Monday, May 26, 2014

Melihat fakta Sejarah, presiden non-Jawa mungkin lebih bisa menjaga wibawa kedaulatan Indonesia


image
Kedewasaan berfikir dan menyikapi (kepribadian masyarakat) tentulah berkembang setiap zaman sesuai dengan dinamika yang ada.
Di zaman ini, Masyarakat pulau Jawa secara kepribadian lebih terbuka dan toleran pada perbedaan. Masih berbanding terbalik dengan beberapa wilayah yg masih sensitif pada perbedaan, seperti kasus pilkada yg di beberapa daerah sampai menimbulkan kerusuhan.
Karakter masyarakat boleh berkembang, tapi dalam imho-saya karakter pemimpin dari suku Jawa tidak berkembang. Yaitu tetap rentan/sangat mudah terpengaruh kepentingan asing.Even that Soekarno!
Cukup melihat fakta sejarah era kolonial. Raja-raja di jawa lebih memilih tunduk menghamba pada Belanda daripada perang mati-matian sampai hancur lebur.
image
Hanya seorang Jenderal Sudirman yg bertempur mati-matian melawan Belanda. Ehh beliau kan bukan keturunan raja
Dua panglima perang dari trah raja: Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda karena tipu muslihat Keraton Surakarta, setelah tergiur perjanjian.
Sedang berabad sebelumnya, Mangkubumi yang sempat ditakuti sebagai Samber Nyawa juga akhirnya memilih berdamai dengan Kompeni VOC.
Sangat berbeda dengan sejarah perang orang Banjar misalnya, Pangeran Antasari memilih mati daripada menjadi boneka kompeni, demikian juga sang putra Mahkota. Kerajaan Aceh pun demikian.
Sultan Hasanudin dari Makassar juga gak kalah heroik. Kapitan Pattimura juga memilih digantung daripada menjadi kacung kompeni.
Yang paling gemilang tentu saja raja-raja kesultanan Ternate. Setelah sultan Hairun mati terbunuh melawan Portugis, putranya Sultan Baabullah sukses mengusir Portugal dari Nusantara selamanya.
Sejarah raja-raja luar jawa telah membuktikan bahwa mereka punya mentalitas “merdeka atau mati” yang tidak dimiliki sejarah raja-raja Jawa yang dalam sejarah lebih memilih “perang untuk kompromi”.
Powered By Blogger