. Hal-hal seperti ini mirip dengan praktek perdukunan. Apa bedanya praktek-praktek karismatis tertentu seperti. motivasi yang salah untuk datang ke persekutuan dengan tujuan mencari berkat, kekayaan dan kesembuhan yang sekarang banyak diikuti jemaat, dengan praktek orang yang pergi ke Gunung Kawi dan ke dukun untuk mencari jodoh, berkat, harta dan kesembuhan pula?
Berkah apa saja boleh diminta, keselamatan, enteng jodoh, lancar rezeki ingin dapat anak atau harapan diwangsiti nomor kode buntut ("Gunung Kawi, si Gunung Hoki", Intisari, Maret 1991, 19).
Rasul Paulus mengatakan agar kita tidak memadamkan roh, tetapi "ujilah nubuat, dan peganglah yang baik" (I Tesalonika 5:19-21). Yesus berfirman bahwa akan banyak nabi palsu keluar di akhir zaman dengan mujizat-mujizat yang menyesatkan (Matius 24:11Markus 13:21-23). Nubuat yang benar selalu menekankan tanggungjawab kita kepada Tuhan dan sesama kita, tetapi nubuat manusiawi lebih menekankan hal-hal yang diingini hati kedagingan. Nubuatan para nabi Tuhan dalam Perjanjian Lama maupun Baru bertemakan janji anugerah hidup yang kekal, ajakan untuk percaya, bertobat, dan ketaatan dalam melakukan kehendak Allah dalam kasih, kebenaran dan keadilan, tetapi nubuatan nabi-nabi palsu lebih mengarah pada hiburan, pengharapan daging, dan sukses duniawi.
Rasul Yohanes mengingatkan agar kita menguji setiap roh, dan Salah sate ciri roh nabi-nabi palsu yang mencolok adalah sifatnya yang berbicara hal-hal duniawi (I Yohanes 4:1-6). Rasul Paulus mengingatkan bahwa ada yang menjadikan ibadah sebagai sumber keuntungan, dan mengejar kekayaan yang dapat menjatuhkan diri kita ke dalam pencobaan (I Timotius 6:2b-10). Dalam "Pencobaan di Padang Gurun", dengan jelas Iblis menawarkan hal-hal duniawi, sedang Yesus mementingkan hal-hal surgawi yang rohani (Matius 4:1-11).
Dalam Perjanjian Lama pada saat nabi-nabi Tuhan menyuruh umat "bertobat dan taat, dan menghadapi penderitaan dan hukuman dengan iman dan syukur", para nabi palsu selalu mengajarkan "selamat-selamat". Demikian juga Yesus menubuatkan bahwa pada akhir zaman akan datang masa yang sukar dan umat Kristen akan mengalami penderitaan dan bahkan penganiayaan (Matius 24:3-14). Karena itu, kita perlu mempertanyakan kebenaran ajaran-ajaran yang menghibur umat dengan janji tentang berkat Tuhan, kekayaan, dan hidup senang sebagai tanda hidup Kristiani, sebab bila kita sudah dibiasakan dengan hiburan kosong berupa hidup senang kemudian datang penderitaan, bagaimana kita bisa bertahan?
Dalam Matius pasal 4 kita melihat bahwa Yesus menolak tawaran harta kekayaan duniawi yang ditawarkan Iblis. Dalam khotbahNya, Yesus mengatakan bahwa "Ada dua jalan, sempit dan lebar, dan banyak orang akan masuk ke jalan yang lebar" (Matius 7:12-14), dan "Barang siapa tidak memikul salibnya, tidak dapat menjadi muridKu" (Lukas 14:27). Berdasarkan terang Injil salib, kita dapat meraba di pihak manakah penginjil-penginjil yang mengajarkan berkat dan sukses duniawi itu berpihak?
Paulus menulis dalam suratnya kepada Timotius, bahwa:
Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang.... Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.... Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.... Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang kepada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini.... Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik (II Timotius 3:1-7).
Memang perdukunan merupakan praktek sejak kuno yang ingin menyenangkan hati manusia, dan inilah yang umumnya dicari manusia yang masih berhati kedagingan. Bila praktek-praktek semacam perdukunan demikian dimasukkan dalam Kekristenan, fakta sudah menunjukkan bahwa "penginjil-penginjil" demikian banyak diikuti oleh orang-orang. Tetapi, kita perlu sadar bahwa pengikut yang banyak tidak otomatis menunjukkan bahwa ajarannya benar sesuai dengan firman Allah.
Karena akan datang waktunya, orang tidak lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng (II Timotius 4:3-4).
Berdasarkan hal-hal di atas, kita harus menguji pengajaran dan nubuatan yang kita dengar. Kita harus selektif untuk menguji nubuatan dan pengajaran demikian dengan kembali kepada Alkitab firman Allah. Alkitab adalah otoritas tertinggi dan alat penguji nubuat-nubuat (I Tesalonika 5:19-22Kisah 17:11).

Gerakan Zaman Baru merupakan gerakan yang menarik karena mencoba mengisi kekosongan batin masyarakat modern. Di sinilah setiap umat Kristen ditantang dengan suatu pertanyaan "sampai di manakah arti Injil dalam kehidupan batinnya secara nyata?", dan umat Kristen juga ditantang untuk membawakan Injil Rohani kepada umat manusia, karena sebenarnya Injil adalah Kabar Baik yang sebetulnya mengisi kebutuhan batin umat manusia yang mau menerimanya. Jadi, sebenarnya orang Kristen tidak perlu mencari ketenangan batin di luar Kristus, sebab Kristus telah menjamin dan menjanjikan hal itu kepada para pengikutNya yang percaya kepadaNya.
Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma mengemukakan kemenangan rohani yang diperolehnya:
Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa. Demikianlah sekarang tidak ada hukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus, Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut (Roma 7:25-8:2).
Yesus juga mengatakan kepada manusia suatu perhentian batin bagi mereka yang mau datang kepadaNya:
Marilah kepadaKu semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Matius 11:28).
Dalam Injil kita mengetahui bahwa "perhentian batin" itu bukanlah pengalaman mistis atau ekstasis, tetapi suatu "kehadiran" air hidup dalam diri kita yang.mengalir sampai kepada hidup yang kekal (Yohanes 4:13-14).
Bila dalam Gerakan Zaman Baru, usaha itu dilakukan dengan kekuatan manusia, atau dengan cara mengaktualisasikan diri, di dalam Injil disebutkan bahwa hal ini merupakan anugerah Allah yang kita terima. Tetapi, lebih dari itu, bila Gerakan Zaman Baru berusaha menggali sifat keilahian itu dari dalam diri manusia untuk dirinya sendiri, kuasa pembebasan Roh Kudus yang dikaruniakan kepada manusia sifatnya adalah untuk dinyatakan kepada sesama manusia. Yesus berfirman:
"Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepadaKu dan minum! Barangsiapa percaya kepadaKu, seperti yang dikatakan di dalam Kitab Suci Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup". Yang dimaksudkanNya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepadaNya (Yohanes 7:37-39).
Bila kita tidak dengan tegas kembali kepada Allah, Yesus Kristus dan firmanNya, fakta sudah menunjukkan bahwa Kekristenan akan dikikis oleh gerakan ini. Karena itu, tumbuhnya Gerakan Zaman Baru ini perlu memacu umat Kristen untuk mengejar ketinggalannya dan kembali kepada Allah.
Memang Gerakan Zaman Baru merupakan alternatif pengganti yang sangat menarik, ketika manusia melihat bahwa agama-agama sudah kurang berperan atau tidak mempunyai dampak positif dalam usaha penyatuan dan pembangunan dunia, bahkan sering malah menjadi ajang pemecahbelahan manusia, di kala itu Gerakan Zaman Baru menyodorkan alternatif yang kelihatannya lebih baik, manusiawi, dan alami. Ini merupakan tantangan bagi umat Kristen untuk memulihkan peran agama yang menyimpang. Oleh sebab itu, perkataan Paulus dan Yohanes di bawah ini patut diperhatikan:
Dahulu, ketika kamu tidak mengenal Allah, kamu memperhambakan diri kepada allah-allah yang pada hakekatnya bukan. Allah. Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimana kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? (Galatia 4:8-11).
Saudara-saudara yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal daripada Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia.... Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka... (I Yohanes 4:1-6

apra, F., The Tao of Physics. Boston: Bantam New Age Book, 1988.
Chandler, R., Understanding The New Age. Texas: World Inc., 1989.
Cho, P. J., Dimensi Keempat (Buku I dan II).
------, Kehidupan Yang Berhasil. Jakarta: Gandum Mas & Petra Jaya,1980.
Groothuis, D. R., Unmasking The New Age. Illinois: InterVarsity Press, 1986.
Hadiwijono, H., Agama Hindu dan Budha. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1971.
------, Kebatinan dan Injil. Jakarta. BPK Gunung Mulia, t.t.
Herlianto, Humanisme dan Gerakan Zaman Baru. Bandung. Kalam Hidup,1991.
Hunt, D., Beyond Seduction: A Return to Biblical Christianity. Eugene: Harvest House, 1987.
Maslow, A., Religions, Values, and Peak Experiences. Harmonsworth: Penguin, 1980.
------, Toward A Psychology of Being. New York: Van Nostrand, 1968.
Meyer, D., The Positive Thinkers. New York: Pantheon, 1980.
Naisbitt, J. & Aburdene, P., Megatrends 2000. New York: Morrow, 1990.
Peale, N. V., Cara Hidup dan Berpikir Positif. Jakarta: Gunung Jati, 1977.
------, The Power of Positive Thinking.
Schuller, R. H., Move Ahead with Possibility Thinking. New York: A Jove, 1967.
Stabiner, B., The Unseen World: A Clairvoyant's Guide to The Astonishing Power of Your Mind and Spirit. New York: Ban tam, 1989.
Zwartz, M., The New Age Gospel: Christ or Counterfeilt? Melbourne: Prenises, 1987.
Powered By Blogger