Ketika saya bertanya ke teman saya yang bekerja di divisi HRD sebuah bank terkenal tentang bagaimana bank tersebut mengelola karyawannya. Ia menjawab bahwa cara berpikir karyawan adalah ‘menghindari penderitaan dan mengejar kesenangan’, sehingga perusahaannya mengelola ekspektasi ribuan karyawan yang demikian. Setelah percakapan itu, saya merenung kembali. Sebenarnya karyawan atau orang dewasa yang demikian sedang bersikap sama seperti anak-anak, yang selalu mengejar kesenangan: makan enak, bermain sepuasnya, sering ke mal, kalau bisa di sekolah tidak perlu ada ujian, dan lain-lain. Memang manusia selalu mengejar hidup yang lebih “baik”: lebih bahagia, memiliki rumah yang lebih besar, mobil lebih banyak dan lebih bagus, dsb. Intinya, manusia selalu berusaha sedemikian rupa bagaimana hidup ini tidak mengalami penderitaan. Keberhasilan hidup selalu diukur dengan hidup yang lebih nyaman dan jangan menderita.
Bagaimana dengan kita? Apakah pandangan hidup di atas salah? Saya percaya bahwa Tuhan mau setiap umatNya hidup tidak berkekurangan. Ia adalah Bapa yang baik. Ia adalah Gembala yang baik (Mazmur 23). Tidak ada gambaran di Alkitab yang menunjukkan bahwa Tuhan mau umatNya menderita. Setiap kali umatNya berseru dalam kesesakan, Tuhan selalu turun tangan menolong. Tetapi, kita perlu belajar untuk mengenali, andaikata orang percaya mengalami penderitaan, sebenarnya ada 3 kemungkinan penyebabnya:
1. Karena kesalahan sendiri.
Contohnya: salah mengambil keputusan, salah pilih perusahaan tempat bekerja, salah pilih jurusan sekolah, salah pilih jodoh, salah investasi, dsb.
Contohnya: salah mengambil keputusan, salah pilih perusahaan tempat bekerja, salah pilih jurusan sekolah, salah pilih jodoh, salah investasi, dsb.
2. Karena dosa dan didisiplin oleh Allah.
Ibrani 12:6 berkata, “...karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.” Ketika kita jatuh dan berbuat dosa, Ia mendisiplin kita agar kita beroleh bagian dalam kekudusanNya kembali.
Ibrani 12:6 berkata, “...karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.” Ketika kita jatuh dan berbuat dosa, Ia mendisiplin kita agar kita beroleh bagian dalam kekudusanNya kembali.
3. Karena ujian iman.
Contohnya: Abraham, yang tidak berbuat dosa, namun diuji Allah tentang seberapa besar kasihnya kepada Allah.
Contohnya: Abraham, yang tidak berbuat dosa, namun diuji Allah tentang seberapa besar kasihnya kepada Allah.
Sekali lagi, Tuhan tidak pernah merancangkan penderitaan untuk kita. Rancangan Tuhan bukanlah rancangan kecelakaan, tetapi rancangan damai sejahtera (Yeremia 29:11). Lalu apa penyebab penderitaan yang sedang kita alami? Yang manapun penyebabnya, jangan menyerah. Tujuan akhir dari segala penderitaan adalah agar kita makin mengenal Dia, makin bertumbuh dewasa dan makin berubah seperti Kristus. Dengan demikian, bagaimana sikap kita yang seharusnya terhadap penderitaan? Mari kita baca tentang pikiran untuk menderita, seperti yang tertulis di ayat ini:
1 Petrus 4:1-2: “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa--,supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.”
1 Petrus 4:1-2: “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa--,supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.”
Merenungkan ayat ini membuat saya memahami 2 alasan mengapa kita perlu memiliki pikiran untuk menderita.
1. Alasan pertama: supaya kita berhenti berbuat dosa
Baru-baru ini, saya bersama istri imemberi konseling kepada sepasang suami-istri. Si suami frustasi karena istrinya minta cerai. Si istri merasa bahwa si suami tidak pernah mengasihnya, karena selalu bekerja hingga larut malam. Si istri kesepian dan merasa tidak bahagia, lalu bertemu seorang pekerja pria di gereja yang menjawab kebutuhannya dalam hal perhatian dan kenyamanan untuk mengobrol. Akhirnya mereka banyak bertemu dan sering bepergian berdua keluar kota. Perselingkuhan terjadi. Saat ini si suami sedang berjuang untuk menyelamatkan pernikahan ini.
1. Alasan pertama: supaya kita berhenti berbuat dosa
Baru-baru ini, saya bersama istri imemberi konseling kepada sepasang suami-istri. Si suami frustasi karena istrinya minta cerai. Si istri merasa bahwa si suami tidak pernah mengasihnya, karena selalu bekerja hingga larut malam. Si istri kesepian dan merasa tidak bahagia, lalu bertemu seorang pekerja pria di gereja yang menjawab kebutuhannya dalam hal perhatian dan kenyamanan untuk mengobrol. Akhirnya mereka banyak bertemu dan sering bepergian berdua keluar kota. Perselingkuhan terjadi. Saat ini si suami sedang berjuang untuk menyelamatkan pernikahan ini.
Jika Anda adalah si istri dalam kisah tersebut, apakah Anda juga akan melakukan hal yang sama? Pasangan tidak peduli kepada Anda. Ia terlalu sibuk. Ia lebih mengasihi pekerjaannya daripada Anda. Wajar, bukan, jika Anda berselingkuh? Banyak alasan yang diberikan oleh umat Tuhan saat melanggar perintah Tuhan, saat berbuat dosa. Mengapa saya berzinah? Karena pasangan saya tidak memenuhi apa yang menjadi kebutuhan saya. Mengapa saya korupsi di perusahaan? Karena perusahaan tidak adil memperlakukan saya, gaji saya terlalu kecil padahal banyak kebutuhan di rumah tangga. Mengapa saya berbohong? Karena orang lain juga lakukan hal yang sama. Manusia selalu mencari alasan untuk sebuah pembenaran: karena dia tidak terlayani, karena dia tidak dijawab kebutuhannya. Padahal sebenarnya, tidak ada alasan di Alkitab yang yang mengijinkan siapapun untuk berbuat dosa.
Selanjutnya, kita melihat bahwa orang-orang cenderung mudah untuk jatuh kembali dalam dosa walaupun sepertinya mereka tampak baik-baik saja dalam hidup kekristenan mereka. Seseorang kembali merokok, terikat pornografi, hidup dalam kebiasaan-kebiasaan lamanya, marah-marah, emosional, kecewa, sakit hati, konflik dengan seseorang yang tak kunjung sembuh, hidup duniawi, mengakhiri pernikahan dengan bercerai; padahal mereka rajin hadir di kebaktian, ikut doa dan berbagai kegiatan gereja. Persoalannya adalah, mereka tidak melakukan firman ini: “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian...”. Adalah sebuah pilhan untuk mempersenjatai diri dengan pikiran yang siap untuk menderita. Apa artinya pikiran untuk menderita ini? Artinya di dalam pikiran kita, ada kesediaan untuk rela menderita karena kebenaran. Bersedia menderita karena mengasihi Tuhan, karena mau taat pada perintah Tuhan, karena mau tetap hidup dalam kebenaran Tuhan. Tanpa pikiran seperti ini, kita akan sangat mudah melanggar kebenaran dan jatuh dalam dosa, karena pada dasarknya kita tidak bersedia menderita. Taat seringkali mengorbankan keinginan kita, menyingkirkan ego kita, mengesampingkn kepentingan kita. Namun pada akhirnya, orang yang bersedia menderita karena kebenaran akan menuai sukacita. Sebaliknya, orang yang menghindari penderitaan, malah akan menderita karena menuai akibat ketidaktaatannya dan dosanya pada Tuhan.
Kristus telah menderita secara badani lewat kematiannya di kayu salib, maka kita pun harus mempersenjatai diri kita dengan pikiran untuk menderita ini. Inilah senjata yang membuat kita mudah berhenti berbuat dosa, dan tidak akan mudah tergoda untuk jatuh kembali dalam dosa maupun kebiasaan lama kita. Inilah senjata untuk menang terhadap dosa. Tanpa pikiran untuk menderita, pemulihan yang terjadi tidak akan bertahan lama. Perubahan hidup karena kelahiran baru tidak akan berlanjut kepada kemenangan jangka panjang atas kelemahan-kelemaham kita.
2. Alasan kedua: supaya dalam waktu yang tersisa dalam hidup kita, kita bisa hidup maksimal dalam kehendak Allah
Melayani Tuhan dalam keadaan yang baik dan diberkati Tuhan adalah mudah sekali. Pertanyaannya adalah, ketika hidup kita sulit, banyak masalah, penuh penderitaan, apakah kita tetap melayani Tuhan? Apakah kita tetap melakukan apa yang Tuhan mau? Jika kita tidak memiliki pikiran untuk menderita, saat penderitaan itu datang kita akan tinggalkan pelayanan, komsel maupun gereja. Bahkan, mungkin kita akan tinggalkan Tuhan. Itu sebabnya, banyak orang yang kelihatannya hari ini baik-baik saja, justru ternyata dengan cepat mundur dari pelayanan, mundur dari pekerjaan Tuhan, mundur dari tanggung jawabnya. Mengapa ini terjadi? Karena ia tidak memiliki pikiran yang siap untuk menderita, ia pun menjadi pribadi yang menyalahkan orang lain, situasi, dan Tuhan atas penderitaannya. Inilah yang membuatnya keluar dari kehendak Allah dan panggilan Allah saat menderita.
Melayani Tuhan dalam keadaan yang baik dan diberkati Tuhan adalah mudah sekali. Pertanyaannya adalah, ketika hidup kita sulit, banyak masalah, penuh penderitaan, apakah kita tetap melayani Tuhan? Apakah kita tetap melakukan apa yang Tuhan mau? Jika kita tidak memiliki pikiran untuk menderita, saat penderitaan itu datang kita akan tinggalkan pelayanan, komsel maupun gereja. Bahkan, mungkin kita akan tinggalkan Tuhan. Itu sebabnya, banyak orang yang kelihatannya hari ini baik-baik saja, justru ternyata dengan cepat mundur dari pelayanan, mundur dari pekerjaan Tuhan, mundur dari tanggung jawabnya. Mengapa ini terjadi? Karena ia tidak memiliki pikiran yang siap untuk menderita, ia pun menjadi pribadi yang menyalahkan orang lain, situasi, dan Tuhan atas penderitaannya. Inilah yang membuatnya keluar dari kehendak Allah dan panggilan Allah saat menderita.
Mari kita lihat beberapa contoh di mana kita menderita karena kebenaran:
• Melayani ketika tidak siap
• Memuji Tuhan di tengah kesulitan
• Memberi di tengah kekurangan
• Mengampuni di tengah kesakitan
• Menerima situasi walaupun tiada perubahan
• Menabur kebaikan di atas kejahatan
• Mengasihi ketika ditolak
• Memberkati ketika diperlakukan tidak adil
• Setia meskipun dikhianati
• Menjaga kesatuan di tengah perselisihan
• Mementingkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
• Berkorban ketika yang lain memikirkan diri sendiri masing-masing
• Mengambil tanggung jawab ketika tidak ada yang bersedia
• Menutupi kekurangan ketika ada masalah
• ..........................................
Anda bisa lanjutkan daftar penderitaan karena kebenaran ini dalam hidup Anda. Lakukan dengan pikiran yang benar sesuai kata Firman Tuhan, pikiran yang siap untuk menderita, maka Anda akan mengalami kebahagiaan sejati. (1 Petrus 3:14a: “Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia.”)
• Melayani ketika tidak siap
• Memuji Tuhan di tengah kesulitan
• Memberi di tengah kekurangan
• Mengampuni di tengah kesakitan
• Menerima situasi walaupun tiada perubahan
• Menabur kebaikan di atas kejahatan
• Mengasihi ketika ditolak
• Memberkati ketika diperlakukan tidak adil
• Setia meskipun dikhianati
• Menjaga kesatuan di tengah perselisihan
• Mementingkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
• Berkorban ketika yang lain memikirkan diri sendiri masing-masing
• Mengambil tanggung jawab ketika tidak ada yang bersedia
• Menutupi kekurangan ketika ada masalah
• ..........................................
Anda bisa lanjutkan daftar penderitaan karena kebenaran ini dalam hidup Anda. Lakukan dengan pikiran yang benar sesuai kata Firman Tuhan, pikiran yang siap untuk menderita, maka Anda akan mengalami kebahagiaan sejati. (1 Petrus 3:14a: “Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia.”)
Semua orang memang selalu mencari bahagia, namun perjalanan menuju bahagia yang sejati adalah hasil dari sebuah ketaatan kepada kebenaran, yang membutuhkan kesediaan untuk menderita. Pilihlah yang benar sekalipun harus menderita, inilah yang akan membuat Anda menjadi pemenang dalam Tuhan. Pilihlah untuk memutuskan ikatan dengan orang atau situasi yang membawa Anda jatuh ke dalam dosa. Pilihlah untuk taat pada otoritas. Pilihlah untuk menyerahkan hak. Pilihlah untuk setia pada Tuhan, apapun yang terjadi. Pilihlah untuk mematikan keinginan Anda daripada menyenangkan daging. Dan saya tahu, Tuhan akan melimpahkan kasih karuniaNya kepada orang yang bersedia melakukan kehendakNya.
1 Petrus 2:20: “Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung.”(Sumarno Kosasih - Apostolic Team Ministry)