Sunday, May 4, 2014

TAHUKAH ANDA? SIAPA SEBETULNYA ORANG FARISI ITU?


TAHUKAH ANDA?
SIAPA SEBETULNYA ORANG FARISI ITU?
Orang Farisi? Wah, begitu mendengarnya pasti yang terbayang di otak kita adalah sekelompok orang munafik "musuhnya" Yesus. Tidak jarang, saat ada yang menegur kita soal ajaran Gereja atau liturgi, kita pun buru-buru menyindir: "Jangan seperti orang Farisi ya!" Secara tidak langsung, karena di pikiran kita Farisi = munafik, maka perkataan demikian sebenarnya menghakimi orang yang menegur kita sebagai munafik.
Eits, tunggu dulu. Sebetulnya kita tahu tidak sih, siapa orang Farisi itu? Apa betul Yesus membenci orang Farisi? Yuk kita sama-sama berkenalan dengan kelompok bangsa Yahudi yang terbesar dan terkuat ini.
FARISI DAN SADUKI
Pada zaman Yesus, kaum religius Yahudi terbagi dalam beberapa golongan, dengan dua golongan terbesar yaitu Farisi dan Saduki. Kedua-duanya sering mengkritik Yesus, dan Yesus pun sering mengkritik mereka.
Orang Saduki menyebut diri mereka "Old Believers". Ini karena, orang Saduki hanya menerima hukum-hukum Musa yang tertulis (hukum Taurat) dan menolak wahyu-wahyu selanjutnya berupa tradisi tak tertulis. Bisa dibilang, orang Saduki adalah kaum Sola Scriptura-nya bangsa Israel pada waktu itu. Yang termasuk hukum Taurat yaitu lima kitab pertama Perjanjian Lama, yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan.
Orang Saduki menolak doktrin-doktrin yang diajarkan oleh kaum Farisi, dan juga menolak ajaran-ajaran Yesus, termasuk kebangkitan orang mati, keberadaan malaikat dan roh-roh, serta penghakiman setelah kematian badan. Kaum Saduki menempati posisi penting dalam politik pemerintahan Israel pada zaman Yesus. Mereka mewakili orang-orang penting dan golongan bangsawan yang terhormat.
Sementara itu, kaum Farisi adalah kelompok awam yang mewakili orang-orang non-bangsawan. Para Farisi tidak hanya menerima hukum Taurat, melainkan juga kitab-kitab lain yang kini kita kenal secara keseluruhan sebagai Perjanjian Lama, serta tradisi nenek moyang bangsa Yahudi.
Dari segi praktek agamanya, kaum Saduki memandang penyembahan di Bait Allah sebagai fokus utamanya, sementara kaum Farisi menganggap penyembahan di Bait Allah sebagai salah satu dari banyak komponen dalam pelaksanaan hukum-hukum Yahudi yang lengkap.
Setelah kejatuhan Bait Allah pada tahun 70 Masehi, aliran kaum Saduki menghilang dan aliran Farisi menjadi dominan. Ajaran dan tradisi Yudaisme modern yang kita kenal saat ini adalah keturunan dari ajaran dan tradisi Farisi.
APA YANG DIKRITIK YESUS DARI KAUM FARISI?
Yesus dan kaum Farisi saling tidak setuju atas berbagai penafsiran hukum Musa, serta penafsiran yang mana yang sungguh-sungguh merupakan tradisi Israel yang sejati.
Yesus juga mengkritik sikap orang Farisi yang melaksanakan praktek-praktek keagamaan dengan begitu mendetil hingga melupakan disposisi batin masing-masing. Pelaksanaan ritual yang berlebihan membuat orang Farisi menjadi angkuh dan mudah mengkritik banyak hal yang tidak esensial.
Dalam Injil Matius bab 23:13-16, Yesus mengecam kaum Farisi sebanyak tujuh kali, yaitu:
1. Mereka mengajarkan tentang Allah namun tidak mencintai Allah — mereka tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah dan mereka pun tidak membiarkan orang lain masuk ke dalam Kerajaan Allah. (ayat 13)
2. Mereka mewartakan Allah namun membuat para penganut yang baru sebagai "anak neraka" yang dua kali lipat lebih jahat. (ayat 14-15)
3. Mereka mengajarkan bahwa bersumpah demi kenisah dan mezbah tidak mengikat, melainkan bersumpah demi harta kenisah itulah yang mengikat. Ajaran seperti membuat banyak orang Farisi berani bersumpah palsu dan bersaksi dusta. (ayat 16-22)
4. Mereka menjalani hukum-hukum sampai yang paling detil seperti menghitung bumbu-bumbu terkecil, namun melupakan bagian yang penting, yaitu keadilan, kerahiman, dan iman. (ayat 23-24)
5. Mereka menampilkan citra diri sebagai orang suci dan saleh, namun hatinya penuh keduniawian yang jahat. (ayat 25-26)
6. Mereka mengenakan topeng yang tampak indah, "seperti kubur-kubur yang dilabur putih" yang menyembunyikan "tulang-belulang orang mati dan kenajisan." (ayat 27-28)
7. Mereka mengklaim menghormati para nabi di masa lampau dan bahwa mereka tidak akan membunuh nabi-nabi tersebut, padahal mereka pun memiliki darah pembunuh di dalam tubuhnya. (ayat 29-36)
APAKAH YESUS MENYURUH ORANG MEMBENCI ATAU MEMBANGKANG TERHADAP KAUM FARISI?
Melihat begitu tajamnya Yesus mengecam para Farisi, seringkali kita tergoda untuk menganggap Yesus membenci mereka, atau menyuruh murid-murid-Nya membenci atau membangkang terhadap kaum Farisi. Namun benarkah demikian?
Nyatanya, dalam bab yang sama, Matius mencatat bahwa Yesus meminta murid-murid-Nya tetap menghormati kekuasaan para Farisi dan melakukan apa yang mereka ajarkan, hanya saja jangan meniru kelakuannya:
"Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi menduduki kursi Musa. Dengarkanlah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka katakan, tetapi janganlah meniru apa yang mereka lakukan, sebab mereka sendiri tidak melakukan apa yang mereka ajarkan." (Mat 23:1-3)
ORANG FARISI YANG JADI SANTO?
Tahukah anda, bahwa ada dua orang dari kaum Farisi yang dihormati oleh Gereja sebagai murid Yesus dan orang kudus? Ya, mereka tidak lain adalah Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea!
Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea tidak hanya anggota kaum Farisi dan orang kaya raya; mereka juga adalah anggota Sanhedrin, yaitu majelis agung para rabbi Yahudi yang biasanya dikumpulkan jika perlu memecahkan masalah spiritual (misalnya, pengadilan Yahudi atas Yesus adalah salah satu pengadilan Sanhedrin). (bdk. Yoh 7:45-51, Markus 15:43).
Nikodemus muncul tiga kali di dalam Injil, yaitu dalam perbincangan malam hari dengan Yesus (Yoh 3:1-21); saat ia mengingatkan rekan-rekan Farisinya akan hukum Taurat saat mereka berniat menangkap Yesus (Yoh 7:45-51); dan ketika ia menemani Yusuf dari Arimatea menyiapkan jenazah Yesus untuk pemakaman yang layak (Yoh 19:39-42).
APA INI ARTINYA BAGI KITA?
Apakah kritik Yesus terhadap kaum Farisi berarti bahwa menjalankan tata cara keagamaan yang benar itu tidak penting? Bahwa mempelajari iman kita secara intelektual itu munafik?
Tentu saja tidak demikian. Teguran tersebut mengingatkan bahwa tradisi, tata cara, dan studi akademis kita terhadap agama harus ditekuni dan dijalankan dengan sikap batin yang benar, rendah hati, tulus, dan penuh kasih. Gerak tubuh dan gerak hati atau jiwa hendaknya selaras, dan tunduk pada apa yang sudah ditetapkan oleh Allah melalui Gereja-Nya.
"Yang penting hatinya" atau "yang penting niatnya", ini betul, SELAMA hati atau niat tersebut mendorong kita untuk semakin mengasihi Allah dengan segenap HATI, JIWA, KEKUATAN, dan AKAL BUDI. Jangan sampai "hati" yang semestinya dapat menggerakkan kita untuk berbuat hal-hal hebat bagi Allah dan Gereja, malah dijadikan alasan pembenaran untuk bersikap minimalis atau malas dalam beriman.
Maka, marilah kita meniru para Farisi dalam semangat mereka menjalankan hukum-hukum Allah, namun lebih dari itu, kita lakukan bagian kita dengan penuh ketaatan, cinta kasih, dan kerinduan yang tulus akan Pribadi Allah yang hidup, sambil terus-menerus memperbaiki diri supaya kita semakin kudus.
—Servus Veritatis—
Powered By Blogger