Banyak orang ingin berkat, tetapi tidak taat. Padahal, berkat datang dari ketaatan pada perintah Tuhan, sedangkan kutuk datang dari ketidaktaatan (Ul. 11). Ketaatan adalah sebuah kualitas karakter yang menentukan masa depan seseorang. Sejauh mana anda diberkati adalah tergantung sejauh mana anda taat pada Tuhan. Namun lebih dari sekedar berkat, yang lebih penting adalah apakah Tuhan masih menyertai kita atau tidak dalam segala yang hal yang kita lakukan.
Yesus adalah Pribadi yang memberi contoh kepada kita bagaimana Ia menunjukkan ketaatan pada Bapa dalam hidupNya selama 33 ½ tahun di bumi. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat melalui apa yang telah dideritaNya (Ibr. 5:8). Itulah sebabnya, Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama (Fil. 2:9). Kesimpulannya, Allah sangat berkenan kepada orang yang taat kepadaNya dalam situasi sulit sekalipun. Pertanyaannya, maukah anda menjadi orang yang berkenan di hati Tuhan?
Ketika anda mendengar kata “taat”, apa yang muncul di pikiran anda? Gambaran “positif” atau “negatif”? Apakah anda menyukai “ketaatan”? Ada orang yang tidak suka “taat” karena merasa kebebasannya dibatasi. Anak-anak umumnya tidak suka mentaati perintah orang tuanya. Apa reaksi mereka ketika orang tua meminta mereka belajar dulu baru boleh main? Atau selama seminggu ini tidak boleh menonton televisi karena sedang menghadapi ujian semester? Apakah mereka taat kepada perintah orang tua? Anak-anak suka taat pada sesuatu yang mereka sukai. Mereka tidak suka taat pada perintah yang mereka tidak sukai. Inilah kecenderungan manusia sejak kejatuhan Adam dan Hawa. Cenderung mengikuti keinginan sendiri, cenderung memuaskan daging.
Ada orang yang tahu berzinah itu dosa, tetapi ia tetap saja melakukannya dengan berbagai alasan. Pasangannya tidak menghargai dia. Pasangannya tidak mengasihi dia. Penyebab yang sesungguhnya adalah ia tidak bersedia meninggalkan dosa yang memberi dirinya kenikmatan. Tahu salah tetapi tidak mau taat kepada perintah Tuhan: “Jangan berzinah”.
Kita tahu berbohong itu tidak benar, tetapi berapa sering kita berbohoing kalau ditanya:, “Mengapa terlambat?” Alasannya macet. Padahal dari dulu Jakarta memang macet. Kita berbohong ketika ditangkap polisi lalu lintas, berbohong demi mendapat order, berbohong ketika ditanya istri. Mengapa kita berbohong padahal tahu perintah Tuhan: ”Jangan berdusta”? Banyak orang berkompromi terhadap dosa demi sebuah keuntungan pribadi. Dari pembayaran pajak sampai tagihan pribadi dimasukkan ke tagihan kantor. Demikian pula dengan janji. Dari janji kepada anak yang sampai janji mengembalikan hutang atau barang pinjaman juga tidak ditepati. Dari klaim asuransi yang tidak jujur sampai mecuri waktu kantor untuk berbisnis. Ini semua menunjukkan bahwa integritas orang Kristen tidak lebih baik daripada integritas orang yang belum kenal Tuhan. Berbagai alasan untuk berkompromi senantiasa muncul dalam bentuk label-label “masalah” atau “kita memang manusia”, “maklum, banyak kelemahan” atau “daging lemah”. Akibatnya, kita bukan menjadi Kristen pemenang. Kita kalah terhadap kebiasaan dosa lama kita, kalah terhadap pornografi, kalah terhadap daging. Padahal, kita percaya Yesus menang terhadap dosa dan kuasa kebangkitanNya ada dalam diri kita. Masalah yang sebenarnya hanya satu: kita tidak mau taat sepenuhnya kepada Tuhan.
Mari kita lihat lebih jauh, apa dan bagaimana sebenarnya ketaatan itu.