Langit jakarta malam ini nampak lain dari
malam malam biasanya. Malam ini banyak bintang, teduh, dan setia sekali
menyelimuti saya dalam perjalanan melelahkan seharian ini. Truk truk
besar berlalu lalang tanpa kenal lelah, saya bahkan ragu apakah mereka
mengenal siang dan malam. Lampu lampu mobil yang macet dengan tertata
nampak apik jika disaksikan dari atas flyover yang saya
lintasi. Masih sembari mengendarai motor, mata saya tak lepas dari
puncak puncak bangunan bangunan tinggi yang seolah hendak meraih kaki
langit namun tak sampai. Pemandangan yang kontras dengan yang saya
saksikan ketika melintas di kolong tol. Ternyata benar ada yah, penduduk
jakarta yang rumahnya beralaskan tanah dan beratapkan langit? penduduk
Ibukota Negara ini yang menyebut kolong tol itu sebagai “rumah”? Saya
kira itu hanya ada di tivi saja. Ah!kontras!
Apartemen demi apartemen, mall demi mall,
residence…atau apalah itu istilahnya….,berlomba lomba dibangun megah
untuk membuat kota ini semakin hari semakin mentereng. Para pengusaha
properti sekelas pemilik podomoro group atau bong candra pasti senyumnya
semakin gemilang dengan pesatnya pembangunan bangunan bangunan megah
itu. Hem…Mereka pernah tidak yah, berpikir untuk membangun, 1
saja!yap!satu saja! Rumah sederhana, untuk dapat dihuni oleh para
penghuni kolong tol? Sederhanaaa…saja.!tidak usah mewah mentereng,tidak
usah berAC,tidak usah berlampu-lampu hias,tidak usah berlantai
limapuluh,tidak usah berstandar internasional,sederhana saja, sepetakk
rumah dengan sekotak kasur kapuk yang bisa untuk tidur nyenyak dengan
selimut kecil, kamar mandi 1×1 yang layak,dapur yang ….yang penting bisa
untuk masak. Pernah tidak yah disela sela membangun apartemen dan mall
mereka memikirkan itu??mudah mudahan pernah yah?
Motor saya masih melaju. Belum lagi saya
selesai melamunkan tentang rumah untuk penghuni tol, sebuah klakson
kencang mengagetkan saya dari arah belakang. Eh, agaknya saya berkendara
terlalu pelan, sehingga mobil di belakang saya yang “mungkin” sedang
terburu buru sampai harus meng-klakson sebegitu semangatnya.haha.
Biarlah, yang penting, sebentar lagi saya sampai kos. Saya memasuki gang
kecil di daerah Warakas, menggelayut mengikuti ritme polisi tidur yang
bertubi tubi di setiap gang yang saya lewati, tiba tiba saya terpaksa
mengerem mendadak motor saya karna sebuah bola kaki melintas persis!di
depan motor saya yang melintas.
Astaghfirullah!nyaris saja! bocah yang
berlari mengejar bola itu tertabrak oleh saya. Badan saya gemetar,degup
jantung meningkat drastis. Rasanya ingin marah, tapi melihat ekspresi
anak anak kecil itu yang tidak berdosa, saya lantas berusaha menenangkan
diri. Saya pinggirkan motor, lalu saya panggil anak tadi dan teman
temannya yang tengah bermain bola di jalan gang. Saya turun dari motor
dan memungut bola yang menggelinding tak jauh dari tempat saya berdiri. “Bolanya buat kakak yah?”,tanya saya kepada mereka, mereka hanya diam, paling banter mereka saling colek satu sama lain. “iyah..habisnya kalian nakal!main bola kok di jalan
gang?kan bahaya..,kaya tadi?hampir ketabrak kan?main bola di jalan gang
itu bahaya dek..,ga boleh lagi yah..,pokonya bolanya buat kakak,sampai
kalian mau janji ga main bola di jalan gang lagi!” Mereka tetap diam. Untuk sejenak saya merasa sok bijak telah memberikan pelajaran berharga untuk anak anak itu. Namun sedetik kemudian, seorang dari mereka angkat bicara. “Kak.,maaf dong kalo tadi kita maen bolanya bikin kakak hampir nabrak.Tapi bolanya jangan diambil dong!”kata seorang anak berkaus putih. Saya pun menjawab “hem..oke,kakak kembalikan.tapi janji yah jangan main bola di jalan gang lagi yah?”,anak itu menjawab lagi.”trus maennya dimana dong kak?” ujarnya sambil bersungut. “di lapangan kan bisa..,”,jawab saya enteng. Lalu dengan mata beningnya, anak itu menjawab lagi “lapangan mana kak??!”
Glek! Rasanya kedua kaki saya lemas seketika mendengar jawaban itu. Saya
bijak??apanya??ini mah sok bijak namanya saya. Tanpa banyak kata, saya
ulurkan bola kaki mereka kembali pada empunya, lalu berlalu meninggalkan
mereka. “Lapangan mana kak??!” pertanyaan itu
masih menggema sampai saat ini di telinga saya. Dan saya masih belum
bisa menemukan jawabannya. Ketika disana sini saya lihat memang lebih
banyak rumah berdempet dempet sempit tanpa halaman dan tembok pembatas
dengan tetangga.
Maafin kakak yah dek.., mudah mudahan
besok” ada orang baik hati yang merelakan tanahnya untuk dijadikan
lapangan untuk kalian bermain. Amin. *mungkin tidak yah? Ah..pokoknya
amin.