Mungkin sebagian orang bingung, mengapa diberi judul misteri? Karena tak semua rakyat Indonesia tahu, berapa tepatnya istri Presiden pertama Indonesia ini. Ada yang bilang empat istri atau ada juga yang bilang lima istri.
Yang resmi diketahui selama ini, Presiden Soekarno tercatat memiliki sembilan orang istri selama hidupnya. Soekarno memang dinilai sebagai seorang Don Juan yang selalu memesona wanita. Berkali-kali diakui oleh Soekarno, dirinya memang seorang pemuja wanita cantik.
Mantan Ajudan Soekarno, Bambang Widjanarko menceritakan Soekarno memang jagoan soal wanita. Kharisma Soekarno ditambah intelektualitas yang tinggi, membuat wanita-wanita bertekuk lutut.
Tak peduli wanita itu tua atau muda. Soekarno tak segan-segan mengambilkan minum sendiri untuk tamu wanitanya.
Soekarno juga selalu membantu memegang tangan wanita, jika wanita itu keluar mobil. Sukarno menghormati wanita, juga sangat romantis. Dia juga tak sungkan mengumbar pujian pada wanita. Hal ini yang selalu membuat para wanita tersanjung.
Berdasarkan catatan sejarah, sembilan istri Soekarno adalah Siti Utari Tjokroaminoto yang dikawini tahun 1920 dan berpisah pada tahun 1923. Kemudian Inggit Garnasih yang mendampingi Soekarno selama kurun 1923 hingga 1943.
Selanjutnya Fatmawati yang disunting pada tahun 1943 dan tidak pernah diceraikan hanya meninggalkan Istana Merdeka begitu Soekarno menikahi Hartini pada tahun 1954. Hartini mendampingi hingga Soekarno wafat pada 21 Juni 1970.
Soekarno juga menikahi Kartini Manoppo pada tahun 1959 hingga 1967. Juga ada Naoko Nemoto alias Ratna Sari Dewi yang dinikahi pada 1962 dan Haryati 1963 hingga 1966.
Dua nama terakhir yang menjadi istri Soekarno adalah Yurike Sanger yang dinikahi tahun 1964 dan Heldy Djafar pada tahun 1966.
Dari sembilan istrinya tersebut, total ada sepuluh anak yang ‘resmi’ diakui sebagai anak Bung Karno. Dari Fatmawati, Bung Karno dikaruniai 5 anak yakni Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh.
Sedangkan dari Hartini, ada dua anak Bung Karno yakni Taufan dan Bayu. Dari Ratna Sari Dewi lahirlah Kartika. Demikian juga dari Haryati lahirlah Ayu, dan anak terakhir Soekarno berasal dari Kartini Manoppo yang diberi nama Totok.
Berikut kesembilan istri syah Sukarno:
- Oetari (1921–1923)
- Inggit Garnasih (1923–1943)
- Fatmawati (1943–1956)
- Hartini (1952–1970)
- Kartini Manoppo (1959–1968)
- Ratna Sari Dewi (1962–1970)
- Haryati (1963–1966)
- Yurike Sanger (1964–1968)
- Heldy Djafar (1966–1969)
Indo Crop Circles mencoba menguaknya dari berbagai sumber mulai dari wikipedia, beberapa situs luar negeri dan wartawan merdeka.com Laurencius Simanjuntak, Didi Syafirdi dan Ramadhian Fadillah. Berikut sembilan wanita yang bertekuk lutut dan dipersunting Soekarno.
1. Oetari Tjokroaminoto (Siti Oetari) – (1921–1923)
Oetari Tjokroaminoto adalah istri pertama Soekarno sekaligus putri sulung Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam yang juga sebagai guru Soekarno.
Soekarno menikahi Oetari usianya belum genap 20 tahun. Siti Oetari sendiri waktu itu berumur 16 tahun. Soekarno menikahi Oetari pada tahun 1921 di Surabaya.
Soekarno kepada Utari Tjokroaminoto :
“Lak, tahukah engkau bakal istriku kelak.? … orangnya tidak jauh dari sini, kau ingin tau? boleh..Orangnya dekat sini kau tak usah beranjak, karena orangnya ada di sebelahku”
Sewaktu itu Soekarno menumpang di rumah HOS Tjokroaminoto, Jl Peneleh II/27 Surabaya, ketika sedang menempuh pendidikan di sekolah lanjutan atas.
Soekarno menikahi Oetari untuk meringankan beban keluarga Tjokro. Kala itu istri Tjokro baru saja meninggal.
Soekarno tidak mencintai Oetari sebagaimana seorang suami mencintai istrinya. Begitu pula Oetari.
Dunia pergerakan Soekarno dan dunia kanak-kanak Oetari terlalu berseberangan. Hubungan mereka pun lebih seperti kakak-adik.
Beberapa saat sesudah menikah, Bung Karno meninggalkan Surabaya, pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di THS (sekarang ITB).
Pernikahan Soekarno dan Oetari tidak bertahan lama. Soekarno kemudian menceraikan Oetari secara baik-baik tak lama setelah kuliah di Bandung.
2. Inggit Garnasih – (1923–1943)
Inggit Garnasih (lahir di Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 17 Februari 1888 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 13 April 1984 pada umur 96 tahun adalah istri kedua Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia.
Kala itu Soekarno kos di Bandung tahun 1921. Sejak awal pertemuan di rumah Inggit Garnasih, dia sudah mengagumi sosok Inggit yang matang dan cantik.
Mereka menikah pada 24 Maret 1923 di rumah orang tua Inggit di Jalan Javaveem, Bandung.
Pernikahan mereka dikukuhkan dengan Soerat Keterangan Kawin No. 1138 tertanggal 24 Maret 1923, bermaterai 15 sen, dan berbahasa Sunda.
Soekarno berusia 20 tahun dan Inggit berusia 33 tahun kala itu. Pernikahan Inggit dengan Haji Sanusi pun tidak bahagia.
Pada sosok Inggit Soekarno menemukan pelabuhan cintanya. Inggit begitu telaten melayani dan mendengarkan Soekarno.
Soekarno kepada Inggit Garnasih :
“Aku kembali ke Bandung.., dan kepada tjintaku yang sesungguhnya.”
Inggit mendampingi Soekarno dalam suka dan duka selama hampir 20 tahun. Pernikahan Soekarno dan Inggit tidak dikaruniai anak.
Tahun 1943, Soekarno menceraikan Inggit yang tak mau dimadu.
Sayang, setelah 20 tahun berumah tangga, bahkan dengan setia nunut Bung Karno hingga ke Ende dan Bengkulu, Inggit harus rela berpisah.
Karena si Bung terpikat pada Fatmawati, yang pernah ikut mondok dalam rumah tangga mereka saat di Bengkulu.
Sekalipun bercerai tahun 1942, Inggit tetap menyimpan perasaan terhadap Soekarno, termasuk melayat saat Soekarno meninggal.
Kisah cinta Inggit-Soekarno ditulis menjadi sebuah roman yang disusun Ramadhan KH yang dicetak ulang beberapa kali sampai sekarang.
3. Fatmawati (Fatimah) - (1943–1956)
Fatmawati yang bernama asli Fatimah lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923. Dalam pembuangan di Bengkulu, Soekarno bertemu Fatmawati. Gadis muda ini adalah putri tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.
Usia Soekarno dan Fatmawati terpaut 22 tahun lebih muda. Hubungan dengan Fatmawati membuat pernikahan Soekarno dengan Inggit Garnasih berakhir. Inggit menolak dipoligami dan memilih pulang ke Bandung.
Soekarno kepada Fatmawati :
“Engkau menjadi terang dimataku. Kau yang akan memungkinkan aku melanjutkan perdjuanganku yang maha dahsyat.”
Tanggal 1 Juni 1943, Soekarno dan Fatmawati menikah. Soekarno berusia 42 tahun dan Fatma 20 tahun. Setelah Indonesia merdeka, Fatma menjadi ibu negara yang pertama. Dia juga yang menjahit bendera pusaka merah putih.
Tapi kebahagiaannya sebagai pendamping Bung Karno harus terkoyak pada tahun ke-12. Sebab, belum genap dua hari ia melahirkan Guruh, Sukarno mendekat sambil berkata lirih, “Fat, aku minta izinmu, aku akan kawin dengan Hartini.”
Pada tahun 80-an lalu, kehendak Fatmawati menemui Inggit di Jalan Ciateul Nomor 8, Bandung, seperti tertulis dalam buku “Fatmawati Sukarno: The First Lady” karya Arifin Suryo Nugroho, terwujud berkat bujuk rayu mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Ali menemui Inggit pada 7 Februari 1980 untuk menjajaki kemungkinan menerima kehadiran Fatmawati, yang telah 38 tahun tak lagi berkomunikasi. Di hadapan Inggit yang telah sepuh itu, Fatmawati Sukarno bersimpuh.
“Indung mah lautan hampura (seorang ibu adalah lautan maaf),” kata Fatmawati. Inggit yang telah sepuh itu membalas sambil memeluk dan mengelus kepala Fatmawati.
“Hanya, ke depan, jangan mencubit orang lain kalau tak ingin dicubit, karena dicubit itu rasanya sakit,” jelas Inggit, istri yang cuma bisa memberi tanpa mau meminta kepada suaminya.
Dengan terbata-bata, Fatmawati meminta maaf karena telah menjalin tali kasih dan menikah dengan Sukarno.
Bagi Fatmawati, kehendaknya menemui mantan ibu angkatnya Inggit, seolah menjadi penyuci diri.
Pada 14 Mei 1980 Fatmawati meninggal dunia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekah, lalu dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
Dari Fatmawati, Soekarno mendapatkan lima orang anak. Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
4. Hartini – (1952–1970)
Hartini adalah wanita setia yang sempat mengisi hidup Soekarno. Hartini lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 20 September 1924. Ayahnya Osan adalah pegawai Departemen Kehutanan yang rutin berpindah kota. Hartini menamatkan SD di Malang dan beliau diangkat anak oleh keluarga Oesman di Bandung.
Hartini melanjutkan pendidikan di Nijheidschool (Sekolah Kepandaian Putri) Bandung. Hartini menamatkan SMP dan SMU di Bandung. Hartini remaja dikenal cantik, dan Hartini muda menikahi Suwondo dan menetap di Salatiga. Ia menjadi janda pada usia 28 tahun dengan lima orang anak.
Saat dipinang oleh sang proklamator pada 1953, Hartini berumur 29 tahun dan berstatus janda lima anak.
Soekarno kepada Hartini :
“Tien, I can’t work without you. Meski kamu istri kedua (setelah Fatmawati-red), kamu tetap istri saya yang sah. Biarpun kamu tidak tinggal di Istana Negara, kamu tetap mejadi ratu. Kamu akan menjadi ratu yang tidak bermahkota di Istana Bogor.” (saat meminta Hartini menjadi istrinya)
Pernikahan keduanya diawali tahun 1952 di Salatiga, Hartini berkenalan dengan Soekarno yang rupanya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Saat itu Soekarno, dalam perjalanan menuju Yogyakarta untuk meresmikan Masjid Syuhada.
Setahun kemudian, Hartini dan Soekarno bertemu saat peresmian teater terbuka Ramayana di Candi Prambanan.
Melalui seorang teman, Soekarno mengirimkan sepucuk surat kepada Hartini dengan nama samaran Srihana.
Dua hari setelah Guruh Soekarno Putra lahir, tanggal 15 Januari 1953, Soekarno meminta izin Fatmawati untuk menikahi Hartini.
Kepada Tempo edisi 22 September 1999 lalu, Hartini menepis tudingan publik bahwa dirinya telah merebut Bung Karno dari Fatmawati. Untuk bersedia menerima pinangan Bung Karno yang bertubi-tubi, dia harus membayarnya dengan amat mahal. Sebab, hampir semua media dan aktivis perempuan kala itu menyudutkan dirinya, dan lebih membela Fatmawati.
“Benar, sudah ada Ibu Fatmawati, sang first lady, ketika saya menikah dengan Bung Karno. Tapi, setelah saya, juga ada Dewi,” ujar Hartini.
Dan, kalau dirinya dikatakan merebut Bung Karno dari Ibu Fat, ia melanjutkan, bukankah Ibu Fat juga merebut Bung Karno dari Ibu Inggit, dan Ibu Inggit merebutnya dari Ibu Tari (Oetari)?
Lalu, setelah Dewi, bukankah masih ada lagi Haryatie, Yurike, dan belum pacar-pacar yang lain? Jadi semuanya sama. Yang membedakan, hanya ada satu first lady.
“Saya tidak merebut Bung Karno. Saya menjalani takdir yang digariskan hidup,”Hartini menegaskan.
Dari Soekarno, Hartini melahirkan dua anak, yakni Taufan Soekarnoputra dan Bayu Soekarnoputra.
Hartini tetap menjadi istri saat masa kekuasaannya Soekarno sudah memasuki usia senja. Hartini juga tetap mempertahankan status pernikahan hingga ajal menjemput Soekarno.
Di pangkuan Hartinilah, Putra Sang Fajar menghembuskan napas terakhirnya di RS Gatot Subroto pada 21 Juni 1970. Hartini meninggal di Jakarta, 12 Maret 2002 pada umur 77 tahun.
5. Kartini Manoppo – (1959-1968)
Sosok wanita ini merupakan salah satu istri yang paling dicintai oleh Soekarno. Kartini Manoppo menjadi istri Bung Kerno yang kelima. Keduanya menikah pada tahun 1959.
Soekarno kepada Kartini Manoppo :
“Aku mencintai kamu, aku ingin kau membalas cintaku….sekarang juga saya minta kepastian darimu ya atau tidak”
Awal mula Bung Karno jatuh hati pada wanita yang pernah jadi pramugari Garuda Indonesia itu saat melihat lukisan karya Basuki Abdullah.
Sejak saat itu, Kartini tak pernah absen tiap kali Bung Karno pergi ke luar negeri.
Kartini merupakan wanita asal Bolaang Mongondow, Sulawesi.
Dia terlahir dari keluarga terhormat, sehingga Kartini menutup rapat-rapat pernikahannya dengan Bung Karno. Sejarah mencatat, Kartini merupakan istri kedelapan Sang Putera Fajar.
Menikah dengan Kartini Manoppo, Bung Karno dikarunia anak Totok Suryawan Sukarno pada 1967.
6. Ratna Sari Dewi (Naoko Nemoto) – (1962–1970)
Ratna Sari Dewi adalah wanita keenam yang dinikahi Soekarno. Lahir dengan nama Naoko Nemoto di Tokyo, 6 Februari 1940, Dewi dinikahi sang proklamator saat usia 19 tahun.
Soekarno kepada Ratna Sari Dewi :
“Kalau aku mati, kuburlah aku di bawah pohon yang rindang. Aku mempunyai istri yang aku cintai dengan segenap jiwaku. Namanya Ratna Sari Dewi. Kalau ia meninggal kuburlah ia dalam kuburku. Aku menghendaki ia selalu bersama aku.”
Kisah pertemuan Soekarno dan Dewi cukup menarik. Gadis Jepang itu berkenalan dengan Soekarno lewat seseorang ketika Bung Karno berada di Hotel Imperial, Tokyo.
Sebelum menjadi istri Soekarno, Dewi adalah seorang pelajar sekaligus entertainer.
Gosip beredar bahwa dia adalah seorang geisha. Namun rumor itu berkali-kali dibantahnya.
Menjelang redupnya kekuasaan Soekarno, Dewi meninggalkan Indonesia. Setelah lebih sepuluh tahun bermukim di Paris, sejak 1983 Dewi kembali menetap di Jakarta.
Dalam ‘A Life in the Day of Madame Dewi’ diceritakan, setelah bercerai dengan Soekarno, ia kemudian pindah ke berbagai negara di Eropa termasuk Swiss, Perancis, dan Amerika Serikat. Pada 2008, ia menetap di Shibuya, Tokyo, Jepang.
Pada bulan Januari 1992, Dewi menjadi terlibat di dalam banyak perkelahian dipublikasikan di sebuah pesta di Aspen, Colorado, Amerika Serikat dengan sesama tokoh masyarakat internasional dan ahli waris Minnie Osmeña, putri mantan presiden Filipina.
Dewi juga pernah membuat kontroversi pada 1998, ia berpose untuk sebuah buku foto berjudul Madame Syuga.
Di dalam buku Madame Syuga yang diterbitkan di negara asalnya tersebut, pada isinya menampilkan sebagian foto-foto dirinya yang sedang berpose artistik setengah bugil, dan memperlihatkan tato-tato pada tubuhnya.
Bukunya untuk sementara tidak didistribusikan di Indonesia dan segera dilarang karena bisa jadi akan membuat banyak orang Indonesia merasa tersinggung dengan apa yang dianggap mencemarkan nama baik Sukarno dan warisannya.
Dari Soekarno yang ketika itu berumur 57 tahun, Dewi mempunyai satu anak yaitu Kartika Sari Dewi Soekarno.
7. Haryati – (1963 – 1966)
Sebelum dinikahi Soekarno pada 1963, Haryati adalah mantan penari istana sekaligus Staf Sekretaris Negara Bidang Kesenian.
Melihat kemolekan Haryati, Soekarno bak Arjuna yang tak henti mengirim rayuan kepada wanita berusia 23 tahun itu.
Bahkan, status Haryati sebagai kekasih orang lain, tak membuat Soekarno mundur untuk meluapkan rasa cintanya.
Hati Haryati pun akhirnya jebol dan tak kuasa menolak pinangan sang kepala negara.
Soekarno dan Haryati akhirnya menikah pada 21 Mei 1963.
Soekarno kepada Haryati:
“Yatie adiku wong aju, iki lho alrodji sing berkarat kae. Kuliknakna nganggo, mengko sawise sasasi rak weruh endi sing kok pilih: sing ireng, apa sing dek mau kae, apa sing karo karone?
Dus; mengko sesasi engkas matura aku. (dadi senadjan karo karone kok senengi, aku ja seneng wae). Masa ora aku seneng! Lha wong sing mundhut wanodja palenging atiku kok! Adja maneh sakados alrodji, lha mbok apa apa ja bakal tak wenehke.”
Namun selang tiga tahun, Haryati diceraikan tanpa anak. Soekarno beralasan sudah tidak cocok. Saat itu, Soekarno juga sedang dekat dengan Ratna Sari Dewi.
8. Yurike Sanger – (1964 – 1968)
Pertama kali Presiden Soekarno bertemu dengan Yurike Sanger pada tahun 1963. Kala itu Yurike masih yang masih berstatus pelajar menjadi salah satu anggota Barisan Bhinneka Tunggal Ika pada acara Kenegaraan.
Soekarno kepada Yurike Sanger :
“Yury,
I came to you today,
but were out (to Wisma School)
I came only to say “I love you”
I came to you today,
but were out (to Wisma School)
I came only to say “I love you”
Yours,
Soekarno.”
(Yurike Sanger, saat itu masih berstatus pelajar SMA )
Pertemuan itu rupanya langsung menarik perhatian Sang Putera Fajar. Perhatian ekstra diberikan sang presiden kepada gadis bau kencur itu, mulai dari diajak bicara, duduk berdampingan sampai diantar pulang ke rumah.
Rupanya, benih-benih cinta sudah mulai di antara keduanya. Singkat waktu, Bung Karno menyatakan perasaannya dan menyampaikan ingin menikah dengan sang pujaan hati. Seutai kalung pun diberikan ke Yurike.
Akhirnya, Bung Karno menemui orangtua Yurike. Pada 6 Agustus 1964, dua anak manusia yang tengah dimabuk cinta itu menikah secara islam di rumah Yurike.
Berjalannya waktu, ternyata pernikahan ketujuh Sang Proklamator berjalan singkat. Kondisi Bung Karno pada 1967 yang secara de facto di makzulkan sebagai presiden, berdampak pada kehidupan pribadi.
Didasari rasa cinta yang luar biasa, Bung Karno yang menjadi tahanan rumah di Wisma Yoso (sekarang, Musium Satria Mandala – pen.) menyarankan agar Yurike meminta cerai. Akhirnya perceraian itu terjadi, meski keduanya masih saling cinta. ( video wawancara dengan Yurike |1| |2| )
9. Heldy Djafar – (1966 – 1969)
Heldy Djafar merupakan istri terakhir Soekarno, istri kesembilan. Keduanya menikah pada 1966, kala itu Bung Karno berusia 65 tahun sedangkan Heldy gadis asal Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur itu, masih berusia 18 tahun.
Soekarno kepada Heldy Jafar :
“Dear dik Heldy,
I am sending you some dollars,
Miss Dior, Diorissimo, Diorama
of course also my love,
I am sending you some dollars,
Miss Dior, Diorissimo, Diorama
of course also my love,
Mas.”
(Saat itu kekuasaan Soekarno mulai pudar)
Komunikasi tak berjalan lancar setelah Soekarno menjadi tahanan di Wisma Yaso (sekarang, Musium Satria Mandala – pen.), di Jalan Gatot Subroto.
Heldy sempat mengucap ingin berpisah, tetapi Soekarno bertahan. Soekarno hanya ingin dipisahkan oleh maut.
Akhirnya, pada 19 Juni 1968 Heldy 21 tahun menikah lagi dengan Gusti Suriansyah Noor.
Kala itu Heldy yang sedang hamil tua mendapat kabar Soekarno wafat. Soekarno tutup usia 21 Juni 1970, dalam usia 69 tahun.
Diangkat ke Layar Lebar
Total, Bung Karno sembilan kali resmi menikah. Dari istri pertama Siti Utari, hingga wanita terakhir yang dinikahinya, Heldy Djafar. Pengalaman hidup kisah percintaan sang proklamator terhadap keseembilan istrinya tersebut akhirnya diangkat ke layar lebar dengan judul ‘9 Reasons’.
Film 9 Reasons ini mengisahkan tentang 9 wanita utama di dalam kehidupan Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Bung Karno memang terkenal senang dikelilingi oleh perempuan-perempuan cantik dan mempunyai banyak istri.
Di film ini akan diungkapkan kenapa beliau sangat mengagumi perempuan dan akhirnya menikahi mereka dengan berbagai alasan.
8 dari 9 wanita itu adalah Utari Tjokroaminoto, Inggit Ganarsih, Fatmawati, Hartini, Kartini Manoppo, Dewi, Yurike, dan Hariyati. Berbagai intrik di dalam rumah tangganya tentu menarik untuk di simak.
Para pemain film 9 Reasons: Tio Pakusadewo sebagai Soekarno, Acha Septriasa sebagai Utari Tjokroaminoto, Revalina S. Temat sebagai Fatmawati, Wulan Guritno sebagai Kartini Manoppo, Lola Amaria sebagai Hartini, Happy Salma sebagai Inggit Ganarsih, Mariana Renata sebagai Dewi, Pevita Pearce sebagai Yurike, Putri Aribowo sebagai Hariyati.
Selain film ’9 Reasons’, kisah perjalanan Sang Proklamator juga diangkat dalam sebuah film berjudul sama dengan nama proklamator ini, berjudul: Soekarno. Film besutan tahun 2013 ini ditayangkan pada bulan Desember 2013 (lihat trailernya dibawah halaman).
Namun kembali kepada kesembilan istri, di luar kesembilan janda-janda cantik tersebut juga ada sejumlah wanita juga mengaku pernah dinikahi Soekarno dan sempat mempunyai anak. Tapi tidak ada bukti kuat ataupun catatan dokumen apapun mengenai mereka.
Salah satu alasan mereka tak mempunyai bukti kuat adalah karena kebanyakan dari mereka selama puluhan tahun ini tetap berusaha untuk “bersembunyi” dimasa Orde Baru. Itu semua akibat ketakutan mereka pada masa rezim 32 tahun itu. Hingga kini beberapa yang merasa sebagai mantan istri dan anaknya, ada yang masih hidup.
Maharani Misma Susanna Siregar
Siti Aisyah Margaret Rose, mengaku kalau ibunya, Maharani Misma Susanna Siregar merupakan istri keempat Bung Karno. Versi Aisyah, Soekarno menikahi ibunya pada 18 September 1958 di Istana Merdeka.
Entah dari mana asal muasalnya, dia menambah nama belakangnya dengan Soekarnoputri. Namun hingga kini tidak ada bukti otentik yang menunjukkan kalau Aisyah yang kerap disapa Bunda Aisyah itu, memang anak biologis sang proklamator.
Namun Aisyah seperti lupa, mengklaim sebagai anak Soekarno tetapi perilakunya malah menindas rakyat kecil.
Hanya karena enam piringnya hilang, dia menuduh Rasminah yang bekerja di rumahnya sebagai pencuri. Tanpa basa-basi kasus sepele itu dibawa ke jalur hukum.
Sebagai orang kecil, Rasmiah harus menahan pedih di penjara dan kasusnya berlanjut sampai ke meja hijau. Beruntung hakim Pengadilan Negeri Tangerang masih memiliki nurani, Rasmiah divonis bebas. Namun oleh MA Rasmiah dihukum 130 hari.
Setelah Rasmiah bebas, keadaan justru berbalik. Bunda Aisyah kena batunya. Dia ditangkap polisi atas tuduhan melakukan penipuan terhadap 313 orang calon haji. Dengan suaminya RSAW (56), Aisyah ditangkap di Salatiga, Jawa Tengah, pada Jumat (4/11/2012) lalu.
Dari tangan keduanya, polisi hanya menemukan 313 paspor dalam sebuah kardus. Sementara uang milik korban telah raib. Kedua tersangka dijerat Pasal 378 dan atau 372 KUHP jo 55 ayat (1) tentang penipuan dan atau penggelapan.
Jetje Langelo
Gempar Soekarnoputra yang sosoknya mirip Soekarno muda, apalagi jika memakai peci mengaku ia merupakan anak dari istri Bung Karno yang bernama Jetje Langelo yang dinikahi di Manado 1957.
Ibunda Gempar adalah putri kecantikan dan siswa teladan se-Sulawesi tahun 1953 di Manado. Gempar lahir pada 13 Januari 1958. Dari kecil hingga dewasa, dia menggunakan nama Charles Christofel.
Saat menjelang kejatuhan Orde Baru dan demonstrasi mahasiswa begitu kencang, Charles ikut turun ke jalan menyerukan agar Soeharto turun dari kekuasaan. Sang ibu kemudian memanggil anaknya pulang ke Manado.
Dalam pertemuan yang terjadi pada Natal 1999, Charles mendapatkan kabar mengejutkan. “Kamu adalah anak Soekarno.” Begitu kata-kata Jetje yang dikenang Charles.
Ibundanya kemudian menjelaskan panjang lebar mengapa hal ini dirahasiakan setelah puluhan tahun.
Hal itu tak lain karena amanat Soekarno sendiri yang menginginkan anaknya diamankan, jika sewaktu-waktu kekuasaannya jatuh.
Apalagi pada awal-awal pemerintahan Orde Baru, kata Jetje, ada operasi militer yang hendak menumpas sisa-sisa rezim Orde Lama.
Tak hanya menjelaskan, Jetje juga menunjukkan berbagai bukti yang selama ini disembunyikan. Seperti foto-foto, surat-surat, tongkat komando, keris, serta amanat yang ditulis oleh tangan Soekarno sendiri.
Dalam amanat tertulis permintaan agar sang anak kelak pada saatnya ia sudah dewasa berpolitik dinamai: Muhammad Fatahillah Gempar Soekarnoputra. “Kutitipkan bangsa dan negara kepadanya!”
Menurut Gempar, ada beberapa pejabat dekat Soekarno yang mengetahui soal pernikahan ini, seperti Mayor Sugandi (ajudan Presiden), Henk Ngantung (Gubernur DKI Jakarta), Ibnu Sutowo (kemudian menjadi Dirut Pertamina), dan Ali Sadikin.
Meski awalnya ragu, perlahan-lahan Charles Christofel mulai menerima kenyataan bahwa dirinya adalah salah satu keturunan dari Bung Karno.
Dia kemudian mengubah identitas namanya menjadi Muhammad Gempar Soekarnoputra. Dia pun mulai gemar memakai pakaian ala Bung Karno, lengkap dengan peci dan kacamata hitam saat bertemu publik.
Terjun ke dunia politik, pada pemilu legislatif 2004 Gempar mendirikan Partai Nasionalis Indonesia Bersatu (PNIB). Namun tidak lolos verifikasi KPU dan gagal menjadi peserta pemilu.
Gempar kemudian mendirikan Partai Barisan Nasional (Barnas) menjelang pemilu 2004 bersama sejumlah tokoh mantan pendiri Partai Demokrat. Dia menjadi wakil ketua umum dengan ketua Vence Rumangkang. Belakangan, saat kepengurusan Partai Barnas pecah, Gempar menjadi ketua dewan pembina Partai Barnas yang diketuai William Jaya Kusli.
Marilyn Monroe
Pertemuan antara Soekarno dan Marilyn Monroe dalam sebuah pesta itu telah menjadi isu di kalangan pejabat elite AS. Bagaimana tidak, Soekarno dikenal sebagai seorang ‘penggemar’ wanita, sementara bintang Hollywood itu merupakan sang penggoda ulung.
Tak banyak yang tahu, apa yang dibicarakan Bung Karno dan Monroe dalam perjamuan di Beverly Hills Hotel akhir Mei 1956 itu.
Meski demikian, rumor tentang apa yang terjadi setelah pertemuan itu tetap saja santer.
Dalam ‘Celebrity Secrets: Official Government Files on the Rich and Famous’, Anthony Summers, seorang yang mempunyai otoritas menulis tentang Monroe, menyatakan:
“Selama syuting Bus Stop, 1956, Marilyn bertemu dengan Presiden Indonesia, Achmed Sukarno…. Dia ingin memberitahu temannya Robert Slatzer bahwa ia dan Soekarno telah ‘menghabiskan malam bersama’.”
Dalam buku yang mengklaim berbasis data FBI itu, Summers mengungkapkan apapun yang terjadi pada pertemuan itu tidak ada yang berlalu tanpa diketahui oleh CIA, agen rahasia AS.
“Dalam tahun-tahun itu, Indonesia menjulang sebagaimana Vietnam dalam pantauan Washington sebagai prioritas di Asia,” demikian tulis buku karya Nick Redfern dan Nicholas Redfern itu.
Buku ini juga mengungkapkan, pada 1957 dan 1958 sebuah rekaman menunjukkan CIA terlibat pada semua jenis kejahatan untuk mendongkel Soekarno, “Yang dipandang bertanggung jawab mengarahkan negaranya pada komunisme.”
Meski demikian, masih menurut buku itu, ketika AS merasa butuh untuk menjilat Soekarno, CIA bermimpi untuk menggunakan seks dalam bentuk Marilyn Monroe. “Agar sang diktator merasa dihormati.”
Menurut Joseph Smith, mantan pejabat CIA di Asia, dikutip dari buku ‘Goddess: The Secret Lives of Marilyn Monroe’, karangan Anthony Summer, ada pertemuan lanjutan antara Soekarno dan Monroe setelah malam itu.
“Ada upaya untuk membuat Soekarno terus bersama Monroe,” kata Joseph Smith.
“Pertengahan 1958, saya mendengar ada rencana untuk membawa mereka bersama ke ranjang,” tambah Joseph Smith di buku itu.
Soal kebenaran pernyataan Smith itu, sampai sekarang masih jadi misteri. Begitu juga soal kebenaran informasi Monroe dekat atau merupakan agen CIA.
Selain Marilyn Monroe, masih ada isyu-isyu wanita lain seputar presiden Sukarno, termasuk pada saat lawatan-lawatannya di beberapa negara termasuk di Russia.
Namun semua itu hanya info sepenggal saja, pihak dari negara-negara tersebut tidak pernah mau mengungkapkannya secara terbuka.
Seorang wanita yang dilimpahi aliran cinta yang bergelora, harus tabah menyaksikan padamnya api asmara, tatkala Sukarno terpikat pada wanita lain. (sumber: merdeka.com/ wikipedia/ berbagai sumber dari dalam dan luar negeri/ editor: IndoCropCircles )