Sunday, January 31, 2010

Pernikahan adalah rancangan Allah

Ide pernikahan berasal dari Allah sendiri. Kejadian 2:18 menyatakan, TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Kalau kita perhatikan ayat ini bahwa manusia yang dimaksud disini tak lain adalah Adam, manusia pertama. Ia diciptakan Allah seorang diri, tanpa seorang lain yang sejodoh dengannya. Adam melewati kehidupannya beberapa waktu lamanya bersama makhluk hidup lainnya, “...tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia” (Kejadian 2:20).
Adam tidak bisa hidup sendirian sebagai manusia yang berbeda jenis dari makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya, dia kesepian dan dia membutuhkan seorang penolong (pendamping). Melihat keadaan Adam ini Allah dengan inisiatifNya sendiri, menciptakan seorang perempuan dari tulang rusuk dan daging Adam, dia adalah Hawa (Kejadian 2:21-23). Allah tidak membiarkan Adam dan Hawa hidup beberapa lama tanpa ikatan pernikahan, tetapi Allah langsung mengikat mereka dalam pernikahan yang kudus dengan berfirman, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24). Demikianlah Allah mengukuhkan Adam dan Hawa sebagai suami-isteri dalam ikatan pernikahan kudus. Adam dan Hawa sekarang sudah hidup dalam sebuah rumah tangga baru.
Sejak Allah telah melembagakan pernikahan mulai dari Adam dan Hawa, maka itu akan terus berlaku di segala zaman. Yesus kembali mengingatkan dan sekaligus meneguhkan hal ini ketika Dia datang ke bumi (Matius 19:4-6). Manusia tidak punya hak sedikitpun merubah rancangan Allah ini. Kalau manusia mencoba menggunakan caranya sendiri untuk merancang pernikahan, maka itu adalah tindakan pemberontakan terhadap Allah. Thomas B Warren mengatakan “bila tidak menghormati dan mentaati perintah-perintah dan hukum-hukum ini berarti telah memberontak terhadap Allah dan... akan menghasilkan ketidak-bahagiaan dalam kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang...” (Warren, 1994:20). Dengan kata lain bahwa tindakan pemberontakan ini adalah dosa dan ada konsekuensinya, baik dalam kehidupan di bumi maupun di dunia kekekalan.
Powered By Blogger